15. Kacau

28 3 12
                                    

Kacau. Itulah yang Kala rasakan sekarang, rasanya ia menjadi orang paling bodoh di dunia ini.

Kala malah meninggalkan gadis itu di restoran, bahkan makanan yang dipesan belum datang, dia sudah pergi. Tenang, Kala sudah membayarnya, dia tidak se-brengsek itu untuk meninggalkan seorang gadis dengan tagihan restoran.

Tapi tetap saja tidak sepantasnya dia meninggalkan cewek itu sendirian, wajahnya yang kebingungan masih terbayang-bayang di pikirannya. Dia sudah meminta maaf berkali-kali. Perempuan itu baik, dia bilang tidak apa-apa.

"Maaf ya, ngerepotin malem-malem." Shula berjongkok di sebelah lelaki berjaket jeans itu.

Kala beranjak dari posisi jongkoknya, membersihkan noda di tangannya. "Lain kali kalo sepedanya rusak jangan dipaksa bawa."

Shula tersenyum simpul. "Maaf, tadi kepepet banget aku disuruh bunda beli minyak goreng, aku nggak merhatiin kalo sepedanya rusak."

Kala mengangguk, dia pikir Shula sedang dalam bahaya. Dengan bodohnya dia meninggalkan seorang gadis yang sedang di kencaninya untuk gadis satunya yang sedang kesulitan karena rantai sepedanya rusak.

Ia ingin marah. Jika ada yang bermasalah pada sepedanya, mengapa malah menghubunginya? Mengapa tidak pergi ke bengkel terdekat? Terlalu kalut pikiran Kala hingga ia menyalahkan keadaan. Tapi saat Shula memberinya pesan tadi, ia panik, sangat. Tidak tau apa alasannya dia harus khawatir saat Shula sedang kesusahan.

Salahnya juga yang malah bilang bahwa sedang tidak sibuk, padahal nyatanya ... Lupakan.

"Gue pulang dulu."

"Hati-hati, Kala. Makasih banyak, ya." Shula melambaikan tangannya sambil tersenyum tulus, matanya lurus menatap pujaan hatinya yang hendak menaiki motor.

Kala hanya mengangguk samar, lalu tancap gas dengan pikiran kemana-mana. Menyesali perbuatannya namun dia juga tidak menyesal telah membantu Shula. Dia pun bingung dengan sikapnya sendiri. Yang jelas semua sudah terlanjur, waktu tidak bisa diputar.

Jam menunjukkan pukul dua belas malam, Kala tidak bisa tidur, tentu saja, atas semua yang terjadi malam ini, mana mungkin dia bisa tidur dengan tenang.

Dia telah mematikan ponselnya beberapa saat setelah dia mengirim pesan permintaan maaf yang ke 6 kali, bahkan gadis itu belum sempat membalasnya. Dia ingin tidur tapi tidak bisa, padahal matanya sudah menyipit karena mengantuk.

Kala beranjak dari posisi rebahannya lalu duduk ditepi kasur. "Udah gila Kala!" Dia mengacak rambutnya.

Ia pergi ke kamar kakaknya untuk mengganggu dia tidur, walaupun tau akan kena marah nantinya, justru itu tujuannya, membuat Hendery kesal adalah kesenangan baginya.

"KAK, JANGAN DIKUNCI!" Ia menggedor pintu kamar Hendery, menunggu beberapa saat agar Sang empunya kamar membukakan pintu.

"Apa sih, Kala?" Hendery muncul dari balik pintu dengan muka bantal dan rambut acak-acakan sambil menggaruk perut.

"Ngapain sih dikunci?"

Hendery menguap lebar. "Ya suka suka gue lah, kamar kamar gue."

"Gue mau tidur disini."

"Buset kemasukan apa lo mau tidur bareng gue. Biasanya gue dianjing-anjing-in."

"Diem!"

Kala tiduran di kasur Hendery. Meraih remote dan menyalakan televisi.

"Iya Kala, iya. Anggap aja kamar sendiri," cibir Hendery seraya merebut guling yang ada di pelukan adiknya dan langsung tidur membelakangi dia.

"Gembel banget lo guling cuma punya satu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Doesn't Feel Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang