06. Mirip

49 10 23
                                    

Pagi harinya, Kalia kebingungan karena bangun pagi dengan keadaan hanya berdua dengan Kala. Biasanya Keenan membangunkannya untuk sarapan, tapi hari ini ia sudah pergi.

Kala biasanya terbangun karena suara berisik Hendery. Karena penasaran, ia pun mengecek kamar kakaknya tapi kamarnya kosong.

"Tumben tu anak siap-siap kuliah nggak heboh." cowok berbaju tidur itu turun tangga, menemukan Kalia yang nyawanya belum terkumpul, duduk di kursi makan.

"Padahal biasanya emang sepi, tapi sekarang sepinya beda." Kala menarik satu kursi untuk ia duduki.

Kalia mengangguk lemah karena masih mengantuk lalu menguap lebar. "Tumben Abang nggak bangunin sarapan, padahal sarapan udah siap." Kalia kebingungan.

Mereka mulai menyantap nasi goreng bikinan Keenan, nasi goreng bikinannya memiliki rasa yang khas, beda dari yang lain, jadi mereka tau bahwa itu buatan Keenan.

"Aku mau pergi, siapa dong yang anter? biasanya kan Abang."

"Sama aku lah. Kan aku udah bisa nyetir motor," ucap Kala.

"Nggak ah! Terakhir kali dibonceng nabrak odong-odong!"

Kala cemberut. "Tapi kemaren nganter Shula nggak kenapa-napa tuh!"

"Justru itu! Untung anak orang nggak kenapa-napa!"

"Udah baik nih mau nganter, malah nggak mau. Ya terserah!"

"Nggak jadi pergi aja lah! Alen aja yang aku suruh kesini."

"Udah kayak tukang pijet aja disuruh ke rumah," dengus Kala.

"Nggak usah ikut campur deh!" Kalia dongkol. Berdebat dengan Kala memang tidak akan ada habisnya.

Selesai sarapan, Kalia bersih-bersih ruang tamu karena Alen sudah setuju akan datang.

"KALA!" Kalia teriak penuh amarah. Ia berlari mengejar kembarannya sambil melayangkan sapu ditangannya.

Kala tertawa keras, ia sengaja menumpahkan remahan cemilan dari toples yang membuat kalia ngamuk karena lantainya sudah disapu.

"NGGAK KENAA!" Kala menjulurkan lidahnya.

"EHH! JANGAN NAIK-NAIK KASUR!" Kalia makin berapi-api.

"Turun!" Kalia menggapai baju belakang Kala dan menariknya kebelakang.

Kala terjengkang, kepalanya belakangnya bertabrakan langsung dengan ubin yang membuatnya mengaduh.

"Aduh!" rintih Kala kesakitan.

"Sakit banget sumpah! Untung aja nggak sampe ketemu Tuhan." Kala mengelus kepala belakangnya yang terasa nyeri habis mencium lantai.

"Lebay!"

"Kalo mau ketemu Tuhan, aku bisa bantu kok," lanjut Kalia sambil tersenyum manis yang dibuat-buat.

"Belum minat, sorry." Kala bangkit, mengelus bokongnya yang juga sakit sambil mengoceh.

"Belum minat soalnya kebanyakan dosa kan!" Kalia mendengus.

Kala berdecak.

"Nariknya nggak ngotak," keluh Kala kesakitan.

"Kamu yang nggak ada otak! Jadi berantakan lagi kan, dipikir nggak capek apa beres-beres!" omel Kalia.

Kala tidak menggubris kembarannya, ia malah berjalan santai keluar kamar Kalia. Memang dasarnya iseng ya begitu.

Kalia merapikan kembali seprainya, menaruh bantal dan guling ke tempat seharusnya dan menyapu ulang lantai ruang tamu yang bertabur remahan cemilan.

Awalnya ia mau Kala yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, tapi cowok itu sengaja pura-pura tidak dengar dengan cara memakai earphone dan memutar lagu keras-keras. Rasanya Kalia ingin membuang kembarannya ke selokan depan rumah.

Doesn't Feel Like HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang