🌹Bagian empat🌹

6 0 0
                                    

"Dengan keluarga bapak surya?"

"Sa-saya, saya anaknya dok, ayah saya.. ayah saya gimana dok? ayah baik baik aja kan dok? Ayah bakal sembuh kan dok?" Ka tari berdiri dengan panik menghampiri dokter. Aku menatap penuh harap menunggu kabar keadaan ayah.

"Maaf kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tuhan berkehendak lain.. Bapak surya telah meninggal dunia."

Ya allah

"Dokter bohong! ayah ga mungkin pergi dok. Ga mungkin!" Ka tari berteriak histeris

Tubuhku luruh mendengar pernyataan itu

"Ngga. Ga mungkin!" Teriak ka tari sebelum tubuhnya luruh

Dengan sigap dokter menangkap tubuh ka tari yg jatuh pingsan di depannya

Aku bangkit. "ka tari!"

"Ka bangun ka..! ka tari!"

"tekanan darahnya rendah, sus cepat bawa dia ke ruang rawat."

Perawat pria mengangkat tubuh ka tari.

Aku menangis pilu. Dokter dan para perawat berjalan cepat membawa ka tari, usapan di kedua bahuku membuatku menoleh ke belakang dan memeluk ibu yg sudah membantuku ke sini.  "Ibu turut berduka nak, yang tabah ya sayang. Kamu kuat nak kamu pasti kuat." Ia mengusap punggungku.

"Ayah..hiks, ayah udah pergi ya.. hiks. Ayah ninggalin bunga.. hiks."

"Yang tabah ya nak.. kamu harus ikhlasin ayah kamu, biarkan ayah kamu tenang di sana."

"Aku udah ga punya siapa siapa lagi.. ayah udah pergi kayak ibu."

"Sst.. kamu masih punya sodara sayang. Kaka kamu masih ada buat kamu."

"Ngga bu. Ka tari pasti benci  banget sama bunga. Ayah pergi karna nyelamatin bunga, ka tari pasti ga akan maafin bunga.. hiks."

🌹🌹🌹

Ga ada yang lebih pedih dari ditinggal pergi untuk selamanya sama orang tua sendiri, Aku sudah ga punya siapa siapa lagi bahkan Ka tari benar-benar membenciku.

 ka tari ga ingin walau sekedar melihat wajahku.

Sudah seminggu ini ayah tiada. Kepergian ayah menyisakan duka yang amat mendalam bagiku dan ka tari.

Ka tari selalu di kamarnya, setiap kali aku mendekat ke kamar ka tari, hanya ada suara tangisnya yg memilukan. Aku tau ka tari sangat membenciku tapi akupun merasakan kehilangan sosok ayah sama seperti dia.

Aku hanya bisa bersender di pintu kamar ka tari, mendengar tangis ka tari membuatku hanyut mengingat kebersamaan bersama ayah.
"Tuhan.. kenapa bukan bunga? kenapa harus ayah..hiks..hiks"

🌹🌹🌹

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, Sebentar."

Aku membuka pintu rumah
"Ada apa ya pak?" Tanyaku pada bapak rt di kampungku

"Boleh bapak sama ibu masuk nak bunga?"

"Iya pak silahkan." Aku memberikan akses jalan untuk pak rt dan istrinya masuk dan duduk. Aku meminta izin untuk mengambil minum ke dapur pada mereka.

"Di minum dulu pak ibu."

"Iya nak terimakasih.."

"hm, kaka kamu dimana nak?" Ujar bu merta istri pak rt

"Ada bu di kamar, Tapi.." aku bingung ka tari kalo aku suruh keluar pun pasti nolak. Ka tari ke luar kamar hanya keluar untuk ke kamar mandi, kalo makan pun aku selalu menaruhnya di depan pintu kamarnya. Ka tari masih benci aku.

"Yasudah, Ini makanan untuk kalian ya." Ujar bu merta. Aku mengucapkan terimakasih pada mereka, setelah kepergian ayah, mereka yg selalu memberikan makanan untuk aku dan ka tari. Mereka sangat baik, Semoga mereka selalu di berikan kesehatan.

"Nak bunga."

"Iya pak?" Aku liat pak rt dan istrinya saling beradu pandang sebelum kembali melihatku dengan tersenyum

"Bapak tidak melihat keluarga dari ibumu nak. Apa kamu tau alamat mereka?"

Aku menunduk menggeleng pelan, tanganku sudah terkepal. Aku tau dari ka tari kalo orang tua dari ibu tidak menganggap aku dan ka tari sebagai cucu karna dulu ibu meninggal setelah melahirkan aku, keluarga ibu kecewa dan marah, mereka menyalahkan ayah dan membenci aku. keluarga ibu seolah tidak pernah menganggap kami ada, mereka tidak peduli lagi. Sedangkan keluarga ayah, ayah itu anak tunggal dan kedua orangtua ayah sudah meninggal.

🌹🌹🌹

Aku masih ingat waktu tante reina yg membantuku ke rumah sakit itu ikut ke rumah untuk melawat, saat itu para rentenir yg tidak mempunyai empati menerobos masuk menghancurkan barang-barang di rumah, mereka menagih hutang untuk segera dibayarkan.

"Surya..!"

Brak

Bruk

Brak

"Lunasin hutang lo surya!"

Pak rt yang ikut melawat berusaha untuk menghentikan kelakuan para rentenir yg merusak segala benda di luar rumah

Aku mengikuti ka tari yang berlari ke luar

"Maaf pak. Tolong jangan ribut, di sini sedang berkabung. Dan bapak surya sudah meninggal dunia pak. Saya mohon pengertian dari bapak semua."

"Gua ga peduli mau si surya udah mati pun, yang pasti gue mau tagih hutang dia yg harus di bayar."

"Masalah hutang nanti bisa kita bicara kan lagi pak secara baik baik pak. Sekarang saya minta bapak pergi dulu."

"Alah.. sini lo!"

Semua orng terkejut melihat rentenir itu menarik paksa ka tari. Mengancam akan membawa ka tari.

"Lepasin!" Ka tari berteriak dengan menangis tersedu

"Ka tari!" Aku hendak berlari untuk mendekat pada ka tari namun tante reina di sampingku menahan tanganku.

Tante reina menyembunyikan aku di belakang punggungnya. "Berapa hutang pak surya pada kalian?" Pertanyaan itu terlontar dari bibir bu reina. Aku tak melihat wajahnya karna posisiku di belakang bu reina namun dapat ku dengar suaranya tegas menggema

Para rentenir menyebut belasan juta hutang ayah

Seperti pahlawan yg dikirim tuhan untuk ku dan ka tari bu reina mengeluarkan kertas cek, menuliskan nominal yg sama dengan disebutkan rentenir itu. Bu reina berjalan mendekati para rentenir yg terdiam

Bu reina memegang tangan ka tari dan memberi kertas cek dengan tangan kirinya. Rentenir itu tersenyum dan melepaskan ka tari
"Oh oke, Gini dong dari tadi! Kalian ayo cabut!"

Para rentenir itu pergi membuat semua orang bernapas lega.

BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang