🌹Bagian lima🌹

4 0 0
                                    


Sepasang suami istri bertamu ke rumah dan mengaku sebagai om dan tante ku dan ka tari. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan di kepalaku, kenapa mereka ke sini? Maksudku, untuk apa? Yang ku dengar dari ka tari bukannya mereka itu sudah tidak menganggap keberadaan kami. Lalu, ada apa mereka sekarang ada di sini. Semua ini cukup mengejutkan bagiku.

"Apa benar ibu bapak adalah keluarga dari ibu alm ibu sukma? Istri dari alm bapak surya?" Pertanyaan itu terlontar dari pak ilham selaku rt di sini.

Aku mengamati wajah pria yg mengaku sebagai om ku ini. Aku tidak mengenal mereka siapa karna dari aku kecil tidak pernah bertemu dengan keluarga dari ibuku. Tapi dapat ku lihat ada kemiripan dari wajah pria yg sedang duduk di depan ku ini dengan wajah ibu yg ku lihat di bingkai poto di kamar ayah.

Pak rt dan istrinya beserta mereka yg mengaku om dan tanteku tengang berbincang di ruang tamu. Di sini juga ada ka tari yang duduk dengan muka datarnya.

"Benar pak, Perkenalkan Saya samuel adik dari ka sukma dan ini istri saya karin."

Aku melihat mereka berjabatan tangan. "Saya ilham, rt kampung sini. ini istri saya marta."

Pak rt mellihat kepada ku dan ka tari
"Nak tari, apa benar mereka keluarga dari ibumu nak?" Pertanyaan itu terlontar dan aku melirik kepada ka tari dengan penasaran.

ka tari yg mengangguk menatap kosong pada pak rt. "Iya,Itu om samuel. om sam adiknya ibu."

Pandanganku beralih melihat pak rt dan istrinya yg tersenyum

"Baiklah.. mohon maaf sebelumnya saya sempat mengira mereka tidak memiliki keluarga selain ayah dan ibunya. saat tidak ada dari pihak keluarga ibu sukma datang waktu bapak surya meninggal. Tadinya saya dan istri saya berniat untuk merawat mereka tapi saya senang kalo masih ada dari pihak keluarga yg berniat baik merawat mereka."

Aku terkejut mendengar penuturan pak ilham. Yang aku tau memang pak ilham dan istrinya itu belum dikaruniai anak, tapi senyumku tak dapat ku sembunyikan mendengar niat baik dari mereka. Jujur aku sangat senang, mereka itu baik dan penyayang. Itu dapat ku rasakan dari perhatian yg mereka tunjukkan beberapa hari ke belakang.

Om ilham tersenyum menanggapi perkataan pak ilham. "sebenarnya beberapa tahun ini kami pindah ke luar amerika dan saat mendengar alm surya wafat kami ingin sekali segera datang namum ada kendala di sana yg mengharuskan kami untuk menunda keberangkatan ke sini. Seperti yg bapak tau bahwa tidak ada lagi dari pihak dari keluarga surya jadi kami berniat untuk merawat dan membiayai pendidikan mereka nanti." Ujar om sam.

"Saya sangat senang mendengarnya kalo begitu.." pak ilham melihat ke arah kami. "Nak bunga, nak tari, kalian ikut tinggal sama mereka gapapa nak?"

Aku melihat ka tari yang mengiyakan akupun dan aku ikut menganggukkan kepala menyetujui. Sebenarnya aku tidak yakin namun bila ka tari sudah mengiyakan bagaimana aku bisa menolak. Ka tari satu satunya saudaraku dan aku tidak ingin jauh darinya.

"Kalo begitu saya izin untuk membawa mereka pak ilham?" Ujar om sam

"Iya silahkan." Semuanya berdiri dan aku melihat istrinya om sam memeluk ka tari kemudian merangkul bahunya. om sam memegang tanganku dan menariku berjalan keluar rumah diikuti yg lainnya.

Tanganku dipegang sangat erat oleh om sam. Mataku mendelik tajam melihat wajahnya yg tersenyum aneh. Dia seperti tokoh jahat yg menyeringai misterius. Aku melihat ke belakang di mana pak rt dan istrinya melambaikan tangan dengan tersenyum lebar.

Aku merasa keanehan dari sikap om sam. melihat ka tari yg hanya diam di rangkul masuk ke mobil membuatku urung untuk berbalik arah untuk kembali ke bu marta dan pak ilham.

Mobil melaju dan keanehan semakin bertambah saat mendengar pembicaraan om sam dan istrinya.

"Sayang, kita ga mungkin bawa mereka ke rumah kita kan?"

Aku melotot mendengar tante karen bicara, rupanya hal sama di rasakan ka tari, ka tari melirik ke arahku kemudian menatap om sam yg tengah menyetir.

"Sementara waktu saja sayang. Sampai rumah itu terjual, kamu tenang sa-"

"Apa maksud om?!" Ka tari berbicara melihat tajam pada kedua orang di depannya.

Tante karen berdecak melihat ke arah ka tari dengan malas, tak lama seringaian muncul di bibir tante karin, Aku melihat curiga ke arahnya. Sudah ku duga dari tingkah mereka yang sejak tadi sangat mencurigakan.

"Aku setuju sama kamu sayang. Mereka tinggal di rumah kita. Tapi sementara aja ya."

"Apa ini om? Om ga berhak! itu rumah ibu, berarti rumah kami juga! Om ga berhak buat jual rumah kami om!" Tegas ka tari

"Tau apa kamu heh!"

"Om kira tari ga ngerti hah! Yg dimaksud om itu rumah kami kan..!" Ka tari memajukkan badannya hingga tangannya mencengkram lengan om samuel. "Om pasti mau jual rumah kami kan! Cepet turunin tari om! Tari mau kembali ke rumah ibu, tari ga mau ikut sama om!" Ka tari terus mengguncang tangan om sam.

"Om berhak atas rumah itu, karna om adik ibu kalian!"

"Om kira aku bodoh hah! Om ga berhak. tari yang berhak atas rumah itu karna tari anak ibu!" Bentaknya

"Aish.." Om sam menghentikan mobil secara mendadak. Kepalaku bahkan terbentur pada sandaran kursi om sam. Aku mendelik tajam melihat om sam mengambil pisau dari dalam jasnya. Om sam mengarahkan pisau tajam itu ke arah ka tari. "Jangan pernah mengajariku mengenai hak! Lebih baik Diam atau, kamu ingin saya bunuh kamu Hm?"

"Jangan..!" Aku menangis berteriak, memeluk ka tari. Biarlah pisau itu menggores bahuku, aku ingin melindungi ka tari.

"..bunga mohon jangan sakitin ka tari om. Jangan.. hiks. jangan sakitin ka tari.."

Dalam pelukanku badan ka tari menegang, dia pasti sangat terkejut atas tindakan om sam, aku tau itu.

"Ck, lihatlah sayang. anak yg sudah membuat kaka ku meninggal kini ada di depanku. ah sungguh menyebalkan aku harus menampungnya, rasanya tak akan sanggup melihatnya ada di rumahku nanti." Suara om sam terdengar dan saat itu pula ka tari mendorong ku menjauh.

Aku termangu, ka tari menangis membuang muka menutup wajahnya dengan tangan.

Aku ingat ka tari masih membenciku, aku penyebab semuanya. Ibu meninggal karna melahirkan aku dan ayah pun pergi karna menyelamatkan aku.

Ini semua karna aku.

Aku penyebab orangtuaku meninggal.

"Ka.." lirihku

Mataku terpejam merasakan sesak di dadaku. Mengingat itu semua Tubuhku kembali gemetar hebat, aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Tangisku pecah.

BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang