🌹Bagian enam🌹

8 0 0
                                    

Sejenak Aku berdiri memperhatikan keadaan di kamar, bukan, lebih tepatnya gudang yang sudah aku bersihkan. Seharian ini aku di bantu ka tari, kita membersihkan gudang yang tante karin tunjuk sebagai tempat tidur kita selagi kita numpang di rumahnya.

Badanku pegal sekali rasanya untuk berdiri pun aku terbongkok-bongkok, tak heran aku begini karna tadi aku harus mmendorong barang barang dan mengangkatnya serta menyapu dengan keadaan sapu yang sudah pendek sehingga membuatku menyapu dengan berjongkok belum lagi aku mengepel tidak menggunakan kain pel melainkan dengan menjadikan salah satu baju yg ada di gudang ini sebagai alat mengepel. Dari tadi kegiatanku tak jauh dari berjongkok ya pantas saja saat berdiri pinggang dan bokongku terasa sakit dan pegal.

Mendengar Ka tari meringis memijat pinggang. Aku menoleh melihatnya, keningnya sudah dipenuhi keringat bajunya pun terlihat basah, pasti dia kecapean, kasian. Namun melihat keadaanku yang tak jauh sama seperti ka tari membuatku terkikik geli dan karna itu aku mendapat pelototan darinya.

Ka tari pasti mengira aku aneh karna tertawa dengan keadaan seperti ini. Mungkin ka tari berpikir harusnya aku mengeluh kelelahan bukan terkekeh seperti orang gila.

"Aku mandi duluan," ujar ka tari kemudian berdiri, dia berjalan mengambil handuk dan pakaiannya dari tas. Tadi Sewaktu kita merapihkan gudang tante karin kemari mengantarkan paket tas untuk kami yang berisikan pakaian dan keperluan lainnya yang dikirim bu marta. "Aku pinjam botol sampo kamu." Aku tersenyum melihat ka tari yg menggoyangkan botol sampo ke udara dengan badannya yg membelakangiku.

"Iya ka pakai aja!" Sahutku. Menggigit bibir bawahku menahan tawa. Ego ka tari itu gede, padahal bilang aja mau minta sampo pake bilang pinjem segala hihi..

Selesai mandi aku merebahkan badanku di samping ka tari. Tidur dengan beralaskan tikar dan beberapa pakaian yg ia tumpukkan sebagai bantal tidur, ka tari terlihat sudah lelap dalam tidurnya. Aku ikut mengambil pakaian di tas dan menumpuk tiga baju sebagai pengganti bantal.

Baru saja mataku tertutup rasanya namun ternyata hari sudah menjelang subuh. Aku Melihat ka tari yang sedang melaksanakan ibadah di ujung sana.
"Huh.. telat bangun gue. Coba aja gue agak cepet bangunnya, kan kita bisa berjamaahan. Ka tari kenapa-- juga ga bangunin gue sih." omelku. Aku menatap layar ponselku kemudian berlari kecil ke kamar mandi dan keluar lagi dengan keadaan sudah mengambil wudhu.

Ka tari melirikku sekilas sebelum kembali lagi mengaji. Jarang sekali aku melihatnya seperti itu, biasanya cuman dengar suaranya dari balik tembok kamarnya saja semasa di rumah ayah.

Baru saja aku mengucap salam menyelesaikan sholat namun suara ketukan pintu terdengar dengan suara pekikan keras menyebutkan namaku dan ka tari.

Aku menoleh pada ka tari dia pun sama melirikku. "Biar aku yg bukain." Ujar ka tari. Dia bangkit

Aku ikut berjalan di belakang ka tari setelah membuka mukena. Suara tante karin semakin memekakan telingaku, saat pintu sudah terbuka, munculah wajah galaknya dengan tangan yg sudah bersilang di dada.

"Kenapa tan?" Ujarku pelan tapi dibalas bentakkan olehnya

"Kenapa, kenapa! Cepet ke dapur, buat sarapan untuj saya, terus nanti jangan lupa bersihin rumah juga!"

Muka ka tari sudah tak bersahabat giginya bergemelatuk. "Kita bukan pembantu tan!" Ka tari hendak menutup pintu namun karin mendorong pintu kencang.

"Hei! Kalian itu numpang ya di sini, jangan manja maunya di kamar terus ga bantu-bantu, keluar masak, bersihin rumah tante bilang! Pendengaran kalian masih berfungsi bukan?!"

Ka tari memutar matanya malas. Aku mencoba untuk meleraikan, pagi pagi masa mau ribut aja.
"Udah ka kita turutin aja ya."

Ka tari berdecak memalingkan wajah. Karin tersenyum sinis sebelum berjalan membelakangi kami, dia menyuruh kita mengikutinya. Tanpa kata kami pun mengikuti dia yg berjalan mengarah ke dapur.

BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang