🌹Bagian sepuluh🌹

9 0 0
                                    

Om erick bilang akan mengambil tas ku yang masih berada di rumah tante karin. Aku sempat bercerita bahwa tante karin dan om samuel pernah berjanji pada pak ilham dan bu marta akan menyekolahkanku sehingga beberapa hari setelah aku tinggal di rumah tante karin, pak ilham dan bu marta, mereka ternyata menguruskan surat pindah sekolahku dan ka tari, aku sudah menerima surat itu, tapi karna di saat itu aku tau bahwa tante karin dan om samuel hanya berbohong, mereka tidak akan mungkin menepati janjinya untuk membiayai sekolah kami jadi Aku menyimpan surat itu di tas pakaianku.

Sebenarnya aku ingin sekali kembali ke sekolah lamaku. namun aku tidak ingin terlalu banyak maunya kemudian jadi menyusahkan om erick, dan lagi pun sekolah itu jaraknya sangat jauh dari rumah om erick.

Akhirnya aku tidak menuruti egoku, aku lebih memilih untuk menuruti perkataan om erick yang akan mendaftarkan ku sekolah di dekat sini.

tuhan sangat baik dengan mengantarkan sosok om erick padaku.

Oh iya, Aku jadi teringat dengan perkataan om erick yang waktu itu sempat memberitahuku kalo dia mempunyai seorang adik cowok. Hm adiknya itu sangat beruntung punya kakak seperti om erick, pasti mereka sangat akur dan saling menyayangi.

Aku jadi teringat ka mentari. Sekarang di mana ya dia, keadaannya gimana, apa aku tanya saja pada om erick ya, apa dia pernah melihat tante karin membawa ka mentari ke klub atau tidak.

Ya, aku akan tanya saat om erick pulang nanti.

"Kau tengah melamun ya rupanya. Pantas saja saya panggil tidak ada yang menjawab."

Om erick tiba-tiba berada di samping kananku, badannya tadi ia condongkan menaruh beberapa kantong plastik di meja tepat di depanku. Aku menoleh pada om erick.

"Kenapa? Kaget ya?." Ujarnya.

"Hum, iya. Maaf ya om bunga tadi ga jawab waktu om panggil, bunga ga tau kenapa tadi sampe ga denger suara om."

"Tidak apa. Kamu melamun kan apa memangnya, mikirin pacar ya?"

Om erick terduduk di sofa bersebelahan denganku, tangannya tengah sibuk mengeluarkan beberapa bungkusan kertas nasi. Dari wanginya seperti sate.

Eh iya katanya Pacar ya? Kenapa om erick bisa bilang ke gitu sih, mana ada pacar, aku luluhin hati kaka sendiri saja susah, gimana mau luluhin hati cowok haha.

"Tadi saya beli ini saat pulang dari rumah karin. Dimakan ya kalo suka." Om erick membuka bungkusan kertas nasi, wah sate dengan bumbu kacangnya yang melimpah kini terlihat sudah.

"Makasih ya om. Bunga suka sate ko."

"Tadi saya liat kakek yang jual ini kasian, jadi saya beli saja."

Tanganku sudah mengambil satu tusuk sate dan memakannya.

"Begitu om? om beli sate banyak banget, mau pake nasi nya ga om? Nanti biar bunga ambilkan." Ujarku. Mulut om erick masih penuh itu sibuk mengunyah tapi wajahnya sudah menatapku, dia terlihat terburu menelan makanannya.

"Boleh tuh. Tolong ambilkan ya, tapi jangan banyak-banyak."

"Siap laksanakan ndan."

"Kamu ini. Saya bukan abdi negara ko dipanggil ndan."

"Hehe iya gapapa deh."

Om erick sih bilang Katanya jangan ambil banyak-banyak tapi ko sekarang malah minta nambah terus nasinya.

"Ambilkan lagi dong nasinya." Ujarnya. Ini sudah ke-3 kalinya om erick minta nambah.

Aku mengambilkannya lagi nasi sepiring. "Om banyak juga ya makannya. Ga kayak biasanya, om lagi ga diet ya?" Ujarku. Aku menyodorkan piring yang sudah ku isi lagi dengan nasi.

BungaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang