Hari yang ditunggu Brigitta akhirnya tiba, dia mendapatkan pesan dari Erwin untuk datang dengan baju berwarna hitam. Padahal dia sangat suka warna secerah putih. Tapi Brigitta ikut saja, dia menggunakan baju hitam dan mengikat satu rambutnya.
"Bu, Bri pergi sama Win ya." Ucap Brigitta saat melewati ibunya yang sedang membaca buku.
"Bisa kamu kemari sebentar." Panggil Gawina, Brigitta meletakkan tasnya di sofa, kemudian duduk di samping Ibunya.
"Ada apa Bu?"
Gawina menunjukkan senyumnya, membuat Brigitta bertanya-tanya, apa yang ingin dibicarakan Ibunya sampai tersenyum cerah seperti sekarang.
"Bri, Ibu pernah bilang tidak akan menikah lagi, benar?" Brigitta mengangguk. "Tapi Ibu ingin minta izin untuk mencoba mencintai seseorang, namanya Josandi Waryadi."
"Itu nama Om-nya Erwin ya?"
"Benar, kamu sudah semuanya?" Tanya Gawina, berharap ingatan putrinya sudah benar-benar kembali.
"Belum, Bri tahu om Josandi karena akhir-akhir ini Win mengeluh soal om-nya itu."
Brigitta melihat Ibunya menghela nafas. Dia meraih tangan Gawina lalu mengusapnya perlahan. Sudah berbulan-bulan dia keluar dari rumah sakit, tapi perkembangan ingatannya sangat lamban. Itu pasti menjadi beban pikiran Gawina.
"Coba Ibu tanya pada anak Ibu yang lain, tidak adil jika Ibu hanya bertanya padaku yang kondisinya hilang ingatan."
"Akan Ibu coba, kamu bisa pergi sekarang, hati-hati dijalan." Ucap Gawina sambil melepas tangan Brigitta.
Brigitta mengambil tasnya lalu keluar dari rumah, sebuah mobil hitam sudah terparkir menunggu Brigitta. Erwin mempekerjakan supir untuk mengantar Brigitta kemanapun dengan mobilnya.
Setelah Brigitta masuk ke dalam mobil, kecepatan mobil itu bertahap naik dan mempertahankan kecepatan dinamisnya. Brigitta memperhatikan jalanan kota yang mulai macet, jaket hijau khas ojek daring terlihat dimana-mana, gedung-gedung tinggi berdiri dengan sombongnya. Brigitta semakin penasaran, perusahaan seperti apa yang dimiliki Erwin.
Sekitar satu jam perjalanan, sopir memberhentikan mobilnya di parkiran sebuah gedung. Erwin yang sudah menunggu, membukakan pintu untuk Brigitta, dia memakai setelan jas lengkap berwarna biru. Brigitta turun dan melihat dengan jelas gedung yang tinggi 10 lantai itu.
"Selamat datang di PolandTV." Erwin menunjukkan gedung perusahaannya.
"Wow... gedung yang indah." Puji Brigitta.
"Ayo, aku jelaskan sambil berkeliling."
Erwin menggandeng tangan Brigitta dan membawa Brigitta masuk ke gedung dengan arsitektur modern itu. Tidak Brigitta kira, statiun televisi yang selalu dia lihat adalah milik Erwin.
"Dulu perusahaan ini milik kakekku, dia sangat gila kerja, sampai suatu hari dia memilih untuk mewariskan perusahaan ini lebih cepat dari kematiannya." Erwin menjelaskan secara singkat tentang statiun TV bertaraf internasional itu
"Aku turut berdukacita."
Erwin berhenti berpikir sejenak, kemudian meluruskan kesalahpahaman yang ditangkap Brigitta,
"Kakekku belum mati, dia masih sehat, dia masih bisa berenang, angkat beban, berlari, sesehat itu."
"Sungguh?"
Erwin mengangguk dengan mantap, Brigitta terlihat benar-benar terpukau dengan semua yang dimiliki Erwin. Keluarga yang utuh, perusahaan yang maju, saudara yang berprestasi, benar-benar keluarga impian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Keluarga Mahendra Ali Saka
Romance*Baca 6 cerita sebelumnya dulu ya.* Semua keluarga memiliki masalahnya sendiri, tapi tidak semua masalah harus di selesaikan bersama keluarga. Start writing : 10 Juni 2021