Dari semua pelajaran yang ada di sekolah, Salsa paling benci dengan Sosiologi. Jika Biologi karena membosankan dan monoton, maka Sosiologi benar-benar membuat gadis itu merasa muak dengan segala tugasnya yang tak jauh dari makalah. Padahal ia berharap mendapat ekonomi sebagai pelajaran lintas jurusan, tetapi kenyataannya tidak semudah itu.
Contohnya saja seperti saat ini, ia terdampar di salah satu panti asuhan yang berada di pinggiran kota Bandung. Beruntung tugasnya bersifat kelompok, jadi Salsa tidak terlalu pusing karena harus mencairkan suasana. Terbiasa sendiri dan jarang bergaul membuatnya sedikit kaku di hadapan orang baru.
Mereka ditugaskan untuk bersosialisasi dengan anak-anak panti dan melihat ketimpangan sosial apa saja yang terjadi di lingkungan tersebut. Sebenarnya tugas ini baru diberikan tadi, waktu untuk mengumpulkan pun masih seminggu. Namun, baik Salsa dan Anjani ingin segera menyelesaikannya.
"Jadi, Bu, hanya sepuluh anak yang bersekolah?" tanya Anjani.
Sesi wawancara ini sudah berlangsung sekitar sepuluh menit, Salsa juga mendapat sedikit benang merahnya. Ia bertugas sebagai notulen, sementara Anjani yang bertanya kepada ibu panti.
"Iya, Nak. Kami tidak mampu menyekolahkan mereka karena keterbatasan biaya. Pihak panti juga memberitahukan hal ini, jadi tergantung siapa yang mau sekolah atau tidak," jawab Bu Arini selaku pengelola panti asuhan Kasih Bunda itu.
Tangan Salsa dengan cepat mencatat jawaban tersebut, gadis itu tersenyum miris dengan kenyataan ini karena dirinya termasuk ketimpangan tersebut. Ia bersekolah, les offline, dan les online dengan ogah-ogahan jika tidak karena orang tuanya, tetapi di sini banyak anak yang mengharapkan sekolah tapi terhalang biaya.
Mustahil jika mereka tidak ada keinginan sekolah, apalagi bangunan tempat menuntut ilmu itu hanya berjarak 300 meter dari sini. Sedikit banyak pasti ada anak yang lewat untuk pergi dan pulang sekolah di depan panti, sementara mereka hanya bisa memendam keirian.
"Kisaran umur mereka berapa, ya, Bu?" tanya Salsa. Ia juga tak mungkin hanya terus bungkam, sesekali juga ikut menanyakan beberapa hal untuk membantu Anjani.
Arini tidak langsung menjawab, wanita yang kelihatannya lebih tua daripada Safira itu mengerutkan dahi dengan mata yang mengerjap beberapa kali, lalu menjawab, "Enam orang umurnya sekitar tiga belas sampai tujuh belas tahun, lima belas orang kisaran enam hingga dua belas tahun, tiga orang berumur empat sampai lima, lima balita, dan dua bayi yang berada di panti saat ini."
"Dari 21 yang memasuki usia wajib belajar, ada berapa yang bersekolah, Bu?"
"Ada 15, Nak. Lima di antara mereka mendapat beasiswa. Pihak panti memang mengutamakan untuk pendidikan sekolah dasar, jadi yang sudah masuk SMP atau SMA harus cari beasiswa. Kalau tidak, mereka tidak bisa lanjut," ungkap Arini dengan mata berkaca-kaca. Terlihat sekali jika wanita itu ingin menyekolahkan semuanya, tetapi tidak bisa terwujudkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things [END]
Teen FictionKata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak adalah investasi. Kata orang, anak harus membalas jasa orang tua yang merawatnya dari kecil. Kisah ini hanya dari gadis biasa yang ingin hidu...