Suhu AC yang menunjukkan suhu 15 derajat tidak membuat gadis yang berada di dalam ruangan itu kedinginan, keringat dingin tetap mengalir di sekujur tubuhnya. Ia melihat layar laptop yang menyala menampilkan sebuah website, banyak harapan bertumpu di sana. Jemarinya mengklik tanda masuk dengan mata terpejam, Salsa belum siap melihat hasilnya.
Sebelah matanya diangkat perlahan untuk mengintip, tangannya menekan tanda panah bawah agar layar bergulir. Gadis itu menghela napas kecewa, bahunya turun merosot saat di layar menampilkan warna merah. Air matanya mengalir deras, napas Salsa tersendat-sendat saat sesegukan.
"Kenapa gak lolos SNMPTN? Aku selalu dapat juara satu, nilai aku juga termasuk tertinggi di sekolah," lirih gadis itu dengan tangan tak henti bergerak menghapus air mata yang terus mengalir.
Gadis itu berharap mendapat tanda hijau dan lolos fakultas kedokteran, setidaknya dengan begitu Safira dan Bram tidak lagi memarahinya. Salsa merasa tak ada yang salah, semua nilainya dari masuk SMA sampai semester lalu tetap stabil dan semakin meningkat. Namun, tetap saja ia tidak lolos masuk kedokteran.
Mengingat bagaimana Safira terus menyuruhnya masuk kedokteran dan mengikuti jejak Rachel, Salsa tidak bisa membayangkan reaksi mamanya jika mengetahui hal ini. "Pasti mama dan papa kecewa lagi sama aku. Emang, ya, aku gak berguna jadi anak. Buat membanggakan mereka aja gak bisa, apalagi kalau diandelin. Gak berguna kamu, Salsa!" maki gadis itu.
Baru kali ini ia kecewa dengan dirinya sendiri, Salsa merasa semua usaha yang dilakukan sia-sia. Gadis itu berjalan ke arah tempat tidur dan menangis sejadi-jadinya di sana, bantal guling menjadi pelampiasan atas kemarahannya.
Teriakan dari lantai bawah membuat pergeraka Salsa yang masih memukul bantal langsung terhenti, napasnya tertahan saat tahu itu suara Safira. Apalagi ketika mendengar deru suara mobil yang sangat dikenali, riwayatnya benar-benar tamat sekarang. Kedua orang tuanya rela pulang lebih cepat daripada biasa hanya untuk mendengar hasil pengumuman SNMPTN milik Salsa.
"Salsa!" teriak Safira.
Sebelum turun, gadis itu memantapkan hati agar tidak mudah menangis di depan kedua orang tuanya. Salsa sepenuhnya menyalahkan diri sendiri, baik Safira maupun Bram sudah mengusahakan memberi pendidikan yang terbaik untuknya. Hanya saja, ia yang tak memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik.
"Ya, ini salah aku. Kalau mama dan papa marah itu wajar, mereka udah ngeluarin banyak uang tapi malah dikecewain."
Walaupun sudah berkali-kali merapalkan agar tetap tenang, langkah kaki Salsa tetap saja melambat karena takut dimarahi. Wajah Safira yang berseri-seri menyambutnya ketika menginjakkan kaki di anak tangga paling bawah, bahkan Bram menunjukkan senyuman yang jarang diperlihatkan. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, ia tidak mau mengecewakan keduanya.
Beberapa kali pun memantapkan hati, tetap saja ia lemah menahan semua ini sendirian. Salsa memeluk Safira, lalu mengatakan, "Aku gagal, Ma." Suaranya sangat lirih, tetapi masih bisa didengar oleh dua orang yang berada di sana.
Detik itu pula, Safira mendorong tubuh Salsa hingga menjauh darinya. "Gak becus kamu! Mama kecewa sama kamu, Salsa!" teriak wanita yang masih memakai kemeja putih dilengkapi jas putih kebanggaannya.
"Jangan bilang-bilang ini ke orang lain! Cukup kita aja yang tahu. Papa bakal daftarin kamu ke kampus yang papa ajar dan tetap masuk kedokteran, bilang aja kamu sengaja ambil di sana dan lolos SNMPTN," ancam Bram sebelum kembali pergi dengan membawa Safira bersamanya.
Air mata yang ditahannya langsung menetes deras, ia jatuh terduduk di tangga. Kedua tangan Salsa menutup mata, raut wajah kekecewaan yang diperlihatkan Safira dan Bram tadi benar-benar membekas di hatinya.
"Maaf aku ngecewain kalian lagi," gumam Salsa sebelum pendangannya mulai menghitam dan hilang kesadaran.
❤❤❤
Sejak sadar dua jam yang lalu, Salsa langsung membersihkan diri dan mengompres matanya agar tidak membengkak. Ia juga menyempatkan diri memasak mi instan untuk mengisi perut yang kosong sejak tadi siang, kedua orang tuanya belum pulang sehingga gadis itu bebas melakukan apa pun.
Hatinya sempat tergerak untuk menceritakan hal ini kepada Rey, tetapi mengingat ancaman yang Bram layangkan tadi ia langsung mengurungkan niat. Selain hal tersebut, Salsa juga tak mau Rey mendapat masalah lagi dari papanya.
"Sal, kamu kuat!" gumam Salsa menyemangati dirinya saat mendengar suara mobil Bram yang memasuki pekarangan rumah.
"Sal!" teriak Safira dari ruang tamu.
Tak mau membuat kedua orang tuanya menunggu, Salsa segera keluar dari dapur dan menuju ruang keluarga. Ia tahu mereka menunggu di sana, beruntung bekas makannya tadi sudah dicuci dan langsung dilap agar tidak terlihat bekas pakai.
"Papa udah daftarin kamu, kali ini jangan buat papa kecewa lagi, Salsa!" seru Bram.
Pria itu langsung berlalu memasuki kamarnya yang berada tepat di depan ruang keluarga, kini tinggal Safira yang masih duduk di depan Salsa. Raut wajah datar yang diperlihatakan membuat jantungnya berdegup keras, bahkan ia tak berani mengangkat kepala sekadar melihat mamanya.
"Mama gak habis pikir, ya, sama kamu. Kurang apa lagi, ha? Les udah, sekolah yang terbaik, buku dibeliin. Tapi tetap aja kamu gak bisa buat mama bangga," ucap Safira.
Salsa hanya terdiam, dalam hatinya membenarkan perkataan Safira. Sekali lagi, ia menyalahkan dirinya karena tidak becus dan hanya bisa membuat orang lain kecewa.
"Tadi mama sama papa datang ke kampus dan daftarin kamu lewat temen papa, dia bilang kamu tetap bisa masuk ke dokteran dan gak perlu ikut SBMPTN. Mama juga gak mau kamu ikut SBMPTN dan denger kalau hasilnya gagal lagi. Kamu itu bodoh, Salsa. Jangankan buat ngerjain semuanya, sepuluh soal SBMPTN aja mama gak yakin kamu bisa," murka Safira dengan wajah merah padam, "kali ini kamu gak boleh gagal lagi, semua nilai harus murni dapat tertinggi bukan karena bantuan dosen atau sogokan. Kamu harus mandiri dan lulus dalam waktu sesingkat-singkatnya. Koas kamu wajib satu tahun setengah."
Rasanya Salsa ingin membantah, ia mendadak tidak bisa percaya pada dirinya sendiri. Di sekolah saja sering mengecewakan, bagaimana jika duduk di bangku kuliah. Otaknya yang memiliki IQ rendah pasti akan kalah dengan mereka yang murni masuk karena SNMPTN atau SBMPTN.
"Internship juga harus di rumah sakit terbaik kayak Rachel. Kalau kamu bisa ngelaluin itu semua dengan hasil terbaik, mama akan langsung masukin kamu S2 dan ambil jurusan bedah. Kamu wajib wisuda dalam waktu empat tahun, minimal lima tahun," ucap Safira, lalu wanita itu menyusul Bram ke kamar mereka.
Sejenak Salsa termenung sendirian, ia baru teringat sesuatu. "Apa ini karma karena aku curang di sekolah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things [END]
Novela JuvenilKata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak adalah investasi. Kata orang, anak harus membalas jasa orang tua yang merawatnya dari kecil. Kisah ini hanya dari gadis biasa yang ingin hidu...