Jalanan hari ini tampak lebih padat daripada biasanya, libur weekend ditambah tanggal merah pada hari Senin nanti membuat orang-orang memutuskan berlibur atau pulang kampung sejenak. Tatapan Salsa tak lepas dari objek tersebut, sesekali juga ia menghirup es teh yang terlebih dahulu disediakan dibanding nasi goreng pesanannya.
Selepas pulang dari les sore tadi, Salsa mendapat pesan dari Safira jika wanita itu tidak bisa pulang cepat dan menyuruhnya membeli makanan malam di luar sementara Bram memiliki jadwal kelas malam. Sehingga, di sinilah ia sekarang. Kedai nasi goreng yang berada di depan komplek dan terletak di sisi kiri jalan raya.
"Neng, pesanannya."
Seporsi nasi goreng lengkap dengan ayam, telur, dan irisan timun tersaji. Aroma yang tercium membuat nafsu makan Salsa semakin meningkat. Mata gadis itu berbinar, bibirnya juga terangkat membentuk lengkungan ke atas. "Makasih, Mang," ujar Salsa.
Ia terlebih dahulu memotong dada ayam dan telur dadar menjadi kecil-kecil, lalu dicampur adukkan hingga semua menjadi satu. "Enak banget," gumam Salsa.
Mata Salsa tetap menatap jalan yang berada di depannya, sesekali juga memperhatikan langit yang menampakkan cahaya-cahaya kilat hingga tampak terang. Gemuruh guntur memang sudah terdengar dari sore, tetapi hujan belum juga turun. Gadis itu sengaja memakan nasi gorengnya dengan pelan, ia berharap hujan turun sekarang dan bisa berlama-lama di luar rumah.
Namun, ketika nasi goreng dan es teh Salsa habis hujan belum juga turun. Gadis itu mendesah kecewa, ia langsung membayar makanan dan minumannya lalu segera pulang.
"Hujan, turun, dong!" pinta gadis ber-hoodie abu-abu itu.
Dari rumah ke tempat jualan tadi, Salsa memang memutuskan jalan kaki karena lumayan dekat. Hanya membutuhkan lima menit jika berjalan dengan tempo biasa, kalau berlari bisa sampai dalam waktu dua menit. Baru saja sampai di depan gerbang komplek, permohonan Salsa dikabulkan oleh Tuhan. Rintik-rintik kecil yang jatuh dari langit semakin banyak, sehingga Salsa memutuskan untuk berteduh di bawah gerbang. Ia memasukkan kedua tangan dalam kantong hoodie, tetapi tetap saja rasanya masih dingin.
Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depan Salsa, lalu sang pengemudi membuka kaca helmnya. "Salsa, ayo naik! Kakak antar sampai rumah. Hujannya gede banget, nanti kamu sakit," ujar laki-laki itu.
"Iya, Kak."
Niat untuk berlama di luar langsung hilang ketika Rey yang datang dan menawarinya tumpangan, tentu Salsa tidak bisa menolak. Lagi pula ia sudah kedinginan, sebagian celana panjangnya basah karena terkena cipratan air hujan yang menetes ke tanah.
Sesampainya di rumah, Salsa menawarkan Rey untuk berteduh terlebih dahulu. "Maaf, ya, Kak, aku gak boleh bawa masuk cowok ke dalam karena mama sama papa lagi gak ada," kata Salsa.
"Iya, gak apa-apa, Sal. Santai aja," balas Rey.
"Tunggu sebentar, ya, Kak. Aku ambilin handuk dulu." Salsa langsung masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju dan celana, lalu mengambil handuk dan hoodie lain untuk Rey.
"Kayaknya hoodie aku yang ini muat, coba pake aja, Kak. Nanti masuk angin kalau basah-basah gitu," ujar gadis itu.
Ketika Rey berganti baju, Salsa mengalihkan tatapannya ke arah lain. Dari baju kaos yang tadi dipakai laki-laki itu saja sudah terlihat jika tubuhnya atletis, ia tak mau tertangkap basah karena terlalu memperhatikan tubuh Rey.
"Makasih," ucap Rey.
Walaupun tidak terlalu muat, tetapi masih bisa digunakan. Rey duduk di kursi yang berada di samping Salsa, ia menghadapkan tubuhnya sempurna menghadap gadis itu. "Kakak mau ngomong," kata Rey.
Jantung Salsa seolah ingin melompat mendengar ucapan Rey, tangannya yang dingin semakin terasa membeku. Apalagi ketika jemari Rey mengambil tangannya, tubuh gadis itu seolah menjadi patung karena pegangan di tangan kanannya.
"Sal, kakak suka sama kamu. Walaupun kita baru dekat, tapi kakak nyaman sama kedekatan kita. Kamu mau jadi pacar kakak?" tanya Rey to the point.
Wajah Salsa memerah sempurna, ia mengulum senyum dan menggingit pipi bagian dalam. Tanpa pikir panjang, gadis itu mengangguk malu-malu. Menurutnya cinta bisa datang kapan saja, asalkan sekarang sudah menemukan seseorang yang membuat nyaman.
"Kita pacaran?" tanya Rey dengan senyum lebar di wajah tegasnya.
"Iya, Kak."
Saat Rey bergerak untuk memeluk Salsa, gadis itu mengelak karena tidak mau. Walaupun pacaran, ia tak mau ada kontak fisik lebih dari pegangan tangan. "Maaf, Kak," ujarnya.
Keduanya sama-sama terdiam dan keadaan menjadi canggung, Rey berdeham sebentar lalu membuka suara. "Kakak dengar klub kamu lagi ada masalah," kata Rey.
Kepala Salsa mengangguk pelan, raut wajahnya menjadi sendu ketika mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. "Iya, Kak. Ria, Liana, dan Zifa keluar, sekarang anggotanya sisa lima orang. Aku takut lama-lama satu per satu bakalan keluar, apalagi kalau misal mama dan papaku tahu," ungkap Salsa.
"Emang kenapa kalau mama sama papa kamu tahu?" tanya Rey.
Salsa tertegun sejenak ketika mendengar pertanyaan dari Rey, ia kelepasan berbicara tentang kedua orang tuanya. Namun, gadis itu juga ingin bercerita dan membutuhkan seseorang yang menjadi pendengar. "Aku juga takut disuruh keluar. Orang tua aku itu terlalu ambisius, mereka selalu minta supaya nilai aku di sekolah sempurna. Kalau menurut mereka klub ini gak ada gunanya, aku yakin bakal disuruh keluar atau bubarin klub itu," jelas Salsa.
"Aku capek, Kak. Aku pengen ada yang dengerin cerita aku, ngasih solusi setiap ada masalah dan ketika aku merasa down, ngucapin sekadar kata semangat, bercanda bareng, dan hal normal lain yang bisa dilakuin sama anak-anak seumuran aku di luar sana. Aku pengen bebas dari mama dan papa, hidup aku gak tenang karena diatur terus," ungkap gadis itu.
"Sal, kamu harus bersyukur. Walaupun caranya salah, tapi mereka masih ada di samping kamu. Coba kamu pikir-pikir, selama ini siapa yang mencukupi kebutuhan kamu? Siapa yang rela banting tulang buat kamu? Siapa yang berjuang melahirkan kamu? Kakak yakin sedikit banyak pasti ada hal yang mereka lakukan buat kebaikan kamu. Cuma yang satu ini emang salah, wajar kalau kamu cari tempat buat cerita dan dukungan," ucap Rey.
Laki-laki itu menjeda ucapannya sebentar, lalu kembali berkata, "Bayangin kalau mereka udah gak ada? Apa kamu sanggup ngurus diri kamu sendiri? Cari biaya hidup sendiri? Dunia ini kejam, Sal. Setelah mama dan daddy bercerai, kakak gak pernah ketemu lagi sama beliau. Beberapa tahun kemudian mama nikah lagi dan melahirkan Fiona. Tapi tahun lalu, mama dan papa meninggal. Kakak udah ngerasain gimana susahnya cari uang buat ngehidupin keluarga. Jadi, kakak harap kamu berpikir lebih terbuka lagi. Jangan mentingin ego kamu sendiri, Sal! Kakak yakin suatu saat nanti apa yang kamu rasain sekarang akan setimpal sama buah yang akan kamu raih di masa mendatang. Semua yang dilakuin orang tua kamu itu juga buat diri kamu sendiri, meskipun kakak juga gak membenarkan cara mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Things [END]
Fiksi RemajaKata orang, anak yang berbakti adalah anak yang menuruti perkataan dan perintah orang tua. Kata orang, anak adalah investasi. Kata orang, anak harus membalas jasa orang tua yang merawatnya dari kecil. Kisah ini hanya dari gadis biasa yang ingin hidu...