Chapter 9

826 93 6
                                    

Tasya mendiamkan sapaan singkat yang masuk pada kotak pesannya di MoLova. Ia masih terkejut akan nama pengguna akun yang mirip dengan yang ditemukannya di Twitter. Memakai tablet pc miliknya, Tasya kemudian membandingkannya.

Yang dapat dilihat wanita itu adalah akun @yourwitch di Twitter sudah beberapa hari ini tidak aktif, terlihat dari tidak adanya tweets terbaru. Sedangkan di MoLova bagian profilnya masih kosong melompong, termasuk bagian nama.

"Apa ini hanya kebetulan?" tandas Tasya menyipitkan matanya. "Tapi bagaimana begitu pas?" Ia masih sulit mempercayai kebetulan yang dialaminya, terlebih lagi nama akunnya sendiri adalah @tasyayeoppo seperti di Twitter miliknya.

"Apa pekerjaan mengganggu akhir pekanmu?"

Suara berjenis alto membuat Tasya mematikan layar tablet pc-nya dan mendongak memandangi Tisha yang datang sambil menenteng nampan yang di atas telah ada dua cangkir cappucino dan sepotong cake red velvet. Tasya datang sejam yang lalu ke bandara, khusus untuk menjemput Tisha yang katanya tidak mau memakai taksi.

Terpaksa Tasya yang penuh kerempongan harus meminjam mobil Argus yang kebetulan memiliki tiga koleksi. Mulai dari jenis SUV, sedan hingga sport. Khusus hari ini Tasya meminjam berjenis sedan yang harganya sudah menembus delapan digit angka.

Tasya memang telah memiliki SIM, itu juga berkat paksaan Tisha yang mengajaknya belajar mengemudi. Meski Tasya jarang melakukannya, karena tidak suka lelah menunggu kemacetan. Naik bus, MRT dan taksi adalah pilihan terbaiknya untuk bepergian.

"Bukan pekerjaan. Kau mewarnai lagi rambutmu?" balas Tasya baru menyadari perubahan warna rambut Tisha. Tidak seperti terakhir kali mereka melakukan panggilan video bersama.

Tisha mengangguk singkat. Ia sengaja menggerai rambutnya yang panjang. Warna kemerahan yang tampak berkilat saat cuaca terik seperti hari ini. "Kau juga perlu melakukan perubahan pada rambutmu," tukasnya yang menilai rambut sebahu Tasya yang berwarna hitam sangat monoton.

Tasya mendengkus pelan. "Aku bisa jadi pusat perhatian di kantor jika mewarnainya sepertimu," ujarnya tak bisa membayangkan pandangan karyawan Derling jika melakukannya. Menelisik kisah buruk asmaranya, maka dirinya mungkin sudah dianggap kehilangan akal karena hal itu.

"Iya Tasya, saat ini kau butuh perhatian ... perhatian dari kaum adam untuk mengobati hatimu," balas Tisha tersenyum lebar, lalu mengambil garpu dan menyantap kue yang dibelinya tadi.

"Berhentilah mengadah-adah. Lukanya belum kering dan kau ingin mulai merencanakan sesuatu?" Tasya tidak memungkiri dirinya yang seolah jengah dengan kehadiran sosok lelaki dalam hidupnya. Ravi benar-benar merusak fantasi kehidupan percintaannya.

"Maka dari itu aku datang ke sini. Hentikan sejenak rutinitas harianmu yang membosankan itu," kata Tisha tak segan. Ia kemudian mulai menyeruput minumannya sambil melihat sekeliling. "Seandainya kau ikut denganku ke Bali, mungkin dapat mengubah suasana hatimu, meski sejenak."

Tasya berdecak, ikut menikmati minuman berkafeinnya itu. "Aku menyukai pekerjaanku, meski terkadang menjemukkan. Lagipula ada Argus dan Alika yang setia menghibur dan menemaniku." Ia tidak ingin lari dari kenyataan yang menimpanya. Menurut Tasya itu malah akan membuatnya kehilangan jati dirinya sendiri. "Aku sudah baik-baik saja Tisha. Trust me."

Mata Tasya menatap lekat sosok kembarannya itu. Ia yakin orang-orang tidak akan langsung menyadari bahwa dirinya dan Tisha adalah kembar identik. Mulai dari gaya berpakaian, suara, selera, riasan hingga gestur, semuanya berbeda satu sama lain. Ibarat kata, Tasya hanya hitam putih. Jelas, sistematis dan terstruktur. Sedangkan Tisha adalah pelangi. Kabur, berubah-ubah dan penuh kejutan.

Mantra CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang