Tasya berdiri di balkon apartemennya yang berada di lantai sembilan belas. Ia memandang pemandangan Kota Jakarta yang seolah masih berpesta di bawah sana. Lampu-lampu gedung dan kendaraan masih bersinar memancarkan berbagai warna. Sangat kontras dengan keadaan apartemen Tasya yang hampir gelap gulita.
Helaan napas keluar dari hidup Tasya kala memikirkan kejadian siang tadi. Kedatangan Ravi mendadak dengan bualan yang membuat emosinya seketika membuncah. Tiba-tiba ia merasakan sebuah getaran pada saku celana olahraga yang dipakainya.
Tasya segera merogoh ponselnya. Menemukan sebuah pesan yang membuat suasana hatinya bertambah buruk.
Pak Biru : Jangan lupa pelajari materi presentasi besok.
Jemari Tasya langsung mengetikkan balasan kepada Albiru. Sejumlah kalimat telah spontan diketiknya, sebelum akhirnya diubahnya karena tahu pada kalimat pertama adalah buah hasil dari rasa kesalnya.
Dari yang semula, Iya Pak Albi, kan tadi sudah telepon buat ingatin. Kemudian berubah menjadi, Siap Pak, mohon petunjuknya juga besok.
Tasya berpikir bosnya itu tidak akan membalas pesannya lagi, karena menurut sudah pas sebagai penutup komunikasi mereka. Tetapi ternyata ia salah.
Pak Biru : Petunjuk awal saya, tidurlah sekarang kalau tidak mau telat besok. Sudah jam sebelas loh ini.
Mata Tasya membulat membacanya. "Pak Albiru ini benar-benar...."Ia tak mampu menyembunyikan rasa jengkelnya lagi. Meski bukan pertama kalinya, tetapi kejadian hari ini membuat hal itu terasa lebih menjengkelkan.
Tasya bahkan menamai kontak bosnya itu dengan Biru, alih-alih dengan nama Albiru atau Albi seperti kebanyakan rekan kerja lainnya. Alasannya? Tasya merasa sosok Albiru Prayoda seperti biru langit dan laut, tampak tenang tapi tak terjamah. Bertahun-tahun bekerja dengan Albiru, Tasya belum pernah melihat sosok lelaki itu sebenarnya. Di matanya Albiru adalah sosok cerdas dalam bekerja, galak dan perfeksionis sebagai bos dan atasan yang menyebalkan serta banyak mau.
Tasya : Iya Pak Biru. Selamat malam.
Dan sebagai bawahan yang baik dan penurut, Tasya mengalah malam ini. Ia terlalu lelah untuk menggerutu.
Tasya telah tinggal seorang diri sejak dua tahun lalu. Awalnya ia tinggal bersama saudara perempuannya bernama Tisha. Saudara kembarnya. Sebuah fakta yang jarang diketahui oleh orang-orang, termasuk rekan kerja Tasya.
Tasya dan Tisha bisa dibilang kembar identik. Meski begitu, ada beberapa hal yang membuat mereka dapat dikenali secara berbeda secara fisik. Salah satunya, Tasya memiliki tahi lalat dekat mata kanannya, sedangkan Tisha tidak. Kemudian secara gaya berpakaian, Tasya lebih kasual dan menyukai hal trendi, sedangkan Tisha suka memakai gaya retro dan nyentrik.
Jika Tasya bekerja sebagai karyawan yang memiliki jam kerja tetap, maka Tisha adalah seorang influencer merangkap pemandu wisata yang telah pindah ke Bali setelah resign dari pekerjaan sebelumnya yang seorang pegawai bank plat merah. Meski memiliki sisi kehidupan berbeda, Tasya dan Tisha cukup dekat dan sering bertukar cerita kala waktu senggang.
Ketika rencana pernikahan Tasya dan Ravi batal pun, Tisha sempat akan melabrak orang ketiganya dan ingin memberi pelajaran terhadap Ravi. Untung saja, Tasya bergerak cepat agar saudarinya itu tak sampai harus berurusan dengan pihak kepolisian.
♡♡♡
Pukul delapan lewat tiga menit, Tasya telah berada di kantor. Lebih cepat satu jam dari apa yang diperintah oleh Albiru dan dua jam lebih cepat dari janji pertemuan. Ia bukannya kelewat rajin atau memiliki dedikasi yang tinggi terhadap pekerjaan. Hal itu semua lagi-lagi, karena Tasya mendapat pesan pagi-pagi sekali agar wanita itu datang mengambil revisi materi yang telah dilakukan oleh Albiru sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta
General Fiction[16+] Diselingkuhi beberapa hari sebelum pernikahannya membuat Tasya Devanagayu menjadi kehilangan akalnya, termasuk iseng mengirim pesan kepada akun bernama @yourwitch agar mewujudkan salah satu kutukannya, yaitu membuat Ravi Ardiansyah menjadi imp...