Berpindahnya Sora Agnesia ke kota kelahirannya, Jakarta, dan kembali bersekolah di sekolah lamanya, menuntun dia bertemu dengan sahabatnya dan juga manusia indah yang membantu dia saat telat masuk sekolah melalui tembok belakang.
Samboja Adrian Atma...
Bersamamu, aku sudah berkali-kali mengucapkan kata itu. Tidak pernah bosan aku dibuat oleh seorang bermata teduh dan senyum manis dari bibir tipis itu. Tuhan, belum pernah aku merasakan seperti ini, aku ingin ini yang pertama untukku. Bersamanya indah, Tuhan.
Sebuah pagi yang indah saat Samboja tiba-tiba menunggu aku di depan gang untuk berangkat sekolah bersama. Cukup terkejut aku, kenapa dia tidak mengabari aku lebih dulu?
"Kenapa tidak mengabari aku dulu?" Tanyaku.
"Kalau ngabarin nanti banyak alasannya!" Balasnya.
Aku akui itu memang benar, aku selalu memberikan alasan apapun agar tidak berangkat sekolah bersama dengannya. Tapi sepertinya Samboja sudah hafal rumus seorang perempuan untuk menolak sebuah ajakan.
Kikuk? Pasti.
"Maaf, ya", ucapku dan aku lihat dia mengangguk sambil memberikan aku helm.
"Gue pakein, ya?" Dengan cepat aku menggelengkan kepala.
"Tidak usah, aku bisa sendiri kok!" Jawabku.
Samboja pasrah dengan kemauanku.
Aku tidak mau wajahku merah lagi dibuatnya, lalu seketika jadi serba salah tingkahku.
"Benaran?" Tanyanya.
"Iya, sini!" Balasku sambil mengambil helm itu dan langsung memakainya ke kepala. Dalam hati aku berdoa semoga pengait helm ini bisa diajak kerja sama.
Mulai aku kaitkan pengaitnya itu, sekali sulit, dua kali tidak masuk-masuk seperti macet dan ketiga aku coba lagi malah sulit masuk.
Ini pengait terbuat dari apa?
"Gue bilang gue pakein", ucap Samboja sambil mengambil alih pengait helm itu.
Pasrahlah aku, lagi-lagi aku mencium aroma tubuhnya, maskulin dan nikotin jadi satu. Aku langsung punya pemikiran kalau Samboja suka sekali merokok, aroma nikotin selalu tercium di tubuhnya.
"Dah!" Ucapnya dengan menampilkan senyum manis itu.
"Terima kasih", balasku dengan membalas senyumannya.