BAB 42: Kepingan yang Mulai Hilang

134 11 6
                                    

Brandon dan Arini

Ultah pernikahan

Beberapa jam menjelang pesta ulang tahun pernikahan Brandon dan Arini diadakan, seluruh keluarga Harun bersiap-siap berangkat ke tempat tujuan. Bran meminta Al, El dan Kakek Neneknya untuk berangkat terlebih dahulu ke Poris.

"Kamu berangkat pake mobil sama Nenek Kakek. Motor tinggal di rumah aja," ujar Brandon pagi tadi.

Motor? Yup! Brandon akhirnya membelikan motor Honda CBR keluaran terbaru untuk El. Jangan ditanyakan lagi bagaimana bahagianya anak itu saat diajak pergi ke dealer motor dua hari yang lalu. Pemuda itu tak menyangka kalau Bran bisa berubah pikiran.

"Mami kamu yang bujuk Papi agar belikan motor ini. Sebenarnya Papi ingin belikan waktu kembali dari Raja Ampat, tapi nggak jadi karena keduluan Kakek," ungkap Bran saat mereka berada di dealer.

Kembali lagi ke pagi tadi.

"Ya udah. Nanti ada teman-teman El yang ikut juga, Pi. Sekalian katanya ngumpul di sini."

"Oke. Papi nanti minta supir antarkan. Perlu berapa mobil?"

"Dua aja cukup, Pi. Nggak banyak sih, cuma temanku dan Al aja. Yang deket gitu."

Rencananya El dan Al mengajak Syifa, Fatih, Hariz dan Ulfa. Sekalian menghadiri acara peresmian rumah singgah yang didirikan Bran untuk Arini. Fatih mengungkapkan keinginan untuk menjadi donatur tetap di sana.

Sebelum berangkat, Bran menghubungi supir untuk memastikan apakah mobil sudah ready atau belum.

"Sibuk banget dari tadi, ngapain sih?" tanya Arini bingung.

"Oh, nggak. Aku tadi lagi pastikan aja mobil yang mau kita pake sore ini udah ready atau belum," jawab Brandon setengah berbohong.

Sesuai dengan kesepakatan, Arini tidak boleh tahu rencana mereka. Wanita itu juga tidak mengetahui kalau kedua anak dan mertuanya juga turut hadir di pesta pernikahan yang ke delapan belas nanti.

Bran memandang wajah istrinya lekat. "Cantik banget deh. Istri siapa sih ini?" pujinya memberi kecupan di bibir ranum Iin.

"Istri kamu dong, Sayang. Itu pertanyaan terkonyol yang pernah aku dengar," ledek Iin tergelak, "sama aja kayak orang tua yang tanya anak siapa sih ini? Padahal itu anaknya sendiri."

"Kamu nggak boleh gitu, Sayang. Habis kamu gemesin sih. Dari dulu cantiknya nggak pudar-pudar."

"Gombal deh," cibir Arini.

"Kamu ini nggak percayaan sih dibilangin." Bran menyipitkan mata.

Dalam hitungan detik tangannya telah menarik pinggang ramping sang Istri. Baru saja bibirnya mendekat, Arini langsung mundur ke belakang.

"Kenapa?" Bran menatap bingung.

"Aku mau ganti baju dulu."

"Nanti aja. Mumpung belum pake lipstick, jadi masih bisa cium kamu," goda Brandon.

Arini menggelengkan kepala, lalu berdecak. Dia melingkarkan kedua tangan di pundak Bran dan membuka sedikit bibir. Keduanya saling memagut bibir satu sama lain beberapa saat.

"Rasanya masih lembut dan manis kayak dulu," bisik Bran dengan napas menderu di wajah Iin.

"Masa sih?"

"Serius, Sayang. Kamu selalu bikin aku candu."

"Bucin," ledek Arini.

"Iya. Emang aku bucin sama kamu dari dulu."

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang