J-Five

559 58 2
                                    

Gila!! Si nomor 27 itu ngagetin banget, gue ampe jadi pucat pasi pas dia mulai bersuara, mana suaranya itu nyeremin.

Gito kesel banget karena cewek itu ternyata berhasil merakit alatnya dan sama sekali tidak rusak. Anin bilang cewek itu malah tidak mengerjakan apa-apa setelah makan siang.

Berarti dia sudah selesai bahkan sebelum makan siang dong. Siapa sebenarnya anak itu?

Gito terus mengamuk sepanjang hari ini. Berkali-kali dia melirik tajam ke cewek itu yang tampaknya tidak sadar diperlakukan begitu.

Hari ini kita belajar Matematika, gue bingung apa kita tidak mendapat jadwal yang pasti? Setiap hari pasti hanya membahas satu mata pelajaran dengan guru yang itu-itu saja alias Pak Fano.

Chika suka sekali Matematika, lincah menjawab setiap pertanyaan dengan suaranya yang mencericit seperti tikus.

Gue gak paham dengan apa yang disebut Pak Fano sebagai volume benda putar (apanya yang diputar? Yang ada malah kepala gue berputar-putar terus saat dia menjelaskan). Mana tiba-tiba Ariel keluar dipanggil Bu Gaby, katanya ada urusan kelas dan ninggalin gue sendirian kaya orang bego.  

Beruntung Lulu mau pindah duduk di samping gue dan nemenin gue. "Kau mau kuramal, Leh?" Walau tak percaya hal seperti ini, gue mengangguk setuju sekalian menghilangkan penat karena pelajaran Matematika ini.

Lulu mengocok kartu tarotnya tanpa suara. Menyuruh gue mengambil satu kartu. Gue memilih kartu paling atas dan membaliknya. Gambarnya dua pedang bersilangan. Lulu terkekeh. Gila, dimana letak kelucuannya, Lulu?

"Nasibmu dibayangi kemalangan." Katanya.

"Takhayul! Lu juga mengatakan itu pada semua anak di sini. Basi tau nggak!" Balas gue.

"Apa kau akan percaya kalau aku meramal kejadian tiga hari yang akan datang dari sekarang?" Tanyanya.

Gue kaget. Mau apalagi anak ini!? Dan gue lebih kaget lagi sewaktu dari belakang ada yang nyeletuk. "Apa yang terjadi?" Rupanya Eve. Mukanya memutih. Gue jadi curiga anak itu 'pemakai'.

Terus si Eve dengan gagap bilang. "Wa-walau gak ada yang percaya, gu-gue percaya ramalanlu. Gu-Gue rasa lo benar."

O-la-la. Kumpulan manusia sinting rupanya. Apa cuma gue, Sholeh, yang normal di kelas ini? "Musrik! Takhayul! Kita gak boleh percaya ramalan manusia!"

"Gu-Gue percaya, Lulu."

Lulu jadi tersenyum percaya diri karena ada yang percaya padanya.

 "Oke kalau gitu, sebutkan ramalanmu!" Tantang gue.

Lulu mesem. "Bener, mau tahu?" Itu jawaban dia! Ngeselin, kan? Padahal gue gak mau tau, kalau bukan karena Eve. Pokoknya kalau ada diantara kalian yang ditawari diramal, jangan mau! Kapok gue.

Setelah sok sibuk menulis di kertas memo, si Lulu menyodorkan kertas itu ke gue. Mau tau isinya? Ini dia.

Empat hari dari sekarang, Jessi akan jatuh dari tangga.

Didorong seseorang, teman sekelas kita juga.

Gue baca sebentar, kaget sebab isinya bukanlah berita yang bisa dibilang 'baik', lalu karena Eve menarik-narik baju gue sambil memohon diperlihatkan memo tersebut, maka gue kasih aja ke dia.

Bagai menerima hadiah terindah, Eve membaca isi memo. Menelan ludah dengan suara keras. Dan melipat memo tadi dengan tangan gemetaran. Terakhir menyimpannya di sakunya sebelum dia berbalik dan melihat ke arah pintu.

Ariel kembali ke kelas dan menatap tajam Lulu yang duduk seenaknya di bangkunya.

Lulu bangkit bertepatan dengan bel istirahat yang berbunyi. "Ingat ya ramalanku!" Seru Lulu sebelum keluar kelas.

OK, kita lihat saja empat hari lagi.

(Sholeh Solihun)

J DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang