J-Twenty Five

295 38 0
                                    

Pukul 04.30

Aksi balas dendam dimulai ...

Aku berangkat ke sekolah di pagi buta penuh semangat. Hari masih gelap, sebab matahari belum menampakkan diri. Udara dingin menyergapku. Tapi semuanya tak terasa karena gelora di dalam hatiku mengalahkan segalanya.

Semua anak memakai baju bebas dan membawa ransel yang menggembung. Seakan-akan bersiap kemping. Tapi itu sekedar kedok. Isi tas kita paling seragam sekolah dan beberapa buku. Agar terlihat penuh, kita menjejalkan busa ke dalamnya.

"Dia sudah mendapat surat itu, kan?" tanya Zee memastikan pada Ariel.

"Tentu saja! Cobalah berhenti cemas. Aku melakukan segala sesuatunya sesuai rencana kok," jawab Ariel kesal.

Kemarin Frans meminta Zee membuat surat palsu. Surat yang berisi pemberitahuan dari sekolah bahwa kita akan mengadakan kemping di Puncak sampai hari Senin. Sudah pasti semuanya hanya bohong belaka.

Surat buatan Zee meyakinkan sekali. Si nomor 27 yang diberi surat oleh Ariel tidak berkomentar apa-apa. Dia hanya bertanya, "Apa saja yang harus kubawa?"

Huh. Berlagak. Padahal saat darmawisata saja dia hampir tidak membawa apa-apa.

*

Pukul 05.10

Segalanya telah siap.

Kita tinggal menunggu kemunculan sang target. Beberapa anak terlihat gelisah. Sementara kelompok 'sok suci'-nya Jaya berkumpul di satu tempat sambil memasang wajah 'kita batalkan saja' mereka. Aldo membalas mereka dengan tatapan 'jangan macam-macam!'.

"Mana sih anaknya?!" Eli hilir mudik berjalan di depan pintu gedung. Dia dan Eve bertugas memberitahu kedatangan si nomor 27 pada yang lain.

"D-dia da-datang ...." Eve megap-megap panik. Bergegas berlari ke arah kita.

Si nomor 27 membuka gerbang sekolah. Tersenyum melihat kita. Senyum yang memuakkan.

Indah mencubit lengan Eve. "Bodoh. Bisa tenang sedikit gak sih? Awas ajah kalau rencana kita sampai gagal gara-gara kamu gak bisa bersandiwara!"

Kita serentak mengepung si nomor 27. Memblokir setiap jalan kalau dia berniat kabur. Gadis itu memandang kita satu persatu. Menjilat bibirnya. Gugup.

Bagus! Dia takut pada kita!

Anin menyenggol Ariel, memberi dia isyarat supaya segera melaksanakan bagian tugasnya. Ariel pun maju mendekati si nomor 27.

"Pak Gracio meminta kita berkumpul dulu di belakang sekolah. Mungkin beliau ingin memberikan beberapa wejangan agar kempingnya berjalan lancar."

Si nomor 27 mengatakan, "Baik."

"Ayo!" Ariel memimpin di depan dengan sok gagah. Karena seisi kelas pun setuju yang paling gagah dan enak dipandang hanya Zee dan Gito.

Kita berjalan sambil terus menjaga formasi yang sudah dibentuk. Menjajari setiap langkah si nomor 27.

"Oke, stop!" seru Aldo sesampainya di tempat yang sudah disepakati.

Tempat yang angkernya mirip kuburan itu. Suasana di situ malah jauh lebih gelap dibandingkan bagian lain di sekolah.

Oh tidak. Aku hampir meledak kesenangan. Sebentar lagi waktunya!

Kita terdiam. Menunggu.

Frans angkat bicara. Berkacak pinggang di hadapan si nomor 27. "Sudah lama kami benci padamu. Pada wajahmu, pada suaramu, pada cara jalanmu, pada pemikiranmu, dan pada setiap kelakuanmu. Kau pikir kami sebodoh apa jadi tidak dapat membongkar semua kejahatanmu? Dimulai dari ...."

J DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang