J-Sixteen

331 43 1
                                    

Yo, yoo, yooo...

Gue Aldo.

Akhirnya! Senin terbaik dalam hidup gue! Kalian bisa aja mikir kalian hebat karena pintar atau mahir untuk segala sesuatu yang menggunakan otak.

Terserah mau nyebut gue 'si otot tanpa otak'. Tapi kalian harus tahu, gue punya sebutan juga buat kalian. Mau tahu? Kalian adalah 'sekelompok kutu buku loyo'.

Entah kalian sadar atau tidak, olahraga itu penting. Seperti hari ini. Pak Graciyo-yo kaku kaya robot itu mengadakan pertandingan basket! Luar biasa.

Hari ini gak bakal gue lupain seumur hidup. Saat gue menertawakan kalian yang gagal mencetak angka satupun. Gue ulang, OLAHRAGA ITU PENTING!!!

Gue menang! Dan gue bebas memilih salah satu cewek untuk gue cium bibirnya. Dan yang beruntung adalah...

Muthe!!!

C'mon, permaisuriku. Let's do it!

"Duh, kebelet pipis jadinya." Dengan alasan itu, Muthe mengajak gue untuk pindah ke toilet. Dia tidak mau melakukan itu di tengah lapangan basket. Ah, dasar pemalu.

"Permisi, permisi yah." Penuh semangat, gue ikutin dia.

Sesampainya di dalam toilet perempuan. Muthe menatap tajam gue. Ada apa nih?

"Apa maksudnya sih taruhan kaya gitu?" Tanyanya ketus.

"Ya, gak ada maksud apa-apa. Biar seru aja."

"Seru? Kamu pikir enak, seru gitu dijadiin bahan taruhan? Iya?!"

Dia berbalik. Memunggungi gue. Gue yang panik langsung mendekatinya dan memeluk tubuhnya dari belakang. Wangi parfumnya bercampur dengan keringatnya, manis sekali.

"Lepasin, ah!"

Muthe banting kasar tangan gue. Gue yang kesal diperlakukan seperti itu membalik paksa tubuhnya untuk kembali menghadap gue.

"Kamu marah?"

"Pikir aja sendiri, Aldo! Emang harus pake cara kaya gini buat dapetin ciuman aku?"

"Ya, jangan marah sama aku aja dong. Ini juga ide anak-anak."

"Kenapa malah ikutan? Kamu mikir gak kalau yang menang bukan kamu, gimana?"

Yang menang bukan gue? Gak mungkin Muthe. 

Gue tertawa. "Gak bakalanlah. Pasti aku. Cuman aku yang paling jago olahraga di kelas."

"Terserah!"

Mulai, deh. Kenapa sih cewek suka sekali mengeluarkan kata 'terserah' kalau marah? Rumit sekali.

Gue mendekati Muthe, menarik dagunya untuk mengarahkan wajahnya menghadap gue. "Yaudah, aku janji gak gitu lagi. Jangan marah, ya?"

Muthe menatap wajah gue, nampaknya perlahan ia luluh pada rayuan gue. Dia mengangguk. Gue tersenyum supaya dia tetap tenang sebelum mendekatkan wajah gue.

Perlahan wajah kami mendekat sampe gak ada jarak lagi. Kami berciuman.

(Revaldo Fidel)

J DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang