Keesokan harinya sekitar tengah hari, seorang tamu memasuki rumah makan Lembu Emas, yang agak membingungkan pemiliknya yang bernama Binder. Tidaklah mudah untuk memastikan, tamu itu masih muda atau sudah tua. Ia memakai baju dan celana kehitam-hitaman dan kacamata berwarna biru yang membuatnya kelihatan sebagai seorang terpelajar.
Karena tidak ada orang lain di dalam ruang tamu, maka pemiliknya memulai suatu percakapan dengan orang asing itu.
"Tuan baru di sini?" tanyanya sambil lalu, "Apakah barangkali kurang sopan, bila saya tanyakan dari mana Tuan datang?"
"Dari sana." Orang yang berkacamata biru itu menunjuk dengan ibu jarinya ke suatu arah yang kira-kira artinya: dari seberang perbatasan.
Pemilik rumah makan mengejapkan matanya.
"Urusan dagang? Mungkin urusan penting?"
Orang asing itu mengangkat bahunya.
"Tergantung."
"Maksud Tuan urusannya tidak begitu lancar?"
"Benar."
"Kedengarannya seperti Tuan mau menyelundupkan barang-barang?" kata pemilik rumah makan tertawa.
"Dan kedegarannya seolah-olah anda menganggap penyelundupan itu pelanggaran yang berat?" demikian dijawab oleh tamu itu dengan tangkasnya.
Sekali lagi pemilik rumah makan itu mengejapkan mata kanannya. Kini nampaknya seperti seorang tua yang cerdik yang hati-hati dengan mengeluarkan perkataannya, yang sudah biasa benar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang melanggar hukum.
Akan tetapi keadaan sebenarnya adalah justru sebaliknya. Kemarin telah diterimanya surat tercatat dari saudaranya di kota yang bekerja sebagai polisi. Dalam surat itu tertulis bahwa seorang detektip akan datang padanya untuk mengadakan penyelidikan tentang Hantu Hutan. Ia diminta supaya mau memberi banTuan seperlunya kepada detektip itu. Pemilik rumah makan yang tidak biasa dengan pekerjaan demikian memusingkan kepalanya dengan memikir-mikirkan, apakah yang hendak diperbuatnya.
Ia menanti-nantikan kedatangan detektip itu, yang sampai sekarang masih belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Malah yang datang sekarang adalah seorang yang mungkin sekali ada hubungannya dengan para penyelundup. Akan tetapi Binder bukanlah orang yang bodoh. Setelah diketahuinya maksud-maksud yang dikandung oleh si Kacamata Biru itu, maka lekaslah terbentuk suatu rencana yang licin dalam pikirannya untuk memakai si Kacamata Biru itu sebagai umpan untuk menyeret Hantu Hutan.
"Tenang-tenang sajalah, Tuan!" katanya sambil membujuk, "Hati saya tidak mengenal undang-undang yang melarang pekerjaan menyelundup."
"Anda nampak pada saya sebagai seorang yang cerdik juga."
"Anda tidak usah khawatir. Curahkanlah saja segala isi hati anda."
"Nah, beginilah........" kata si Kacamata Biru ragu-ragu.
"Mari dengarlah ini, Tuan! Mula-mula saya kira, anda adalah seorang terpelajar atau semacam itu. Akan tetapi sekarang saya tahu, siapa anda sebenarnya. Kami penduduk perbatasan mempunyai pendapat-pendapat kami sendiri tentang....... tentang hal-hal yang tertentu. Maka anda tak usah khawatir. Orang yang sedang melayani anda adalah orang yang dapat dipercayai !"
Akan tetapi orang asing itu kelihatannya masih belum teguh kepercayaannya. Pada mukanya kelihatan ia tidak menyukainya.
"Saya tak dapat mengikuti jalan pikiran anda" katanya agak dingin, "Saya kira, lebih baik kita bicara tentang hal-hal yang lain saja !"
"Baik, jika Tuan menghendaki demikian. Bagaimana pendapat anda tentang daerah ini, sukakah anda tinggal di sini?"
"Ya, suka juga. Akan tetapi daerah ini kelihatannya agak kurang aman. Khabar demikian sudah tersiar ke mana-mana. Pada perjalanan saya ke mari kerap kali saya dengar semacam gangguan yang......."
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU HUTAN DI PERBATASAN
PertualanganSebuah terjemahan dari buku tua berbahasa Jerman berjudul Das Buschgespenst karya Karl May. Karl Friedrich May (lahir di Hohenstein-Ernstthal, Chemnitzer Land, 25 Februari 1842 - meninggal karena sakit paru-paru di Radebeul, Meissen, 30 Maret 1912...