LIMA PULUH LIMA

10.7K 1.2K 23
                                    

Cuma mau bilang, di bab ini banyak narasi ya Yeorobun.

***

Aku tersentak bangun, napasku memburu dengan seluruh badan basah oleh keringat. Kepalaku kemudian mengedar, menatap sekitarku dengan perasaan panik yang tidak bisa ku cegah. Oh shit. Aku di mana? Kenapa aku berada di ruangan gelap gulita tanpa ada pencahayaan? Seingatku sebelum kantuk merampas kesadaranku, lampu tidur di sampingku menyala. Tapi kenapa sekarang menjadi gelap gulita? Apakah aku masih terjebak di tengah mimpiku? Kali ini dimensi mana lagi yang akan aku lihat di dalam mimpiku?

Tapi kenapa sekarang dadaku menjadi sesak, kenapa tiba – tiba aku seperti kesulitan mengapai udara? Ini apa? Kenapa ini berbeda dari sebelumnya? Apakah kali ini dalam mimpiku aku akan kehabisan napas? Apa yang harus aku lakukan? Oh sial, kenapa aku semakin gelagapan?

Oke aku harus tenang. Aku harus berpikir dengan tenang. Gunakan akal sehatmu Deandra!

Aku menarik napas panjang sebelum mengedarkan pandanganku kembali. Dan kali ini aku seperti menemukan secercah harapan mana kala mataku menemukan setitik cahaya dan aku berharap aku tidak sedang berhalusinasi. Maka tanpa membuang waktu aku menyibak selimut yang membungkus tubuhku dan bergegas berlari ke arah sumber cahaya. Ku abaikan rasa nyeri di keningku saat kepalaku terbentur dengan benda tumpul karena kakiku terserimpet selimut. Aku tidak peduli dengan hal lain, yang ku pedulikan saat ini aku butuh cahaya untuk bisa bernapas dengan normal kembali.

Napasku terengah, aku meraup udara sebanyak – banyaknya setelah menyalakan semua lampu yang ada di dalam toilet. Ku buka pintu toiletku lebar - lebar, membiarkan cahaya masuk menerangi ruang gelap. Badanku berbalik, menatap pantulan diriku di cermin. Aku berantakan, aku terlihat seperti zombi mengerikan. Wajahku pucat, rambutku berantakan, dan tanganku gemetaran. Ada memar di ujung keningku. Ku tepuk kedua pipiku dengan kasar, seketika itu tubuhku merosot dan aku mendesah lega. Mengabaikan rasa panas yang tercipta atas tindakanku barusan.

Ini nyata. Aku tidak terjebak di dalam mimpi tak berujung. Aku tidak terjebak di tengah dimensi di mana aku hanya melihat diriku yang ketakutan. Diriku yang tidak berdaya atas apa yang terjadi di keluargaku. Aku telah kembali menjadi Deandra yang aku inginkan. Deandra yang memiiliki kendali penuh atas dirinya sendiri, atas kehidupannya sendiri.

Aku menghela napas panjang, ku usap wajahku dengan kasar sebelum beranjak bangun. Langkah kakiku membawa tubuhku berdiri di bawah pancuran, membiarkan air dingin membasahi seluruh badanku. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kemudian semuanya terjadi begitu saja. Tangisku pecah tanpa bisa di cegah. Aku menangis untuk alasan yang tidak ku ketahui. Yang ku tahu, aku hanya ingin menangis dan terus menangis. Menumpahkan semua perasaan yang ada di hatiku.

"Bodoh," bisikku pada diriku sendiri. Sesekali keningku ku adu dengan tembok saat ingatanku berlari kesana kemari tanpa bisa ku cegah. "Deandra bodoh."

Aku tidak tau sudah berapa lama aku berdiri di bawah pancuran dengan air dingin yang mengenai kepalaku. Yang ku tahu badanku mulai mengigil kedinginan, gigiku bergelatuk dengan ritme cepat dan kepalaku mulai terasa berputar. Tapi sayangnya tak ada sedikitpun keinginanku untuk beranjak dari tempat ini. Di sini terlalu nyaman, aku bisa bebas menangis sepuasnya. Aku terkekeh di sela tangisanku. Ironis sekali hidupku.

Memejamkan mata, ku dongakkan kepalaku ke atas, membiarkan guyuran air dingin mengenai wajahku. Tak ku pedulikan kepalaku yang semakin berputar ribut. Aku hanya ingin menikmati sensasi menenangkan ini. Di tengah rasa kantuk mulai mengambil alih kesadaranku, aku mendengar suara Arkan meneriakkan namaku. Aku terkekeh pelan, sudah pasti aku berhalusinasi.

***

Ada tiga hal yang ku sadari ketika aku membuka mataku pagi ini. Pertama, aku berada di kamarku. Terbaring di atas ranjang dengan selimut tebal yang menutupi tubuh. Yang kedua, aku merasakan kepalaku sakit luar biasa. Rasanya dunia sedang berputar di bawahku. Dan yang terakhir dan yang membuatku terkejut untuk sesaat, aku terbangun dalam dekapan Arkan. Pria itu nampak begitu nyenyak dalam tidurnya. Hembusan napasnya terdengar teratur dengan dengkuran yang terdengar samar, salah satu tanda jika dia tengah di landa kelelahan.

CURE | MOVE ON SERIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang