EMPAT BELAS

22.4K 2K 48
                                    

Belum sempet ngedit yaa

***

Satu minggu berlalu dan sejauh ini semuanya berjalan lancar, tenang, dan tanpa gangguan yang berarti. Aku melakukan aktivitasku seperti biasa. Menghadiri meeting di sana sini, visit di beberapa lokasi proyek, mengadakan meeting internal dengan timku dan juga bertemu dengan beberapa supplier material. Semuanya berjalan lancar, terlalu lancar malah karena dalam satu minggu ini tidak ada satupun klienku yang berulah, baik itu pada tim ku ataupun pada diriku sendiri.

Tentu saja aku merasa lega, ketakutan – ketakutan yang pernah terlintas di kepalaku nyatanya hanyalah ketakutan yang tidak mendasar. Tidak ada hal buruk yang terjadi setelah kunjungan Leonard satu minggu yang lalu yang berakhir tidak baik. Sementara hubunganku dengan Arkan sendiri tetap baik – baik saja. Kami kembali seperti semula, seolah pertanyaannya dan jawabanku tidak pernah ada.

Aku sadar jawaban yang ku berikan bisa saja menyakiti Arkan, ketidak jelasanku membuat keadaan di antara kami menjadi rumit dan Arkan sekali lagi memilih untuk mengalah dan membuatnya menjadi mudah. Tapi jujur dari dari hatiku yang paling dalam aku ingin Arkan memperjuangkanku, tapi aku tidak bisa mengatakannya. Tidak di saat aku sendiri masih jalan di tempat. Ketakutan yang membelengguku akan sebuah komitmen membuatku belum berani melangkah lebih jauh dalam hubungan ini.

Aku tau aku egois dan terlalu pengecut, aku tidak akan ingkari itu. Tapi seriously sangat sulit untukku kembali memulai komitmen serius dengan seseorang setelah apa yang terjadi pada hubunganku dengan Revian tujuh tahun yang lalu. Lima belas tahun dalam hidupku, aku tidak mempercayai cinta, aku mempercayai bahwa sebuah komitmen dalam hal ini pernikahan hanyalah penjara seumur hidup untuk perempuan. Bahwa perempuan tidak bisa melakukan apapun ketika suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga karena adanya ikatan pernikahan. Hingga memasuki usia lima belas tahun di mataku pernikahan itu mengerikan. Kemudian Revian datang, membawa lentera dan menyalakan cahaya yang hampir padam dalam hidupku. Revian, melalui keluarganya menunjukkan padaku arti lain dari sebuah cinta dan pernikahan, menunjukkan padaku bahwa tidak semua lelaki itu bajingan, tidak semua pernikahan itu mengerikan.

Tapi sekali lagi, kenyataan kembali menghempaskanku ke level paling dasar. Pengkhianatannya membuatku kembali tidak mempercayai cinta, tidak mempercayai komitmen. Revian memadamkan cahaya yang menyala redup dalam hidupku, membuat semuanya gelap gulita.

"Bu kita sudah sampai." Aku tersentak, kemudian mengedarkan pandanganku ke sekeliling dan mendapati jika mobil yang di kendarai oleh pak Rachim sudah terparkir sempurna di basement gedung Wijaya Building. Oh sial, sudah berapa lama aku tenggelam dalam pikiranku sendiri sampai tidak menyadari jika kami sudah sampai ke tempat tujuan?

Menghela napas panjang, aku mengucapkan terima kasih dan bergegas memasuki gedung, menyiapkan diriku untuk kembali bertemu dengan Revian. Masa laluku.

***

"Kamu tau kalau Leonard berusaha buat nyingkirin aku?"

"Ne?" Aku menggeleng, menyadari aku menggunakan bahasa Korea yang Revian tidak mengerti. "Sorry?" koreksiku sembari merapikan barang bawaanku.

"Leonard, pacar kamu itu menawarkan sebuah kerja sama yang sangat menjanjikan ke Wijaya Group tapi syaratnya aku harus menetap disana. Sinting bukan?"

"Aku nggak ngerti sama maksud omongan kamu."

Revian menghela napas panjang, punggungnya bersandar pada kursi yang dia duduki. Matanya tidak lepas menatapku, sekali lagi aku bisa melihat kerinduan dan kemarahan disana. Aku menggeleng pelan, sial aku pasti sudah berhalusinasi.

"Dia menawarkan sebuah kerja sama pembukaan cabang Wijaya Group di Jepang tapi dengan syarat aku harus menetap disana untuk mengurus semuanya. Sebuah syarat yang nggak masuk akal."

CURE | MOVE ON SERIES Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang