Tekan bintang di pojok kiri,❤️.
~~~
Pagi ini aku dijemput sama cowok yang kutemui kemarin di indomaret. Dia farel. Satu satunya teman dekatku yang katanya harus kuakui. Tampilannya kini membuatku mengesah panjang.
Anak ini biasanya selalu rapi. Bajunya selalu dikedalamkan. Dasi yang terbentuk rapi. Tapi kali ini semua terbalik. Ditambah aku memperhatikan rambutnya yang sengaja tidak ia sisir.
Dia ini mau apa? Mau dikira badboy gitu?
Asal kalian tau tampangnya tuh polos banget. dia bukan cowok dengan image ganteng, menurutku dia tuh jatuhnya ke lucu lucu gitu. Bibirnya kayak kelinci, matanya sipit ditambah lesung pipi di pipi kanan dan kirinya. Dia sangat tidak bisa aku bilang sebagai badboy.
"kok malah bengong sih? Buru pake sepatu," titahnya membuatku kesal.
Aku maju lalu menoyor kepalanya. Bisa bisanya dia tidak menyadari bahwa aku sedang mengkritik penampilannya tanpa suara.
"Ish, apa apaan si lo, rambut gue berantakan jadinya kan." Sewotnya sambil merapihkan rambut hitam yang tak sengaja ku senggol karena toyoranku mengenai ujung dahinya.
Gemas sendiri, aku berubah mengacak acak rambutnya, sampai dia yang duduk di atas motor jadi bergoyang goyang tak karuan, dia meronta meminta dilepaskan. Tapi aku tidak menggubris sampai dia menggigit lenganku.
Sontak aku langsung melepaskan pegangan tanganku pada rambutnya. Melihat kondisi tanganku yang sedikit basah bekas gigitannya.
"Jijik tau gak? Lagian lo apa apaan . Lo mau ke sekolah atau mau malak si?" kesalku agak berbisik, takut kedengaran orang rumah.
"Emang apa sih Van? Kenapa?"
"Penampilan lo kok gak rapi?" tanyaku to the point akhirnya.
Dia memperhatikan penampilannya dari rambut sampai ujung kaki.
"Semester dua gue mau nyobain bandel Van," jawabnya dengan senyuman bangga.
"eh, kelas dua belas tuh harusnya lebih bagus. Tobat."
"Gue tuh udah bagus ya Van. Nilai gue selalu di atas lo. Gue kebanggaan guru guru. Aktif organisasi juga."
"Mulai sombong ya, lo!" dengusku jengah dengan sikap sombongnya yang sedang kumat.
"Udah ah, rapihin gak? Lo keliatan bukan lo," sambungku memalingkan wajah.
"yaudah rapihin kalo gitu."
"oke,sori gue naik angkot kalo gitu."
Aku berjalan meninggalkan cowok itu yang kini tengah menstandarkan motornya. Kulihat dengan buru buru dia memasukkan seragam kedalam celananya, dasi yang semula tak terbentuk jadi rapi menggantung di kerah seragam miliknya.
Aku melempar senyum, sementara ia memutar bola mata karna harus menuruti perkataanku.
Aku kembali ke halaman depan rumah dimana Farel dan motornya berada.
"Nah, gitu. Jangan sok preman deh, muka lo gak mendukung." ujarku sambil naik ke jok belakang motor, dari kaca spion kulihat dia mendecih. Lalu memasang helm full face ke kepalanya.
Sempat terpana karena pesona yang ia miiki dapat menarik seseorang terjatuh kedalam karisma Farel si menyebalkan ini. Aku tidak memakai helm karena sekolah lumayan dekat, jalur yang tidak akan ada polisi. Pemikiranku ini sebaiknya jangan ditiru. Jauh dekat keselamatan itu penting.
*****
Parkiran sudah penuh dengan beberapa kendaraan milik siswa siswi Sma Cipta Bakti. Turun dari motor aku langsung melangkah tanpa memedulikan Farel yang tengah berteriak memanggil namaku meminta berjalan berbarengan dengannya. Alhasil dia berhasil menyejajarkan langkahnya denganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Should We Run Away?
Teen FictionHaruskah kita kabur saja dari rasa dan sangka yang tak berbalas?