Vote and komen kalian bikin semangat nulisku berapi api loh <3.
~~~~
Ini kedua kalinya kami bertemu dengan pelajaran olahraga di semester terakhir. Pak jamil datang sambil membawa map absen birunya, berdiri di depan gawang.
Kami yang semula sibuk dengan aktifitas masing masing mulai berdiri dan berbaris rapi menghadap pak Jamil. Seperti biasa melakukan pemanasan terlebih dahulu. Dikomando oleh Sean sang ketua kelas.
Kelasku berisikan 24 orang. Lapangan yang besar jadi tidak membuat kehadiran kami dapat memenuhi ruang terbuka ini. Kami bisa leluasa bergerak.
“Kali ini kalian dibentuk kelompok. Akan ada 4 kelompok yang yang berisikan 6 orang. Kelompok dibentuk terserah kalian, kelompok ini akan terus berlaku sampai kedepannya. Jadi putuskan baik baik,” kata pak Jamil setelah kami semua selesai melakukan pemanasan.
Posisi kami jadi tidak beraturan. Aku gunakan kesempatan ini berjongkok di belakang teman temanku yang berdiri tegak mendengarkan intrupsi pak Jamil.
Bela tiba tiba menoleh ke belakang, menemukanku yang berlindung dari teriknya matahari.
“Lo sama gue oke!” bisiknya agak merunduk sambil tersenyum seraya mengedipkan satu matanya.
Aku mengangguk mengangkat kedua jempol. Bagiku satu kelompok dengan siapapun tidak masalah. Semuanya pasti bakal kebagian.
“Pak cewek cowok boleh kan?” salah satu temanku bertanya.
“Bebas.”
Ada beberapa orang yang bersorak ringan, sepertinya senang dapat mencari kelompok yang jago di bidang olahraga.
“Oke, kalau begitu silahkan dibentuk dulu kelompoknya. Beritahu bapak jika sudah selesai. Bapak ke ruang guru dulu,” pamit lelaki paruh baya itu meninggalkan lapangan.
Teman temanku jadi ricuh. Berjalan kesana-kemari untuk bertanya adakah yang mau satu kelompok dengan mereka.
Ada juga yang langsung berjalan ke pinggir lapangan untuk berteduh. Padahal sama saja, masih terasa sengatan panasnya.
Tempat berteduhku jadi hilang, aku menyipitkan mata saat kepalaku mengarah ke atas.
“Heh lo kok malah diem aja, bukannya nyari orang.” Ucap seseorang berdiri menghalangi cahaya matahari yang semula menyorotku.
Aku membuka mata sempurna, “udah sama Bela.”
“Ya masa sama Bela aja.”
“Ya udah sama elo jadi bertiga.”
“Berenaaam Vanya,” katanya gemas.
“Iya oke gue cari nih orang lain.”
Aku berdiri, celingukan mencari orang yang belum masuk kelompok lain. Semua orang sedang sibuk mengobrol, sepertinya telah membentuk kelompok.
Dari samping kulihat Bela datang membawa tiga orang dibelakangnya.
Dia Reva, Jefri dan Bagas. Aku tersenyum bersyukur, tidak harus bersusah payah mencari dan mengajak orang masuk reguku.
Farel melirik tidak suka pada Reva, “Reva awas lo ngajak Vanya joged joged.”
Katanya menjauhkan tubuhku dari cewek putih berambut ikal itu. aku menghela nafas panjang, berlebihan sekali dia.
Reva mengerling. “Yee, lagian udah pernah kali,” balasnya tidak kalah judes.
Cowok jangkung ini sontak menoleh padaku, mengkonfirmasi perkataan Reva.
“hmm pernah,” gumamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Should We Run Away?
Teen FictionHaruskah kita kabur saja dari rasa dan sangka yang tak berbalas?