Tak lama setelah itu, hyung akhirnya meredakan amarahnya. Baru kali ini aku melihat hyung semarah itu. Mungkin hyung pernah marah sebelumnya. Hanya saja aku yang tak tahu.
Hyung yang aku kenal adalah seorang kakak laki-laki yang penyabar dan berhati lembut, tidak serakah, dan tidak mudah terpancing emosi.
Hyung akhirnya berjalan menuju kamarnya meninggalkan aku dan ibu.
Tanpa berkata sepatah pun.Ibu mengelus pundakku dan berkata "sudah jangan dipikirkan. Kakakmu hanya marah sebentar saja, hanya saja dia ingin sendirian di kamarnya untuk menstabilkan kembali kondisinya. Sudah biarkan saja" Setelah mendengar suara lembut ibu, aku akhirnya memutuskan tidak mengejar hyung dan berjalan ke kamarku sembari memikirkan kejadian barusan.
"Apa ayah sebenci itu padaku?" Renungku.
"Aku tak tahu perbuatan apa yang kulakukan di masa lalu sehingga ayah bersikap seperti itu padaku" Lanjut ku. Aku sudah tak tahan dengan suasana di rumah. Aku mengusap kelopak mataku, mencoba menahan air mata yang ingin keluar dari kelopak mataku.
"Sial, kenapa aku di lahirkan dan di besarkan di keluarga seperti ini? Kenapa? Aku benar-benar sudah tak tahan dengan sikap pria tua itu. Aku benar-benar... " Ketika sudah mencapai di depan pintu kamar, tak terasa air mata sudah mengalir membasahi pipiku.
Kedua kakiku melipat di depan pintu kamarku. Aku menangis terisak. Aku mencoba menahan tangisanku supaya tidak terdengar oleh ibu dan hyung.
Dadaku sesak seperti dipenuhi oleh sesuatu yang cukup berat, tubuhku lemas. Aku merasa kelopak mataku seperti ingin meledak mengeluarkan 2 liter air. Tapi itu semua tertahan oleh hatiku.
"Sial! " Ucapku berat.
********
Aku merebahkan diriku di atas kasur empuk yang dilapisi oleh kain bercorak polkadot. Tak terasa aku menangis di depan pintu kamar selama 1 jam. Menahan semua tangisan itu supaya tidak terdengar oleh orang rumah.
"Ternyata menangis diam-diam se-menyakitkan ini" Batinku.
Tanpa sadar aku tertidur di atas kasur empuk itu dalam waktu yang cukup lama. Ya. Sepertinya aku kelelahan.
Jam menunjukkan sudah pukul 5 sore.
"Hyun Gi sayang.. Main main yuk" Suara yang sangat familiar didengar oleh telingaku.
Tubuhku di guncang oleh kedua tangan mungil. Ya, siapa lagi kalau bukan sahabat kecilku. Ha-neul.
"Pergilah" Ucapku datar, sembari menutup wajahku dengan selimut. Sebisa aku menyembunyikan kedua kelopak mataku yang membengkak akibat aku menangis tadi.
"Hei bodoh, aku tau kau habis menangis. Jangan sembunyikan matamu yang sipit itu dari wajahku. Sadarlah wajahmu itu sudah seperti dorayaki" Ucap Ha-neul ketus.
"Apasih, pergi sana." Aku tetap kekeh menutup wajahku dengan selimut.
"Baiklah, aku akan menunggu disini selama 5 menit sampai kau bangun dan menceritakan semua kejadian hari ini kepadaku." Gadis itu melipatkan kedua tangannya dan duduk di sebelahku.
5 menit sudah berlalu, tetapi aku tetap di posisi yang sama.
"Si bodoh ini" Gadis itu menggerutu kesal. "Hei!" Ha-neul mulai menarik paksa selimut yang menggulung di sekujur tubuhku.
"Kau, benar-benar.. " Ha-neul benar-benar menarik paksa selimut yang menggulung di tubuhku hingga terpental menjauh.
"Argh, kau bisa tidak sih menjadi manusia normal sehari saja!" Ucapku kepada gadis berambut pendek itu.
Aku bangkit dari tidurku dan menatap kesal wajah manusia berjenis kelamin perempuan tersebut.
"Hoo akhirnya bangun juga kau hoho" Ucap Ha-neul sembari membusungkan dada dan melipat kedua tangannya dipinggang dengan perkataan bangga.
Dengan keadaan ku yang berantakan dan acak-acakan. Rambut acak-acakan, kemeja yang belum aku ganti daritadi terlihat kusut, menatap kesal gadis berumur 21 tahun tersebut.
"Hentikan, aku tak tahan melihat wajahmu" Ucap gadis itu menyodorkan 10 jarinya di depan wajahku dan memalingkan wajahnya.
"Justru aku yang tak tahan dengan keberadaanmu disini, pergilah. Aku benar-benar tak bisa menghirup udara segar setelah ada kau disini" Ucap ku dengan nada kesal.
"Aku akan pergi setelah kau menceritakan kejadian hari ini kepadaku Hyun-Gi" Ucap gadis itu.
Ha-neul melangkah mendekati wajahku. Jarak 20 cm wajahnya dengan wajahku. Aku refleks mundur agar wajahnya tidak terlalu dekat dengan wajahku.
Gadis itu menyingkirkan pelan poniku yang berantakan menutupi mataku.
"Lihat, sudah berapa lama anak laki-laki ini menahan semua penderitaan yang di alaminya selama bertahun-tahun?" Ucapnya pelan. Ha-neul menatap lembut mataku.
Aku menelan ludah melihat wajahnya sedekat ini. Aku menyadari bahwa wajahku sudah seperti udang yang habis direbus.
Tawa pelan menyelimuti wajah cantik gadis itu. Ya, gadis itu memang senang menjahiliku.
Tapi sepertinya kali ini tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUALAF
Romance"Kenapa aku sangat penasaran dengan Islam?" ya, dulu begitulah pikiranku sebelum menjadi seorang Mualaf. Ternyata menjadi seorang muslim tidak semudah yang aku bayangkan. Banyak rintangan yang harus aku hadapi ketika aku ingin masuk ke agama Islam...