MUALAF || chapter 4 >> Rasa penasaran yang tak dapat dihentikan

29 5 0
                                    

Krieeeett... ketika aku membuka toilet yang terakhir, aku terkejut melihat apa yang kudapati.

"Kau?" aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku hanya melongo melihat gadis tersebut

"Terima kasih" ucapnya lirih. Gadis itu tersenyum ke arahku seakan-akan ia ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Kalian tau siapa gadis itu? tentunya pasti kalian sudah menebak. Ya, gadis itu adalah gadis berkerudung di kelasku. Entah apa yang dibenci darinya, walaupun  dia cuek tapi menurutku dia tidak pantas untuk di bully. 

Aku segera menawarkan tanganku untuk membantunya berdiri. Dia menolak tawaran tanganku, dan mencoba bangkit sendiri.

Bruk! dia memang benar-benar tidak bisa berdiri lagi. Entah apa yang dilakukan geng gila itu kepada gadis ini.

"Hey, sudahlah aku tulus menolongmu. Jangan menghindariku lagi" ucapku dan segera menarik tangannya agar bisa berdiri.

Dia hanya diam dan menunduk. Dia sama sekali tidak menatap mataku. Aku mencoba menatap matanya, tapi dia selalu menghindari tatapanku. 

"Haaah..." aku menghela nafas. "Ini aku pinjami, kapan-kapan saja kau kembalikan" ucapku sambil memakaikan jaketku kepadanya. Aku merasa dia takut. Sangat takut. Baru kali ini aku melihat wajahnya memasang ekspresi ketakutan.

"Mau aku antar ke UKS?" tawarku

"Tidak usah, terima kasih telah menyelamatkanku. Terima kasih" ucapnya. Aku merasa dia ingin menangis, tapi dia menahannya. Mungkin malu.

Dia segera cepat-cepat pergi dari hadapanku. Entah kenapa kakiku melangkah untuk mengikutinya. Aku semakin penasaran dengan gadis ini.

"Siapa kau sebenarnya? kenapa aku selalu penasaran denganmu?" hanya itu yang ada di pikiranku.

xxx

Ketika dia sudah sampai di ruang UKS, aku hanya melihatnya lewat jendela. Dia terus merenung, ntah apa masalah yang menyelimuti pikirannya.

Sesekali dia menghela nafas. "Aku takut ayah, ibu" ucapan itulah yang aku dengar dari bibirnya menggunakan kalimat bahasa Indonesia.

Tak lama kemudian dia menangis. Tangisannya sangat menyayat hatiku. "Ada apa denganku? aku tak biasa seperti ini?" pikirku. 

"Maafkan aku" suara lembutnya di iringin isak tangisnya.

Dia hanya mengucap kalimat meminta maaf. Apa dia melakukan suatu kesalahan? aku menunggunya di luar sampai ia sudah selesai menangis.

Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 Pm. Dia baru saja keluar dari ruangan tersebut. Ia berjalan dengan lemahnya menuju ruang kelas.

Saat sampai di pintu kelas, aku melihat ia sudah tak kuat lagi berdiri. 

Bruk!

Aku berhasil menangkapnya. "fyuh" ucapku. "Untung saja kau ku ikuti" ucapku

Aku meletakkanya di bangku. "hei" ucapku sambil melambaikan tangan di depan wajahnya. "Bagaimana ini? apa dia pingsan? atau tertidur?" pikirku.

"Haish menyusahkan" ucapku. Aku mengambil tasnya dan menggendongnya di punggungku.

Aku memang tidak tahu rumahnya. Tapi aku melihat isi handphone-nya ada alamat rumahnya. Ah ternyata masih di sekitar sini rumahnya.

Aku segera keluar dari sekolah dengan keadaan aku menggedong seorang gadis.

"Hey, aku tidak tau kau sadar atau tidak yang penting aku benar-benar ingin meminta maaf padamu soal waktu itu" ucapku. "aku tidak sengaja mendengarkanmu membaca sesuatu yang aku tidak tau artinya" sambungku.

Dia tidak ada respon sama sekali. Aku rasa dia letih akibat hampir seharian ia menangis.

xxx

Aku sudah sampai di depan rumahnya. Ternyata rumahnya sederhana, bernuansa klasik. Aku meletakkannya di teras rumahnya dan mengetuk pintunya.

tok-tok

Aku bergegas sembunyi. Seorang perempuan yang sudah terbilang lansia terkejut melihat gadis itu, kemudian masuk rumah untuk memanggil seseorang. Aku melihat raut wajahnya yang sangat cemas saat dilihatnya gadis tersebut.

Aku rasa itu ibunya. Tapi ntah lah. Aku bergegas pergi dari tempat itu.

xxx

Selang beberapa bulan, kudapati gadis tersebut pindah sekolah. Aku sangat terkejut mendengar kabar berita itu. Ada perasaan sedih karena aku belum sempat berkenalan dengannya. Bahkan aku tidak tahu nama dia siapa.


MUALAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang