Saat ini gadis itu sedang berdiri di hadapanku. Dengan senyuman hangatnya menatap wajahku yang merenung sejak tadi.
Jika aku bercerita, apa gadis ini benar-benar bisa memberi solusi? aku sangat hapal tabiatnya.
"Heh?" Ha-Neul yang menatapku mulai membuka obrolan.
"Tuan, aku tidak tahu masalahmu jika kau hanya diam saja. Aku tahu pasti kau berpikir jika aku tidak pantas menjadi teman curhat. Betul kan?" Ha-Neul yang tanpa kusadari sudah sejak tadi duduk di kursi meja belajarku beranjak berdiri.
Wanita ini mulai mendekat ke arahku lagi dengan keadaan kedua tangannya dilipat. Aku melihat wajahnya. Sepertinya dia sudah tak tahan lagi dengan sikapku.
Tepat sekarang jarak kami hanya 1 meter, Ha-Neul mengambil bantal yang berada di sampingku dengan memasang wajah kesal. Dengan wajah tidak berdosa dan setengah kesal dia membekap wajahku dengan bantal yang ia ambil tadi.
"Hei sialan! Aku tahu selama ini kau selalu sengsara bodoh! tapi setidaknya ada aku disini. teman kecilmu! ARRRRGHHH"
"Lepaskan! kau mau aku mati heh?! tenaga macam apa ini? Hei bodoh"
Akhirnya setelah bertengkar selama 10 menit, aku mengalah. Ha-Neul tersenyum licik ke arahku dan dengan nada sok keren-nya ia berkata "Baik tuan muda, silahkan tumpahkan semua kekesalan mu padaku"
"Yah apa boleh buat"
Akhirnya aku menceritakan semua kejadian yang aku alami beberapa hari ini. Ha-Neul hanya mendengar dan menyimak ceritaku. Gadis itu enggan menyela pembicaraanku selagi aku masih bercerita panjang lebar. Tak terasa sudah 30 menit aku bercerita. rasanya sedikit agak lega.
"Wah, aku tak tahu ayahmu sampai seperti itu padamu" ucapnya
"Benarkan? aku saja anak nya heran"
"Hmmm. Hei Hyun-Gi, apa kau sudah coba pdkt dengan ayahmu?"
Aku berpikir sejenak. Aku merasa jika usahaku untuk pdkt dengan ayahku selalu gagal. Entah apa yang membuat usahaku itu gagal, aku pun tidak tahu. Aku berpikir jika usahaku untuk pdkt dengan ayahku selalu sia-sia.
"Udah, tapi sepertinya tidak ada yang berhasil" Jawabku.
"Wah parah! jika aku jadi dirimu, mungkin aku akan kabur dari rumah ini!" Ucapnya dengan percaya diri.
Yah, awalnya aku memang mau melakukan itu tapi tidak jadi. Aku merasa jika aku kabur juga si tua itu tidak akan mencariku juga. Tidak akan pernah.
"Hei, Hyun-Gi" Gadis itu tiba-tiba menampar pelan kedua pipiku
"Y-ya?" kedua tangan gadis itu masih menempel di pipiku.
"Aku tahu selama ini kau memikul banyak beban berat di pundakmu. Yeah, aku tidak tahu karena kau tidak pernah mau cerita kepadaku karena selalu memendam semua masalah sendirian. Tapi aku percaya! Hyun-Gi yang aku kenal, teman kecilku, sahabat terbaik-ku, pasti bisa mengatasi semuanya! Aku percaya! Ayo taruhan makan Tteobokki jika aku menang! HAHAHAHAHAHAHA"
Aku yang awalnya sedikit antusias mendengar perkataannya di awal jadi sedikit kesal mendengar kalimat nya di akhir. Gadis ini pikirannya selalu tidak luput oleh makanan. Dasar tidak ada keren-kerennya.
Ha-Neul mulai beranjak pergi meninggalkan Hyun-Gi. Langkahnya terhenti ketika sampai tepat di depan pintu kamarku.
"Hyun-Gi, kau pasti bisa. Aku percaya dan jangan menyerah. Awas saja jika kau melakukan tindakan yang mengancam nyawamu. Jika itu terjadi.. " Kalimat wanita itu terhenti.
"Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Selagi aku masih disisimu, luapkan segala bebanmu padaku"
Tanpa balik badan, Ha-Neul meninggalkan ku begitu saja. Aku terkejut wanita itu bisa berkata seperti itu. Sepertinya aku mulai lega setelah bercerita semua masalah-ku ke Ha-Neul. Aku mulai tenggelam lagi di dalam pikiranku.
----------------------------------------------------------
Tepat di pukul jam 7 malam, ibu mulai sibuk menata makanan untuk makan malam. Aku dengan sigap membantu ibu.
"Ibu ada yang bisa ku bantu?"
"Oh Hyun-Gi? bisakah kamu menyusun piring-piring diatas meja?" Tanya ibu
"Eh, siap bu!"
Dengan cepat aku mengambil piring dan sendok lalu segera menyusun-nya di meja makan.
"Mau ku-bantu?" Ucap Hyung yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Tidak usah, aku bisa sendiri"
"Hmmm? Begitu ya? Yasudah" Hyung beranjak pergi menuju ruang tamu.
"Hyung mau keluar?" Tanyaku
"yeah, keluar sebentar. Ada sesuatu yang ingin kulakukan, kau ingin nitip sesuatu?"
Aku ber "Oh" pelan. Aku tahu dia ingin pergi kemana. "Tidak, jangan lupa makan malam" ucapku mengingatkan.
"Iya-iya, Ibu! Aku pergi keluar sebentar!" Teriaknya meminta izin kepada ibu.
"Iya! jangan telat untuk makan malam bersama!" ucap ibu yang kembali mengingatkan
"Siap!"
Makan malam bersama sudah tiba. Aku sudah mengambil posisi kursiku di meja makan. Seperti biasa, aku duduk di samping hyung. Rasanya sedikit aman jika duduk di samping hyung dibanding disamping ibu. Hyung sudah kembali dan mengambil posisi duduk di samping ayah. Telepon rumah berdering, ibu dengan sigap mengangkat telepon.
Aku sedikit menguping pembicaraan ibu. Ibu akhirnya kembali ke meja makan.
"Maaf ya, sepertinya ayahmu tidak bisa ikut makan malam hari ini" Ibu berkata dengan wajah murung.
"Maaf Hyun-Gi" Ucap Ibu menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUALAF
Romance"Kenapa aku sangat penasaran dengan Islam?" ya, dulu begitulah pikiranku sebelum menjadi seorang Mualaf. Ternyata menjadi seorang muslim tidak semudah yang aku bayangkan. Banyak rintangan yang harus aku hadapi ketika aku ingin masuk ke agama Islam...