Kalau bukan karena ditawari kopi dari rekan sejawat, Mike sudah bersantai di rumah sembari menikmati kopi buatan sendiri dan melanjutkan bacaannya yang kemarin.
"Suasananya enak, bukan?" Joe Banning bertanya antusias. "Letaknya memang tidak biasa, di pinggir pesisir pantai yang nyaris sepi di kota kecil pula, tapi, hei, kalau bukan karena istriku yang ngidam, aku mana tahu ada tempat begini."
Mike tertawa. Interior serba kayu dengan dominasi kecoklatan dan hitam perpaduan batu alam juga kayu dengan beberapa tanaman hijau dan lampu-lampu pijar yang ditata sedemikian rupa, memang cukup menimbulkan kesan nyaman yang santai. Alunan jazz alternatif pun lembut menggaung ke penjuru ruangan yang tidak terlalu besar, tapi tempat minum kopi itu menyediakan area outdoor yang hanya muat ditempati dua pasang orang. Yang salah satunya sudah ada pasangan muda dengan pandangan langsung ke pantai di seberang sana.
"Ya, lumayanlah. Kau juga, kenapa bawa-bawa istri hamil ke kota kecil begini?"
Joe mengangkat lengan ke arah meja barista. Seseorang menjawabnya, lalu dia kembali menatap Mike. "Aku tak punya pilihan. Keinginan yang sedang hamil itu mutlak, man. Tidak bagus jika sampai ditolak. Toh, aku masih bisa kerja."
"Benar."
Sepasang langkah kaki mendekati mereka. Joe menjentikkan jari ke arah Mike.
"Lupa. Kau, 'kan tidak punya istri. Jadi, yah." Joe mengedikkan bahu. Mike memutar bola mata dengan jengah alih-alih merogoh saku karena ponselnya bergetar, Joe menertawainya.
"Ingin pesan apa, tuan?"
Joe menjabarkan permintaan yang disanggupi dengan tepat sekalian penawaran beberapa menu. Mike masih di ponselnya, sampai Joe menegur dan dia pun tengadah guna mengatakan keinginan.
Namun, Mike bergeming. Niatan yang memang cuma setengah untuk pergi minum kopi ke lokasi antah berantah, malah hilang.
Otaknya kosong tiba-tiba.
"Tuan?"
Mike merasa seperti telinganya disentuh kabut. Suara indah begitu kenapa baru didengarnya? Terlebih si empu suara sangat ....
"Hei, Mike? Kau oke?"
Sekarang Joe terdengar lebih menyebalkan di telinganya.
"Anda ingin apa, tuan?" tegur si pelayan bercelemek kelabu dengan kemeja hijau tua yang membaur sangat hangat bersama celana kain cokelat pastelnya. Dia tersenyum pamer geligi yang sempurna sampai bibirnya melekuk indah dan sepasang mata bulat itu nyaris membentuk bulan sabit terbalik. Manis. Cantik.
Di leher jenjangnya, di mana dua kancing kemeja teratas dibiarkan terbuka, melingkar kalung emas tipis dengan liontin mungil inisial 'v' yang mengilap.
Mike merasakan senyum konyol di wajah sendiri.
"Uh, mungkin temanku tidak ingin—"
"Americano hangat rendah gula," potong cepat Mike. Mata enggan berkedip dan tidak ambil pusing pada Joe yang mengernyit.
"Baik, satu americano. Kudapannya?" Jemari lentik yang dihiasi cincin perak di telunjuk, tengah juga kelingking itu, menggoreskan pesanan ke note kecil di tangan. Pergelangannya yang ramping dipenuhi berbagai bentuk gelang unik yang terasa pas juga imut. Lengan kemeja dilipat nyaris ke siku, menimbulkan kesan tampan sekaligus manis. Entahlah.
Mike rasanya ingin menelan pemuda indah itu di sana saat itu juga.
"Tuan ...."
"Cukup itu saja, manis. Kau tak mau tahu apa yang ingin kumakan sekarang. Percayalah." Mike meluncurkan kalimatnya tanpa jeda atau pun disaring. Joe di sana makin menekuk alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cwtch. | Vottom √
RomancePart.III Your Prompts Setelah berunding lama dan alot kepada yang bersangkutan, akhirnya dicapailah kesepakatan. Teruntuk mereka yang merindukan Daddy Mike bersama Baby V/Tae, selamat menikmati. . . . Bot!Taehyung/V Kim Taehyung milik dirinya se...