Yuk semangat^-^
Hanya sesederhana itu saja sudah membuat ia bahagia. Walau rasanya agak ragu bisa jaremba gelabah.
⚫⚫⚫
Ayasya Nadira Driansyah, itulah nama dari seorang gadis yang tengah melompat-lompat di atas tempat tidur. Ia tampak memekik girang terus-menerus dengan senyuman lebar yang terus terukir hingga memperlihatkan lesung pipi yang indah.
Beberapa saat yang lalu, Ayasya baru saja berbicara dengan papanya perihal ia yang mengikuti olimpiade mewakilkan sekolahnya. Tanggapan sang papa yang terakhirlah yang membuat Ayasya memekik kegirangan. Ia pun tanpa sadar bersikap layaknya anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru. Sedangkan Ayasya? Ia senang karena hal yang diinginkannya selama ini akan dijadikan hadiah jika ia bisa meraih juara dalam olimpiade tersebut.
Emas? Berlian? Barang-barang branded? Tentu saja bukan semua itu yang diinginkan Ayasya. Ia senang lantaran papanya menjanjikan akan mengizinkannya pergi ke luar negeri untuk bertemu sang papa jika Ayasya bisa meraih juara.
Bagi orang-orang itu hanyalah hadiah tak ada artinya, mungkin. Tapi, bagi Ayasya itu adalah hadiah yang sangat diinginkannya dan juga berarti. Ia sangat merindukan papanya, tetapi lelaki paruh baya itu tidak mempunyai banyak waktu untuk kembali ke Indonesia.
Sebenarnya Ayasya bisa saja pergi langsung menemui sang papa, tetapi rasa takut akan menganggu pekerjaan sang papa di sana yang menghentikannya.
Ayasya memang bisa saja mendapati semuanya yang diinginkan mengingat ia merupakan putri dari keluarga Driansyah. Namun, entah mengapa keinginan utama Ayasya terasa sulit terpenuhi.
Terlalu aktif sedari tadi membuat Ayasya akhirnya merasa kelelahan hingga menjatuhkan tubuhnya. Napasnya yang tadi terengah-engah pun kembali normal. Ia menatap langit-langit kamar yang didominasi biru laut itu dengan senyuman yang tak surut sedari tadi.
"Coba aja dari dulu Papa menjanjikan hadiah seperti ini, pasti aku bakalan semangat ikut perlombaan kayak gini," gumam Ayasya.
Saat tahun pertamanya di SMA Basita, ia sempat disuruh mengikuti olimpiade oleh Wali Kelasnya. Namun, Ayasya sangat tidak berminat sekali dulu. Ia merasa kurang percaya diri dulu.
Ketika tahun keduanya, ia juga sempat menolak. Namun, berkat lelaki bernama Bagas yang memberikannya semangat, Ayasya pun menerima dan mendaftarkan dirinya. Awalnya ia agak ragu mengikutinya, tetapi karena semangat Bagas dan lelaki itu juga ikut ... jadi Ayasya pun ikut.
Maka dari itu, ketika ia resmi lolos sebagai perwakilan sekolah yang mengikuti olimpiade, sejak itu ia semakin giat belajar. Ia berharap kali ini dapat memberikan kepuasan bagi mereka. Ya, mereka.
"Aya semangat!" Gadis itu menyemangati dirinya sendiri. Ia sangat berharap bisa menggapai kemenangan dalam Olimpiade nantinya. Walau kemungkinannya kecil. Ayasya takkan menyerah sebelum berjuang. Semangat!
Ayasya kembali mendudukkan dirinya dan turun dari tempat tidur. Ia berjalan menuju meja belajarnya. Setelah duduk di kursi, Ayasya pun kembali berkutat pada buku-buku dan juga pulpen.
⚫⚫⚫
Di lain sisi, lelaki bernama Bagas itu baru saja selesai berkutat dengan banyak buku yang dipergunakannya untuk mempelajari materi olimpiade nanti.
Bagas tampak merenggangkan otot-ototnya. Ia sudah merasa lelah sekarang, matanya pun sudah berair saking ngantuknya. Sambil menguap pelan, ia berjalan ke tempat tidurnya berada.
Saat Bagas ingin menidurkan dirinya, sejenak ia mengingat sesuatu yang membuat ia mengambil ponsel di atas nakas.
Bagas hendak menghubungi sang sahabat yang lebih gila darinya jika belajar.
"Halo, Ay?"
Dari seberang sana, suara yang terdengar lelah itu berdehem pelan.
"Tidur gih!" titah Bagas. Ia tahu, gadis itu pasti lelah karena terlalu lama belajar dinilai dari suara yang terdengar tadi.
"Ih Bagas! Kamu nelpon aku cuma buat gitu doang?" omel Ayasya.
Sontak saja Bagas memutar matanya malas. "Ayasya! Gue bilang tidur sekarang!"
Ayasya berdecak mendengarnya. "Bagas!"
"Gue tau lo, Ay. Lo pasti masih belajar 'kan? Mending sekarang simpen semua buku lo, terus cuci muka, cuci tangan, cuci kaki dan tidur!" Bagas berujar tak ingin dibantah.
Pasalnya, ia sudah terlalu hafal dengan kebiasaan Ayasya ini. Jika gadis itu sedang belajar, maka ia akan terlena hingga melupakan apapun itu. Entah itu makan maupun tidurnya.
"Bentar lagi dong, Gas. Aku baru dua jam belajar materi olimpiade, masa udah kelar aja sih?" Ayasya terdengar berusaha merayu Bagas.
"Dua jam itu udah lama, Ay. Lo gak perlu terlalu memaksakan diri juga."
"Enggak lama bagi aku, Gas!" keukeuh Ayasya.
"Emang dari jam berapa sih belajarnya?"
"Eumm, jam delapan. T-tapi aku baru belajar materi olimpiade dua jam kok." Ayasya mencicit pelan.
"Artinya lo udah belajar selama empat jam? Ckck!" Bagas berdecak kesal mendengarnya. Gadis satu ini keras kepala sekali jika menyangkut belajar. "Ay, sekarang udah jam sebelas lewat dan lo masih mau tetap lanjutin itu? Lo lupa? Besok masih ada ujian, jadi please! Dengerin gue, ya?"
"T-tapi, Gas?"
"Please, Ay! Gue gak ngelarang lo buat belajar, tapi seharusnya lo sadar diri. Lo itu manusia, bukan robot! Jadi, jangan memaksakan diri lo sampai-sampai melupakan waktu istirahat!" tegas Bagas.
Helaan napas terdengar jelas di telinga Bagas.
"Iya, Gas. Aku istirahat nanti—"
"Sekarang, Ay! Sekarang!" tekan Bagas. "Atau gue harus ke rum—"
"Fine! I'm sleeping now!"
Bagas pun menghela napas lega. "Good night, Ay ...."
".... my love," sambungnya yang tak dapat didengarkan Ayasya karena sambungan telepon sudah dimatikan.
Bagas pun tersenyum kecil. Setelah meletakkan ponselnya kembali, ia langsung merebahkan tubuhnya hingga kemudian terlelap.
⚫⚫⚫
822Word
|Publish: 16 Juli 2021 |A/N:
Tunggu kelanjutannya, ya!
Please vote, comment and share this story.
Thank you.See you next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
AYASYA
Teen Fiction[Plagiat🚫] Ayasya Nadira, perempuan cantik nan manis ini memimpikan bisa memiliki hidup layaknya seorang putri yang disayangi, dimanja, dan kehadirannya dianggap berharga. Sayang, semua hanya bisa menjadi mimpi baginya. Ia memang terlahir dengan se...