[07] Ragu

60 20 3
                                    

Hai! AYASYA update nih😉

Walau bibirnya berucap baik-baik saja, ia juga tak dapat memungkiri bahwa rasa ragu pun telah merayapi hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walau bibirnya berucap baik-baik saja, ia juga tak dapat memungkiri bahwa rasa ragu pun telah merayapi hatinya.

⚫⚫⚫

Ayasya pulang ke rumahnya tepat pukul enam sore yang diantarkan oleh Bagas tentunya. Sehabis dari sekolah, ia menghabiskan waktunya di rumah Bagas.

Tak hanya Bagas, Ayasya juga ditemani Bunda Bella disana. Kehadiran dua orang inilah membuat Ayasya bisa melupakan rasa sesak dalam dadanya. Ia sampai bercanda ria tanpa mengingat hal apapun yang mengoyak hati. Memang kehadiran Bunda Bella dan Bagas sangat berpengaruh terhadap Ayasya.

Sesampainya di rumah, Ayasya mencari keberadaan Bi Ati. Ia ingin menanyakan beberapa hal sebelum pergi ke kamarnya.

"Bibi!" sapa Ayasya riang, seulas senyuman terpatri di bibirnya saat matanya melihat wanita paruh baya yang tengah dicari berada di dapur.

"Eh, Non Aya?"

"Bibi, Aya mau nanya nih!"

Bi Ati tampak membersihkan tangannya terlebih dahulu sebelum akhirnya memusatkan pandangan pada Ayasya.

"Mama udah pulang atau belum?"

"Ooh udah, Non. Tadi pas siang Bu Safira ada pulang ke rumah sama dua temannya, tetapi cuma sebentar aja. Bu Safira pulang cuma ambil beberapa pakaian aja diliat dari tas yang dibawanya. Bu Safira juga bilang kalau gak akan pulang untuk beberapa hari karena ada keperluan gitu katanya," jelas Bi Ati.

Ayasya mengangguk pelan. "Terus Mama ada titip pesan buat aku gak, Bi?" Ia menatap Bi Ati penuh harap.

Bi Ati tampak meringis kecil. "Gak ada, Non. Bu Safira cuma bilang itu aja dan langsung pergi sama temannya," ujarnya dengan raut wajah tak enak.

Ayasya menghela napas panjang. "Oh gitu, ya."

"Non Aya hari ini bagi rapornya 'kan?"

"Hehe iya, Bi."

"Gimana sama hasilnya, Non? Bibi penasaran dari tadi nih."

"Alhamdulillah, Bi. Aku masih dengan posisi yang sama, peringkat pertama," tutur Ayasya seraya tersenyum singkat.

Bi Ati menepuk tangannya pelan. "Wah! Non Aya memang terbaik! Bibi bangga sama Non Aya," pujinya. "Bibi doakan, semoga apa yang Non Aya inginkan dapat dikabulkan sama Allah SWT."

Ayasya terdiam setelah mendengarnya. Hatinya tersentuh. "Makasih banyak, Bi." Ia memberikan senyuman lebarnya pada Bi Ati. "Aku pamit mau ke kamar, ya, Bi."

Bi Ati mengangguk sekali. Ia menatap Ayasya dari belakang dengan sendu. Ia sudah lama bekerja di rumah ini dan ia pun tahu kalau Nonanya itu sedang tidak baik-baik saja.

Walau Ayasya mengukir senyuman manisnya, itu semua hanyalah sebatas topeng. Nyatanya, Ayasya tidak baik-baik saja. Hatinya masih terluka akan kecewa.

⚫⚫⚫

"Bunda mau bicara apa?"

"Bagas ... apa kamu yakin dengan keputusanmu mengikuti olimpiade ini, Nak?" Bunda Bella menatap ragu sang anak yang tengah bergulat dengan buku-buku dan segala kawan-kawannya.

Bagas yang tengah mencoret-coret kertas dengan berbagai angka dan rumus pun berhenti. Ia membalikkan tubuhnya menatap wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya.

"Kenapa Bunda tanya seperti itu? Bukannya Bunda sudah mendukung Bagas sedari awal? Kenapa sekarang Bunda sepertinya ragu?"

Tangan Bunda Bella naik mengelus pucuk kepala anaknya. "Bunda hanya tidak ingin kamu terlalu banyak beban pikiran."

"Beban seperti apa, Bun? Bagas gak pernah merasa ini menjadi beban. Malahan Bagas senang bisa berada di posisi ini," kata Bagas seraya tersenyum tipis.

"Tapi ... kamu gak seharusnya ikut ini, Gas. Bunda khawatir sama kamu, bagaimana kalau—"

Bagas meraih tangan Bunda Bella, ia menggenggamnya erat. "Jangan berpikir terlalu jauh, Bun. Bagas ini anak Bunda yang kuat. Bagas bukan anak Bunda yang lemah," tegasnya.

Bunda Bella menatap Bagas dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Ya udah terserah kamu, Gas. Bunda hanya tidak ingin sesuatu terjadi sama kamu." Ia menghela napas panjang, pasrah dengan keputusan Bagas yang takkan berubah.

"Bunda gak perlu mikir yang aneh-aneh, oke? Bunda hanya perlu percaya dan terus berdoa untuk Bagas." Lelaki itu mendongak menatap Bunda Bella dengan senyuman tipisnya. "Dan kalaupun itu terjadi, mungkin memang sudah takdirnya Bagas," lanjutnya dengan nada pelan.

"Bagas," lirih Bunda Bella, air bening itupun luruh seketika. Ia tak sanggup menahan tangisnya lagi. "Jangan berkata seperti itu, Nak. Bunda pasti selalu mendoakan yang terbaik untuk Bagas." Rasa sesak pun telah menggerogoti dadanya.

Bagas bangun dari duduknya tadi, ia memeluk sang Bunda dengan erat. Tangannya bergerak mengelus punggung Bunda Bella. Ia pun berucap lirih, "Semua akan baik-baik saja, Bun."

Bunda Bella membalas pelukan itu dengan erat, ia terisak pelan.

Hati Bagas terasa tersayat kala mendengar isakan tangis Bunda Bella. Rasa bersalah pun merayapi hatinya karena telah membuat wanita yang amat berharga ini menangis.

"Yeah, everything will be fine," gumam Bagas.

Walau bibirnya berucap baik-baik saja, ia juga tak dapat memungkiri bahwa rasa ragu pun telah merayapi hatinya.

Apa semua akan baik-baik saja?

700 Word|Publish: 28 Juli 2021|

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

700 Word
|Publish: 28 Juli 2021|

A/N:
Tunggu kelanjutannya, ya!
Jangan sampai ketinggalan loh😌
Please vote, comment & share this story🙏
Thank you!

See you next chapter!

AYASYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang