[05] Rasa Cemas

81 25 16
                                    

Hai teman-teman:)
Yuk lanjut bacanya💜

Tak ada tanda-tanda kedatangan membuat rasa cemas menyergap sang kalbu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada tanda-tanda kedatangan membuat rasa cemas menyergap sang kalbu.

⚫⚫⚫

Hari sabtu pun tiba. Inilah hari yang membuat banyak murid menjadi deg-degan sekaligus cemas akan hasil nilai rapor mereka.

Sekarang SMA Basita sudah mulai dipadati banyak orang yang terus berlalu-lalang. Beberapa guru yang menjabat sebagai wali kelas pun tampak sibuk mengurusi rapor muridnya.

"Mama dimana, ya?" gumam Ayasya.

Ayasya yang tengah duduk di samping Bagas terus celingukan kesana-sini. Dari wajahnya, ia tampak cemas. Sesekali ia tertangkap melirik waktu di arlojinya ataupun ponsel yang berada di genggamannya.

"Jangan cemas berlebihan, Ay," tutur Bagas memperingati.

Gadis itu menoleh dengan wajah penuh kekhawatiran. "Gimana bisa aku gak cemas, Gas? Mama sama sekali belum ada kabar dari tadi," ujarnya. Ia takut jika apa yang berada dipikirannya malah terjadi. Wajar jika rasa cemas kini telah menyergap kalbu.

Setelah kemarin meminta sang Mama—Safira untuk menghadiri hari pembagian rapor, Ayasya belum bertemu lagi dengan Safira hingga sekarang ini. Karena saat ia bangun pagi tadi, Bi Ati berkata jika Mamanya sudah keluar pagi-pagi sekali. Ditanya kemana, Bi Ati pun tak tahu.

"Kalau Tante Safira bilang akan datang, lo gak perlu secemas ini. Positif thinking aja kalau Mama lo itu ada problem yang menghambat kedatangannya seperti sekarang nih." Bagas menghela napasnya dengan pelan. "Jadi lo sabar dulu, Ay. Kita masih punya waktu lima belas menit lagi sebelum masuk ke aula," tambahnya setelah melihat arloji di pergelangan tangannya.

"Iya, Gas. Mungkin aku aja yang terlalu takut akan berakhir dengan kecewa nantinya." Ayasya menatap Bagas dengan menyunggingkan senyuman tipis.

Bagas terdiam sejenak saat mendengarnya. Ia menatap sahabatnya dengan lekat. "Kalaupun Tante Safira gak bisa datang, lo gak perlu cemas, karena Bunda ada di sini untuk lo juga," ucapnya menenangkan.

Ayasya mengangguk pelan. Walaupun begitu, Ayasya masih ingin berharap. Dalam hati kecilnya, ia terus merapal doa agar Mamanya dapat hadir saat ini. Ia tak ingin harus menelan rasa kecewa kembali.

⚫⚫⚫

Lima belas menit berlalu dengan cepat. Selama itu pula Ayasya masih menunggu di depan kelasnya bersama Bagas yang selalu setia berada di sisinya. Tapi, semua nihil. Tak ada tanda-tanda kehadiran Safira. Bibir yang semula melengkung indah ke atas sekarang telah sirna.

Ayasya tampak murung di tempatnya. Sedangkan Bagas yang berada di sampingnya hanya bisa menghela napas panjang.

Bagas prihatin pada sahabatnya ini. Tangannya terangkat menepuk pelan pundak Ayasya. "Udah dong, Ay. Gue gak suka liat wajah murung lo nih," ujarnya.

AYASYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang