Chapter 2

10.4K 253 10
                                    

Happy Reading!!!

***

“Apa itu karena ulahku?” Alarick menanyakan rasa penasarannya, dan ia menghela napas lega saat sebuah gelengan perempuan itu berikan.

“Lalu, bagaimana bisa kau mendapatkan semua lebam itu? Apa karena ini juga kau tidak memperhatikan jalanmu hingga membuat kita bertabrakan?”

“Mungkin,” singkat Anya menjawab. Lalu bangkit dari duduknya dan hendak melangkah, tapi tangan Alarick dengan cepat meraihnya, membuat Anya menoleh dengan sebelah alis terangkat.

“Kau mau ke mana?”

“Mengambil es dan P3K,”

“Biar aku saja,” Alarick bangkit dari duduknya. “Dimana tempatnya?” Anya tak lantas menjawab, lebih dulu mengamati pria yang baru dikenalnya itu dengan tatapan yang terkesan heran dan aneh, namun kemudian Anya menyebutkan letak P3K yang dimilikinya, dan ia kembali duduk di sofa menikmati denyutan perih di setiap lukanya.

Tidak lama, Alarick kembali dengan kotak P3K dan es batu yang awalnya akan Anya ambil sendiri. Namun sedikit banyak akhirnya Anya bersyukur karena dengan adanya pria baru di kenal itu, Anya merasa terbantu. Kakinya yang sakit benar-benar sulit di ajak terus berjalan. Dan Anya janji akan meminta ganti rugi pada suami dari si wanita yang menganiayanya itu.

“Terima kasih,” ucap Anya seraya meraih mangkuk berisi es batu dari tangan Alarick dan mulai mengompreskan pada lebam di kakinya. Alasan kenapa ia sampai lebam, karena wanita tua tadi menendangnya dengan hells keras yang dikenakannya dan tendangannya tidak main-main. Selain itu, wanita tua itu juga sempat menginjak pahanya, yang untung saja tidak membuatnya terluka lebih parah dari ini. Anya benar-benar merutuki kesialannya dan tidak hentinya memaki tanpa mengeluarkan suara.

“Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu seperti ini?” penasaran Alarick bertanya dengan hati-hati, takut maksudnya di salah artikan.

“Di aniaya orang,” ujar Anya dengan emosi. Sedangkan Alarick semakin mengerutkan keningnya.

“Bagaimana bisa?”

“Ya tentu saja bisa, orang suaminya sedang bersamaku,” jawab Anya tidak sama sekali merasa bersalah. Dan dari nadanya tidak terdengar seperti perempuan itu keberatan dengan apa yang Alarick tanyakan.

“Di hotel tadi?” Anya hanya menjawab lewat anggukan singkat, terlalu fokus pada kaki indahnya yang beberapa hari ke depan tidak dapat dirinya pamerkan seperti biasa untuk memikat para laki-laki yang akan memuaskannya dan memberinya sejumlah uang.

“Kau seorang simpanan?” tanya Alarick lagi.

“Sekarang tidak,” kembali Anya menjawabnya dengan santai. Tidak sama sekali Anya malu mengakui itu. Toh, mengelak pun untuk apa.

Alarick tidak lagi bertanya, hanya memperhatikan Anya dalam diam dan menilai. Ia seharusnya tidak terkejut dengan kenyataan itu, mengingat penampilan Anya malah ini yang terlihat seperti perempuan penghibur yang selalu Alarick temukan di club malam milik temannya, meskipun perempuan itu tidak melakukannya pada Alarick saat ini. Entah karena gara-gara lebamnya, atau memang Alarick tidak menarik di mata perempuan itu, tapi yang pasti ada sedikit ketertarikan yang dirinya miliki begitu menatap setiap inci tubuh Anya yang di tutupi kain begitu mini. Pahanya yang terekspos banyak, dadanya yang menyembul seolah menantang dan wajah cantiknya yang enak di pandang. 

Jujur saja ketika menggendong Anya tadi Alarick merasakan panas dingin, tangannya gatal untuk mengelus paha mulus yang bersentuhan langsung dengan kulit tangannya, namun Alarich tidak ingin di bilang lancang, maka dari itu sepanjang menggendongnya, ia fokus menatap ke depan hingga tidak sadar lebam yang perempuan itu miliki.

CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang