Happy Reading!!!
***
Sore hari Anya baru saja keluar dari kamarnya setelah memuaskan dan mengistirahatkan tubuh lelahnya. Malu sebenarnya, tapi untunglah keluarga Aliana mengerti dengan kelelahannya yang sudah melakukan perjalanan cukup jauh meski bukan itu alasan sebenarnya.
Kini Anya duduk di sofa ruang tengah, bergabung bersama Aliana dan kedua anaknya setelah sebelumnya menyambangi dapur untuk mengisi perut.
“Aku boleh pulang kapan?” tanya Anya pada Aliana.
“Kenapa memangnya? Kau baru datang, Nya. Kenapa sudah ingin pulang saja?” Aliana mengerutkan kening dalam, menatap sahabatnya yang terlihat tidak terlalu bersemangat.
“Aku hanya bertanya sampai kapan aku disini,” Anya tentu saja enggan mengakui bahwa dirinya tidak sabar kembali untuk bertemu Alarick dan bermain bersama pria itu lagi, memuaskan hasratnya yang tidak pernah ingin berhenti, dan sejauh ini hanya pria itulah yang membuat Anya benar-benar terpuaskan. Lagi pula Anya tidak ingin berlama-lama di kediaman sahabatnya, bukan karena tidak merindukan mereka, tapi ia tidak ingin terus menerus memuaskan diri dengan benda mati yang beberapa jam lalu digunakannya.
“Sampai aku tidak membutuhkanmu lagi,” ujarnya santai.
“Sialan kau!” maki Anya mendengus kencang, membuat Aliana tertawa puas karena berhasil membuat sahabatnya itu kesal. “Aku serius Al, kapan aku boleh kembali ke Amerika? Meskipun aku malas, tetap saja aku harus tanggung jawab pada pekerjaanku.”
“Oke, kau boleh kembali selasa nanti bersama kakakku,” jawab Aliana pada akhirnya.
Anya mengerutkan kening, “Kakakmu?” tanyanya memastikan.
“Ya, Kak Larik tinggal di Amerika sejak dua minggu yang lalu karena harus mengurusi pekerjaannya di sana. Dan setahuku dia akan tinggal cukup lama di Amerika,” terang singkat Aliana lalu mengedikkan bahunya. Anya berusaha tidak peduli, tapi otaknya terus bekerja, entah memikirkan apa. hingga satu suara menyadarkannya dan segera menoleh.
Terkejut. Itu yang Anya rasakan saat menatap sosok tampan yang kemarin memberinya kepuasan. Tidak jauh berbeda pria itu pun sama terkejutnya, tapi segera mengulas senyum dan duduk bergabung bersamanya di sofa yang sama.
“Hai Kak, bagaimana istirahatmu?” tanya Aliana dengan lembut pada sang kakak, tidak menyadari tatapan Anya yang lagi-lagi terkejut mengetahui kenyataan bahwa pria yang kemarin melakukan seks bersamanya adalah orang yang sama yang membuat terpesona tujuh tahun lalu. Pria yang kemarin menabraknya dan menggendongnya hingga apartemen, dan pria yang juga sempat dirinya bayangkan ketika dirinya berusaha melepaskan hasratnya beberapa jam yang lalu.
Kepala Anya tiba-tiba saja pening, ia tidak tahu semua ini takdir atau justru musibah, karena jujur saja ia tidak ingin memiliki masalah dengan sahabat kembarnya jika sampai mereka tahu bahwa dirinya dan Alarick sempat melakukan seks. Terlebih pria itu yang sudah memiliki pasangan. Cukup kemarin Anya mendapatkan lebam akibat penganiayaan, jangan sampai ia mendapatkannya lagi. Tapi tunggu … apa ada yang dirinya lupakan?
“Lumayan,” Alarick hanya menjawab singkat, lalu menoleh ke arah Anya yang duduk di samping.
“Ah, ya ini sahabatku, Anya. Dia juga yang selama ini mengurusi perusahaanku dan Alisya di Amerika,” Aliana memperkenalkan. Alarick mengangguk paham, lalu mengulurkan tangannya ke arah Anya.
“Senang bertemu denganmu … lagi, Anya,” ucapnya dengan seulas senyum yang benar-benar memikat dan tanpa sadar membuat inti Anya berkedut, yang membuatnya benar-benar geram, ingin menangis karena lelah tapi juga merasa bahwa reaksi tubuhnya ini menyenangkan. Entahlah sebenarnya gairah yang dimilikinya itu anugerah atau justru musibah karena tak jarang Anya tersiksa dan berniat untuk mati demi menghentikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu
RomanceSelalu ada alasan dibalik kebiasaan yang tak mampu dihilangkan. Selalu ada alasan dibalik kesedihan yang sengaja disimpan. Selalu ada alasan dibalik ketakutan yang hanya mampu dipendam. Dan selalu ada alasan dibalik candu yang Anya rasakan. Cand...