Happy Reading !!!
***
Club malam adalah pelarian Alarick saat tidak juga mendapati kedatangan Anya hingga jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Alarick butuh pengalihan dari pikiran yang terus tertuju pada perempuan yang semakin hari semakin ingin Alarick miliki, tapi Anya malah selalu menghilang seolah tidak membutuhkan. Padahal Alarick hanya pergi seminggu, dan itu pun sebelumnya mengatakan bahwa dirinya ingin di tunggu. Status yang tak jelas memang tidak bisa membuat Alarick menyalahkan ketidak beradaan Anya setelah dirinya pulang dan juga malam ini.
“Vodka,” pinta Alarick pada bartender yang merespons cepat pesanannya, hingga tidak membuat Alarick harus lama menunggu minumannya terhidang.
Mata Alarick bergerak, meneliti setiap sudut bangunan yang baru pertama kali dirinya kunjungi selama tinggal di negara ini, dua bulan belakangan. Biasanya Alarick selalu menjelajah satu per satu club yang berada di negara tempat tinggalnya mengingat dirinya yang memang selalu berpindah-pindah karena urusan pekerjaan.
Sepanjang mata memandang, Alarick dimanjakan dengan dekorasi mewah di bawah kelap kelip lampu disko, selain itu pemandangan panas yang dilakukan beberapa orang tanpa rasa malu dan tarian erotis di lantai dance floor yang tersuguh membuat mata laki-laki enggan berkedip. Namun dari semua yang di tangkap inderanya hanya satu yang membuat Alarick tertarik. Satu sosok yang terlihat baru saja menuruni undakan tangga tengah di rangkul oleh seorang laki-laki yang tidak cukup tampan menurut penilaiannya. Keduanya melangkah keluar dari club tanpa menghiraukan apa pun. Dan Alarick yakin keberadaannya tidak disadari.
Jemari Alarick mengepal kuat, rahangnya mengeras dan aura di sekelilingnya menggelap. Meletakkan sejumlah uang di meja, Alarick bergegas pergi menyusul dua sosok yang baru saja hilang di balik pintu, dan Alarick dengan cepat menarik tangan Anya hingga terlepas dari gandengan pria yang entah siapa, tapi Alarick yakin bahwa laki-laki itu lebih muda darinya.
“Apa yang kau lakukan?!” marahnya tidak terima sang teman kencan di rebut begitu saja dari tangannya.
“Sorry brother, tapi dia tunanganku,” ucap Alarick berusaha untuk tidak emosi. Ia sadar dirinya berada di negara orang, tidak bijak jika membuat keributan apalagi dengan alasan seorang perempuan. Meskipun Alarick tidak akan segan untuk menghabisi orang itu jika urusannya adalah Anya.
Terlihat senyum meremehkan dari laki-laki itu, tapi Alarick masih tetap menampilkan wajah tenangnya seraya mengeratkan rangkulannya di pinggang Anya.
“Al, kau ….” Anya tak mampu berkata-kata. Mendongak menatap wajah tampan Alarick, tidak percaya dengan apa yang dikatakan pria itu barusan. Tunangan? Bolehkah Anya berharap?
“Apa itu benar?” suara itu menarik kesadaran Anya. Membuatnya mengalihkan tatapan dari Alarick dan meringis tak enak hati.
“Ya, dia tunanganku,” cicit Anya pelan. “Sorry Drew,” sesal Anya pada teman kencannya untuk malam ini. Bukan, tapi sejak kemarin. Dia adalah pria yang menuntaskan gairah Anya kemarin malam dan sekarang berniat melakukannya lagi setelah satu ronde selesai mereka lakukan di ruang VVIP yang pria itu pesan di club ini.
“Kau tidak membohongiku?” selidik pria yang mengaku bernama Andrew sejak pengenalannya tadi setelah kemarin di lewati tanpa tahu nama masing-masing.
Anya dengan cepat menggeleng, sebenarnya Anya tidak tahu harus menghadapi situasi ini bagaimana. Mengelak tentu tidak mungkin karena ia sudah terlanjur mengaku, tapi untuk membenarkan apa Anya tidak akan dijatuhkan setelah ini? Entahlah, Anya enggan memikirkan itu untuk saat ini.
“Tidak, dia memang tunanganku. Kemarin kami sedang bertengkar, jadi … ya, kau tahu bukan?” Anya membuat tanda kutip menggunakan jarinya, seraya menatap Alarick yang menatapnya dengan tajam penuh kemarahan, yang sama sekali tidak Anya pahami. Tapi Anya sadar bahwa pria itu memang tidak sedang berakting demi untuk menyeretnya pulang bersama laki-laki itu. Ck, mengganggu kesenangan orang. Cibir Anya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu
RomanceSelalu ada alasan dibalik kebiasaan yang tak mampu dihilangkan. Selalu ada alasan dibalik kesedihan yang sengaja disimpan. Selalu ada alasan dibalik ketakutan yang hanya mampu dipendam. Dan selalu ada alasan dibalik candu yang Anya rasakan. Cand...