Happy Reading!!!
***
"Lima ratus juta untuk bercinta di dapurmu ini, bagaimana?” bisik Alarick sambil menjilati belakang telinga Anya sensual, membuat perempuan itu mendesah meski tangannya kembali sibuk dengan steak-nya yang mulai matang.
“Deal! Kau bisa kirimkan uangnya sekarang, setelah itu baru boleh menggerayangi tubuhku. Tapi tolong izinkan aku untuk makan lebih dulu. Cacing-cacingku benar-benar kelaparan saat ini.”
Alarick tentu saja tidak keberatan, karena ia ingin memastikan bahwa percintaannya nanti tidak terganggu oleh apa pun, termasuk bunyi cacing-cacing yang Anya pelihara dalam perutnya.
Memberi waktu untuk Anya menyelesaikan masakannya, Alarick duduk di kursi bar yang menghadap langsung kompor, menikmati pemandangan indah berupa perempuan cantik yang sedang menyelesaikan masakannya dalam keadaan telanjang bulat. Ini benar-benar tidak bisa di percaya, tapi Alarick sangat menyukainya. Anya terlihat begitu seksi dan tentu saja menggairahkan.
Selesai mematikan kompor, Anya membawa dua piring steak menuju meja bar dimana Alarick duduk, menyerahkan satu pada pria itu sementara satu lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian mengambil botol wine dari dalam lemari kaca di ruang tengah apartemennya dan kembali ke dapur.
Gerak Anya tidak lepas dari pandangan Alarick, laki-laki itu semakin takjub karena Anya seperti sudah terbiasa dalam keadaan seperti itu. Namun Alarick senang, karena bisa leluasa menikmati tubuh molek nan sempurna itu.
“Ngomong-ngomong ada apa ke sini?” tanya Anya begitu mendudukkan diri di kursi yang berhadapan dengan Alarick.
“Hanya main, aku merasa bosan di apartemen sendiri, jadi aku berniat mengajakmu mengobrol atau menonton mungkin,” Alarick mengedikkan bahunya ringan. “Tidak menyangka bahwa kedatanganku malah justru disuguhi pemandangan yang begitu seksi dan membuatku ingin berolahraga ranjang. Kebetulan aku sedang suntuk dengan pekerjaan,” lanjutnya memberi kedipan nakal dan mengarahkan garpu yang dipegangnya ke arah payudara Anya yang menempel pada meja bar yang hanya sebatas dada, membuat buah dada sekal yang menggantung menantang itu berada tepat di atas meja berbahan marmer tersebut.
“Aku memang terbiasa seperti ini jika berada di apartemen sendiri. Jadi maaf jika terkesan tak sopan.”
“Tidak masalah, aku menyukainya,” santai Alarick menjawab karena itu memang kebenarannya.
Anya hanya mengangguk-angguk kecil lalu kembali menyuapkan potongan steak-nya ke dalam mulut di susul dengan menyesap tipis wine-nya. Semakin membuat Alarick tergoda dan tak sabar untuk segera melahap tubuh indah dan bibir sensual itu. Namun tak tega jika harus membiarkan Anya kelaparan. Jadilah sekuat tenaga Alarick tahan hasratnya yang sudah menggebu itu. Setidaknya sampai Anya menghabiskan makanannya. Sementara Alarick sudah menghabiskan itu lebih dulu.
Hampir sepuluh menit Alarick menunggu perempuan itu menghabiskan makanannya dan sekarang Anya sudah bangkit dari duduknya, melangkah menuju wastafel untuk mencuci piring kotor bekas mereka gunakan. Tidak bisa menunggu lama lagi, Alarick ikut bangkit dan menghampiri Anya, memeluk perempuan itu dari belakang sambil menciumi leher Anya dan mengusap lembut perut datar Anya dengan sensual, hingga elusannya naik dan meraih gundukan kenyal yang sejak tadi menantangnya dengan pelan sebelum kemudian remasan itu berubah kuat dan lenguhan Anya terdengar berirama, menambah gairah Alarick yang lebih semangat lagi menciumi leher dan punggung polos Anya. Tidak lupa memberikan beberapa jejak di sana.
Cengkeraman tangan Anya menguat pada tembok yang ada di depannya, menahan tubuhnya yang sudah mulai melemas akibat cumbuan yang Alarick berikan.
Puas dengan tubuh bagian belakang Anya, Alarick membaliknya agar Anya menghadapnya dan dengan ringan Alarick mengangkat tubuh itu lalu mendudukkannya di meja bar. Bibir Alarick sudah menyambar bibir sensual Anya, sementara tangannya kembali merengkuh dua gundukan kenyal di depannya dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candu
RomanceSelalu ada alasan dibalik kebiasaan yang tak mampu dihilangkan. Selalu ada alasan dibalik kesedihan yang sengaja disimpan. Selalu ada alasan dibalik ketakutan yang hanya mampu dipendam. Dan selalu ada alasan dibalik candu yang Anya rasakan. Cand...