20. Suami Manja

63.3K 5.5K 365
                                    

Berapa hari nihh aku nggak update😭😭🙏

So sorry, Beps. Menjelang akhir tahun gini, aku emang lagi sibuk-sibuknya sampai nggak ada waktu. Jangankan buat buka wattpad, buat buka aib aja nggak sempat. Ehehe, tapi aku emang beneran lagi riweuh banget dari minggu-minggu kemarin🙏

Jadi, aku minta maaf baru bisa muncul hari ini. Sedih banget baca beberapa pembacaku sampai nagih-nagih. So, happy reading, All. Semoga cukup menghibur malam minggu kalian🤗🤗🤗




❤❤❤❤❤







Aira mengerjap beberapa kali, mengumpulkan kesadarannya. Samar-samar, ia melihat gorden kamarnya yang masih tertutup, padahal cahaya matahari sudah mulai menembus.

Wanita itu menghela napas, lalu menggeliat, tapi pergerakannya seperti terkekang. Aira kira, ia strok, ternyata ada tangan kekar yang menindih perutnya.

Aira membangunkan Daffa. Tidak biasanya Daffa tidur selepas subuh, Aira juga biasanya langsung diajak beres-beres rumah. Tapi pagi tadi, Daffa malah mengajaknya tidur lagi.

"Mas Daffa, udah siang. Itu gordennya belum dibuka." Aira mengguncangkan tubuh Daffa sampai pria itu menggumam lalu melepaskan pelukannya.

Aira mengikat rambutnya dan turun dari tempat tidur, membuka gorden jendela. Daffa malah berbalik, membiarkan punggungnya terkena sinar matahari, lalu meringkuk berbalut selimut. Pria itu kembali tertidur.

"Mas Daffa, mau mandi bareng nggak?" ajak Aira berusaha membangunkan suaminya, tapi Daffa malah menggeleng.

Jadinya, Aira mandi terlebih dahulu. Setelah ia mandi mandi pun, Daffa masih meringkuk. Aira memakai baju di depan Daffa, masih meringkuk. Aira menyalakan hairdryer yang bising, Daffa masih belum bangun juga. Aira gaduh bernyanyi-nyanyi sepanjang memakai make up-nya, Daffa masih pada posisi semula.

Akhirnya, perut Aira berbunyi kecil. Ia menghampiri Daffa dan membangunkannya agak nyaring. "Mas Daffa, aku lapar. Ayo masak bareng!"

Daffa baru menggeliat, lalu menatap Aira sekilas lalu bertanya, "jam berapa ini?"

"Jam sembilan."

"Udah siang, ya." Daffa bangkit dari rebahannya sambil malas-malasan. "Beli aja sih, Ra, saya lagi malas."

"Tapi aku mau makan nasi goreng buatan Mas Daffa." Entah kenapa tiba-tiba saja Aira membayangkan nasi goreng buatan Daffa. Mungkin karena akhir-akhir ini Daffa begitu sibuk dengan pekerjaannya sampai tidak sempat membuat sarapan untuk Aira.

Ah, jangankan membuat sarapan, semenjak Daffa hampir bangkrut, pria itu gila-gilaan bekerja, berangkat sangat pagi, pulang larut malam. Jangankan untuk memasak bersama, waktunya dengan Daffa juga sedikit tersita. Makanya malam tadi, Aira mengajak Daffa pacaran dengan harapan bisa sedikit mengalihkannya dan membuat Daffa agak rileks. Tapi agaknya, Daffa malah terlewat rileks sampai pagi ini malah malas-malasan.

"Malas, Ra." Daffa hendak kembali tidur, tapi Aira menahannya.

"Bangun dulu sih, Mas. Emangnya hari ini nggak kerja? Ingat lho, Mas pernah nyuruh aku negur Mas kalau malas-malasan gini."

"Monitor dari rumah aja." Daffa tetap memaksa tidur sambil menjawab lagi, "saya agak pusing hari ini."

"Pusing?" ulang Aira, tangannya spontan menyentuh kening Daffa lalu turun ke lehernya. "Panas, Mas!"

"Meriang sih."

"Ke dokter, yuk!"

"Nggak."

"Biar cepet sembuh, Mas. Besok kan aku wisuda. Mas udah janji mau hadir, Lho!"

Lovely Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang