13. Epilog

1.3K 118 40
                                    

“Kita baru merasa kehilangan setelah sesuatu itu benar-benar pergi, tidak akan mungkin kembali lagi.”
Kwon Mina.

🧩

Delapan anak putri Kwon menatap kosong kearah foto besar dililitkan pitam hitam dan senyuman Joohee begitu manis. Mereka memandang sendu kearah wajah polos Joohee.

Begitu tenang.

Sana tak bisa menahan rasa sedihnya, dia membalik menutupi wajahnya. Momo menyedari itu langsung menenangkan gadis seumurannya.

Nayeon sibuk memberikan foto keluarga mereka, melihat untuk kali terakhir.

Mereka delapan meninggalkan tempat itu dengan perasaan hancur, tatkala menyesal perbuatan mereka. Andai saja, mereka tidak membenci sangat itu pasti semuanya akan baik-baik.

Nayeon kembali ke kamarnya. Mematung bak seperti boneka, melamun.

Suasana di ruang tamu sungguh meriah, gadis berusia 9 tahun menemani adiknya bermain, kadang kala dirinya gemas melihat senyuman dari adiknya berusia 5 tahun.

Mereka sama-sama beranjak dewasa, saat berumur 14 tahun, adiknya baru berusia 10 tahun tetapi saat mandiri, dan bersikap dewasa dibanding usianya harus bermain atau tidur.

“Aku..sayang menyayangi unnie..”

Setelah itu semuanya berubah, semenjak dirinya mengetahui kecelakaan kerana gadis bersamanya. Saat itu, Nayeon berubah menjadi sosok kakak yang tak peduli.

Di kamar sampingnya, Jeongyeon memeluk lututnya sambil terisak pelan, semua kenangannya bersama Joohee hanyalah sebuah masa lalu tak bisa diperbaiki.

Dirinya menyesal.

Momo menatap kosong pada lantai karpetnya. Memorinya bersama Joohee sejak kecil berputar di benaknya.

Begitu juga dengan Sana, gadis itu tak henti-hentinya mengelus layar ponselnya terdapat senyuman manis dari adiknya, Joohee.

Berbeda dengan Jihyo, gadis coba berkali-kali agar air matanya tak menetas lagi. Dia tahu, Joohee akan sedih melihat mereka begini.

Chaeyoung maupun Mina di kamar mandi masing-masing dengan tatapan kosongnya. Memorinya berputar kembali. Mina memejamkan matanya lalu menampar pipinya keras.

“Jadi..ini bukan mimpi, ya..”

Dahyun menatap kamar saudaranya masing-masing, menghela nafas. Bukan ini Joohee mahupun, dia mau mereka hidup tanpa bersalah. Dia tak bisa membenci mereka.

Dahyun meskipun tak terlalu rapat dengan Joohee, gadis itu kerap curi-curi masuk ke kamarnya hanya melihat wajahnya begitu cantik.

Dirinya hanya mampu melakukan mengelus, mengecup dahinya sementara lainnya masih dalam membencinya.

Tapi Dahyun tak bisa, dia tak tenang saat melihat Joohee menangis di sudut dinding tanpa sepengetahunnya.

Saat itu Dahyun sadar, Joohee sendirian. Sedangkan dirinya dikelilingi orang yang ia sayangi.

 Sedangkan dirinya dikelilingi orang yang ia sayangi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Weak ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang