Keenam

3K 139 13
                                        

Rutinitas Jeno setelah Jaemin dinyatakan harus menjalani rawat inap sedikit berubah. Semula yang setelah kelas berakhir, dirinya akan segera pulang atau nongkrong, sekarang lebih mementingkan pergi ke rumah sakit. Ini merupakan inisiatifnya sebagai seorang Lee Jeno sendiri, selain untuk bergantian menjaga Jaemin dengan Doyoung, kakak Jaemin, Jeno juga merasa perlu dan bertanggung jawab untuknya merawat Jaemin.

"Jagain dia, ya." Doyoung beranjak pergi untuk bekerja paruh waktu.

Kini tugasnya adalah menemani Jaemin. Ia sudah siuman setelah operasi kemarin dan sudah bisa melakukan apapun, kecuali bangkit dari kasurnya.

Lidahnya sedikit demi sedikit sudah kembali tumbuh, tetapi setidaknya Jeno sudah bisa berkomunikasi lagi menggunakan suaranya tanpa kesusahan harus mengetik lama. Terlihat dari tempatnya duduk, Jaemin tengah berbaring di bantalnya nyaman seperti seonggok bayi.

"Jaemin." panggilnya pelan, "Ini aku, Jeno. Kakakmu sudah pergi."

Seketika Jaemin membuka matanya, layaknya memang sebelumnya tidak terlelap.

"Oh, syukurlah. Aku capek mendengar ocehannya." keluh Jaemin sambil menggembungkan pipinya. "Aku ini kan sama kayak kamu. Nggak bisa merasakan sakit, aku ingin minum es jeruk saja tidak boleh."

"Memang tidak." jawab Jeno singkat. Ia mendorong troli jatah makan siang Jaemin dan menyuruhnya makan. "Ayo makan. Aku juga makan."

"Kamu makan enak."

"Tidak. Aku juga beli bubur tadi, malah punyamu ini ada lauknya."

Dari tas sekolahnya, dikeluarkan semangkuk bubur yang dibeli Jeno di depan rumah sakit. Peristiwa kecil ini membuat Jaemin keheranan, bahkan Jeno sampai membeli menu yang sama agar dia mau makan.

"Kamu pasti beli karena ingin makan bubur, kan?" Jaemin mengaduk-aduk bubur dari rumah sakit yang disuguhkan di hadapannya oleh Jeno--sengaja menghindari adanya kontak mata intens bersama orang itu.

"Sebenarnya, aku tidak suka bubur." Jeno bergabung makan bersamanya, membuka bubur panas yang dimilikinya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi untuk merespon ucapan Jeno yang terakhir, Jaemin langsung memakan jatah makannya lahap. Pikirannya tidak mau menjalar ke mana-mana, apalagi mengetahui Jeno tidak menyukai bubur tapi justru beli bubur demi makan bersamanya. Inikah yang disebut teman? Teman tapi rela melakukan apa yang tidak disukainya demi temannya? Dalam kamus Jaemin, perlakuan ini adalah perlakuan seseorang kepada kekasihnya dinamakan, bucin.

"Uhuk... uhuk... bangsat...!" Jaemin memukul-mukul dadanya tempatnya terluka.

Melihat peristiwa ini, Jeno segera menahan tangan Jaemin dari memukuli bagian tubuhnya yang sedang dalam kondisi pemulihan. Sebaliknya, ia membantu Jaemin dengan cara mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Sesekali setelah batuk tersedak Jaemin mereda, Jeno akan menanyakan kepadanya apa yang ia rasakan.

"Bagaimana? Sudah baikan?"

Tanpa basa-basi dan berakting lagi, Jaemin langsung menggenggam tangan Jeno yang berada di punggungnya. Mata Jaemin menatapnya lekat-lekat tanpa membiarkan dirinya goyah akan segala gangguan yang muncul.

"Jeno." panggilnya cepat.

"Hm?"

"Kamu kenapa melakukan ini?"

"Memangnya untuk berbuat kebaikan harus ada alasan konkret, ya?"

Sesaat fokusnya goyah karena kalimat yang Jeno ucapkan. Ia ada benarnya, tapi sebelumnya saja mereka dilabeli sebagai 'musuh bebuyutan', sekarang menjadi 'musuh kesayangan'?

Nemesis [JenJaem/NoMin/others]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang