Keempat

4.5K 161 6
                                        

Kenapa aku sekarang malah berakhir bersamanya?

Lee Jeno kepada dirinya sendiri dalam batin, mempertanyakannya, kalau ketahuan salah satu teman sekolah mereka berbaikan, apa dia dan Jaemin tidak akan menjadi bahan olok-olok?

Bis itu membawa mereka menuju rumah sakit. Dalam perjalanannya, tidak ada percakapan yang terjadi. Dua-duanya sibuk menyembunyikan wajah mereka yang penuh memar, goresan, dan darah. Sesekali mereka akan berpikir tentang satu sama lain. Bagaimana bisa mereka yang dikatakan menjadi musuh bebuyutan, sekarang malah berjalan bersama?

Begitu mencapai halte yang dituju, keduanya langsung menuju ruang farmasi. Dua perawat turun tangan dalam mengobati luka Jaemin maupun Jeno. Bedanya, kalau Jaemin akan sesekali menggoda si perawat perempuan itu, sedangkan Jeno akan mengumpat tiap kali perawat perempuan yang merawat lukanya tidak cekatan. Begitu mendapat perban dan pengobatan, Jaemin kembali bertemu dengan Jeno. Keduanya merasa bodoh telah melakukan pengobatan. Mereka kini terlihat seperti hampir menjadi sebuah mumi. Perban di mana-mana, padahal tanpa perban beberapa bagian tubuh bisa sembuh tanpanya.

"Kamu dungu, sih." ejek Jaemin dengan tertawa. "Sudah tahu kita ini kebal, kenapa berobat? Aku bahkan tidak melepaskan jarimu lagi, bukan?"

"Hm. Apa salahnya melakukan kebiasaan seperti manusia normal lainnya?"

Mendengar ucapan Jeno, Jaemin tersadar kembali akan dirinya. Dia dan Jeno tidak seperti manusia lainnya, yang bisa merasakan sakit dan regenerasi sel cepat. Sekali lagi, mereka tidak tahu harus menganggap ini sebuah anugerah atau bencana. Terkadang bisa menjadi anugerah, terkadang bisa menjadi bencana. Anugerah bila berkelahi atau membela kebenaran tidak akan merasakan sakit, apalagi merepotkan orang. Bencananya bila merasa mati rasa, kita sendiri maupun orang terdekat tidak akan tahu kita sedang menderita penyakit apa dan karenanya juga, tidak bisa dicegah dari awal.

"Bagaimana ya cara menghilangkan ini?" tanya Jaemin tiba-tiba. "Tapi... Apa kalau tentang masalah batin dan bukan fisik, kamu masih merasakan sakit, Jeno?"

Orang yang ditanyainya, menganggukkan kepala. Ternyata mereka sama, meski tidak bisa merasakan sakit pada fisik, batin mereka masih seperti manusia normal biasanya.

"Setidaknya, kita masih seperti manusia normal lainnya. Bisa merasakan sakit hati, menangis, dan... kenikmatan seksual?"

"Sudahlah." Jeno beranjak dari kursinya. "Ayo. Aku sudah janji sama kamu untuk menraktir alkohol."

Seakan tidak seperti orang-orang biasanya yang keluar dari rumah sakit akan masih merasakan kesakitan atau mungkin hawa 'orang sakit', Jeno dan Jaemin berjalan layaknya orang berlalu-lalang di trotoar jalan. Mereka mengunjungi salah satu warung pinggir jalan dan memesan dua botol alkohol, bagaimana bisa mereka membelinya padahal masih duduk di bangku sekolah menengah atas?

Apalagi kalau bukan kartu identitas palsu Jeno. Katanya, dia membayar orang mahal untuk mendapatkan kartu identitas ilegal itu. Dua botol hijau itu kini sudah berada di meja tempat keduanya duduk, Jeno menuangkan soju pada gelas kecil miliknya sendiri dan Jaemin.

"Semoga kamu tidak muntah." ucap Jeno sambil mempertemukkan gelasnya dengan gelas Jaemin.

"Ya..."

Pertama, Jeno menegak alkohol di gelasnya dengan lancar dan Jaemin, dia berusaha melakukan seperti apa yang Jeno lakukan.... tetapi, malah berakhir dirinya memuntahkannya. Suara tawa pecah dari mulut Jeno, dia seakan sedang melihat sirkus badut yang gagal melakukan atraksi. Ini memang kali pertama Jaemin meminum alkohol, kalaupun ia ketahuan malam ini dengan bau menyengat ini, kakaknya akan sangat marah. Sangat, sangat, sangat marah.

"Sialan kamu, Lee Jeno!"

"Memang bayi harusnya tetap meminum susu saja. Tidak usah coba-coba minum alkohol." ejek Jeno lagi tiada henti.

Nemesis [JenJaem/NoMin/others]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang