Kedelapan

2.6K 108 4
                                        

"Lama tidak ketemu, Jaemin."

"Hehe. Sebenarnya, beberapa minggu belakangan aku sakit, mas." jawab Jaemin sambil mengaduk es kopinya, dengan ekspresi wajah mesem dan sedikit tersipu.

Ia meminta waktu rehat sebentar kepada rekan kerjanya, untuk mengobrol bersama penanggung jawab baru kafe La Dalgom. Pemiliknya pun menyetujui sebelum pergi mengejar mimpinya sebagai penyanyi, Taeil.

Jung Jaehyun, seorang yang ditemui Jaemin saat di fotokopian dan ternyata pekerjaannya lebih dari seorang mas-mas fotokopian.

"Aku juga lama tidak dengar kabar soal kamu." balas Jaehyun, menyisip kopi panas buatan Jaemin. "Setelah bekerja, kamu ada waktu? Ya, seperti dulu. Kamu pasti stress karena sekolah, bukan?"

Sekarang, mendengar kata sekolah saja sudah menyakitkan sekali. Impiannya yang kandas dan kenangan perkelahiannya. Tanpa disadari, Jaemin tenggelam dalam lamunannya. Tangan Jaehyun meraih tangannya guna menyadarkannya.

"Jaemin?"

"Oh, iya, mas... Maaf, tapi sepertinya aku tidak bisa kalau nanti." ucap Jaemin dengan senyuman, "Maaf ya, mas. Aku tidak enak soalnya meninggalkan kakakku."

"Oh, begitu ya." ucap Jaehyun memahami alasan Jaemin, mungkin ada kesibukan yang harus ia jalankan bersama kakaknya. "Kalau begitu biar mas antar pulang aja, nanti ya?"

"Oke, mas!" jawab Jaemin sumringah.

Dengan Jaemin menyetujui ucapan Jaehyun, ia pun kembali bekerja. Melayani pelanggan, membuatkan pesanan, dan mengantarkan pesanan ke kursi pelanggan. Semua dilakukannya dengan sepenuh hati; senyuman dan gestur menyenangkan yang disukai pelanggan.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, Jaemin bertugas menaikkan kursi-kursi dan rekannya membersihkan tempat mereka bekerja. Karena Jaemin sudah menjadi pegawai tetap, gajinya ditambah, juga beberapa kue yang tersisa dibungkuskan pulang untuknya. Beruntung, pikirnya, setidaknya kue bisa menambah persediaan makanan.

Dari pintu belakang sebelah konter tempatnya membuatkan pesanan, Jaehyun keluar sudah lengkap menggunakan jaket hitamnya dan sekotak kertas--seperti laporan penjualan--untuknya dibawa pulang. Mungkin, dia ingin mempelajarinya.

"Ciyeee." goda rekan kerjanya saat tahu Jaemin akan pulang diantar Jaehyun.

Yang digoda hanya terkekeh pelan, lalu berpamitan dan berpisah dari kafe itu dengan rekan kerjanya. Sesuai janjinya, Jaehyun mengantarkan Jaemin menggunakan mobilnya. Obrolan demi obrolan mengalir layaknya air di sungai. Tawa dan canda tak lepas dari mereka, sejenak membuat Jaemin melupakan segala musibah yang baru-baru ini menimpanya.

Begitu sampai di motel tempat Jaemin tinggal, Jaehyun memandangi bangunan dua lantai itu. Seakan merasa jijik dan tidak ada keinginan untuk memasuki bangunan itu.

"Maaf ya, mas. Jelek tempat tinggalku. Kalau mas mau langsung pulang, tidak apa-apa." ucap Jaemin, mewakilkan isi hati--mungkin--Jaehyun karena tidak nyaman mengucapkannya langsung.

"Tidak, tidak. Jangan begitu. Ayo kuantar kamu sampai ke tempatmu tinggal." Jaehyun langsung menghilangkan pikiran negatif Jaemin akan persepsinya dengan senyuman manis andalannya.

Bersama, Jaemin dan Jaehyun berjalan menelusuri lorong. Saat mencapai ruangan tempatnya tinggal, terlihat pintu ruangannya terbuka dan menampakkan beberapa pria berpakaian rapih berada di sana mengobrak-abrik tempatnya tinggal. Ruangan kecil itu sekarang seperti kapal pecah, tidak tertata dan beberapa barang-barang hancur. Tanpa pikir panjang lagi, Jaemin menghampiri beberapa orang itu.

"Hei! Apa yang kalian lakukan?! Ini tempat saya tinggal!" teriak Jaemin yang sudah dikuasai kemarahan.

"Oh, jadi kamu adiknya Doyoung?"

Nemesis [JenJaem/NoMin/others]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang