Kesebelas (I)

1.4K 56 0
                                        

Lelaki itu tersadar. Sarafnya yang bangun secara tiba-tiba, membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Haruskah dia khawatir atau sebaliknya? Jantungnya seakan dicabik-cabik oleh jarum. Efek kejutnya kemungkinan besar bisa membuat jantungnya berhenti untuk selamanya. Jeno berusaha mengatur pernapasannya, supaya detaknya kembali normal. Selepas napasnya dapat kembali normal, Jeno memandangi sekitarannya. Ia berbaring pada sebuah ranjang berukuran queen dalam sebuah ruangan gelap. Minim penerangan, kecuali satu cahaya berasal dari sela-sela bawah pintu. Satu-satunya tempat untuk keluar. Namun, belum sempat terpikirkan untuk melarikan diri, seseorang datang melalui pintu tempat cahaya itu berasal. Cahaya memecah dan lampu kamar dinyalakan, memperlihatkan dua sosok di pintu yang menatapnya layaknya hantu di sudut kamarmu.

"Jaemin,...?" gumam Jeno memanggil orang yang telah dicarinya itu. Jaemin yang berada di pintu berjalan ke arahnya, meninggalkan satu orang di pintu.

"Jeno." ucapnya, seakan merespon panggilan yang Jeno lontarkan, di kala sudah pasti sesungguhnya Jaemin tidak mendengar. Ia bergabung dengan Jeno yang duduk di ranjang, wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan, "Kamu ngapain cari aku? Aku udah bikin kamu sengsara selama ini. Kakakku juga. Aku cuma menjadi malapetaka bagimu."

Kedua telapak tangan Jeno menangkup wajah lelaki di hadapannya. Dalam telapak tangannya, kehangatan dirasakannya, "Jaemin. Jika aku tidak mencarimu, aku akan meninggal karena rasa kekhawatiran ini padamu. Aku bisa mati jika tidak berkelahi denganmu, jika tidak melihatmu, bahkan mengaisihimu."

Jaemin terkekeh dalam suaranya yang kecil. Kalimat Jeno tentang perkelahian mereka selama ini, pengkhianatan, kesalahpahaman, pertemanan, hingga saling mengasihi membuatnya mengalami kilas balik. Semua terjadi seakan takdir sudah menuntun mereka.

"Aku,... mengagumimu, memang, Jeno." ucapnya dengan keraguan dalam nadanya. Lelaki di hadapannya itu menarik kembali kedua tangannya dari wajah Jaemin, "Tapi, aku tidak yakin kamu akan ingin menghabiskan waktu hidupmu bersamaku."

Ucapan Jaemin bermakna besar. Dalam setiap kata, dalam kalimatnya, bermakna berat tentang bagaimana hubungan akan bertahan lama hingga akhir hidupnya. Kalimatnya yang tidak pasti sulit dimengerti oleh Jeno, entah apa yang telah dilakukan Jaemin sampai kalimat itu bisa terucap darinya.

"Maksudmu apa?" tanya Jeno secara spontan. Dan Jaemin tidak memberikan jawaban,

"Pulanglah, Jeno..."

*********

Beberapa tahun berlalu, Jeno telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atasnya. Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, lelaki itu tidak melanjutkan sekolahnya, melainkan 'menggantikan' posisi Jaemin di kafe La Dalgom. Kemampuan berkelahi Jeno seiring waktu berjalan hilang, tubuhnya masih mati rasa terhadap segala luka kepada fisiknya, tetapi luka batinnya membekas sejak hari dimana ia dan Jaemin berpisah.

"Hei, Jeno." panggil rekan kerjanya, seorang perempuan lebih tua daripada dirinya, "Jangan melamun. Antar pesanan ini ke meja 13."

"Baik, kak. Maaf." Jeno membawa nampan berisikan beberapa pesanan makanan itu dari meja depan tempat pelanggan memesan. Dia berjalan menelusuri ruangan yang menuntunnya pada meja bernomor 13, "Mocha Frappe dengan Chocolate Frappe, ya? Silakan."

Dengan senyuman seadanya, Jeno melayani pelanggan-pelanggan yang haus itu. Dadanya masih terasa sangat sesak, tidak ada ruang lagi untuk menampung orang lagi, seluruhnya penuh akan keinginannya untuk bersama Na Jaemin. Terserah mau hubungannya apa, selagi ia masih bisa berada dekat dengannya. Dan tidak lagi mendorongnya menjauh seperti terakhir kali.

Di kafe La Dalgom, Jaehyun masih menjadi penanggung jawab. Pemilik sekaligus yang mengatur hampir segalanya dalam kafe tersebut masih sibuk mengejar impiannya menjadi penyanyi. Mungkin bisa saja nantinya kepemilikan kafe ini akan jatuh ke tangan Jung Jaehyun. Lelaki itu juga misterius, latar belakangnya tidak diketahui Jeno, kecuali seperti ucapan Jaemin; seorang petugas fotokopi. Saat Jeno melamar pekerjaan di kafe, tentu mereka sudah saling mengenal sebelumnya, Jaehyun selalu bertanya tentang keberadaan Jaemin. Mereka berdua mencintai orang yang sama, sekalipun begitu, keduanya merupakan bagian orang bodoh karena sama-sama kehilangan jejak perginya Na Jaemin. Suatu hari, Jeno mengungkapkan tentang bagaimana hari terakhir dirinya bertemu Jaemin, tentang bagaimana dia sempat tersesat di dunia antara Surga dan Neraka, hidup dan mati. Kisah Jeno tidak memuaskan Jaehyun, sebaliknya, lelaki yang semula duduk manis mendengarkan menjadi murka.

Nemesis [JenJaem/NoMin/others]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang