Katanya Rebutan Tempat

35 3 3
                                    

07. katanya rebutan tempat

"Yuk, pemanasan dulu!"

Perintah Kak Eka, pelatih aerobik FPIK, membuat semua anggota tim yang tadi duduk santai di tribun menjadi berdiri. Mereka merapat ke tengah lapangan GOR dan berbaris membentuk empat saf.

Lavendra memilih barisan paling belakang. Belum semenit menempati tempatnya, pundak Lavendra didorong pelan oleh seseorang.

"Lu depan sana, Ven. Kecil badan lu."

"Nggak mauu," tolaknya seraya menoleh ke belakang. Ah, itu Leo. Ternyata, teman kelompok fieldtrip-nya itu tidak mendapat barisan saf. Tidak ada orang di samping kanan dan kirinya. Pandangan Lavendra beralih ke depan. Benar saja, ada satu tempat kosong di depan barisannya.

"Udah pewe di sini," lanjut Lavendra. Jelas, posisi paling belakang sendiri adalah yang terbaik. Tidak jarang Kak Eka menegur beberapa anggota tim yang terlihat malas mengikuti pemanasan. Dan yang biasanya ditegur adalah anggota saf paling depan.

"Di mana-mana mah yang pendek di depan," Mata Leo melirik pergerakan Kak Eka was-was, lalu mendorong pundak Lavendra lagi. "Buru, Ven," pintanya.

Lavendra menyipitkan mata. "Tapi di sekolah gue pas upacara yang tinggi yang di depan!"

"Leo! Lavendra!"

Lavendra kembali menghadap ke depan. Di depan barisan, Kak Eka sekarang berkacak pinggang. Sorot matanya nyalang menuju Lavendra dan Leo.

"Kenapa?" tanya Kak Eka garang.

"Rebutan tempat, Kak," cicit Lavendra saking takutnya pada Kak Eka.

"Apa? Enggak kedengeran."

Ish, Leo diem doang, gerutu Lavendra dalam hati. "Rebutan tempat, Kak," ulangnya lebih keras.

Kak Eka menghela napas, kemudian matanya menangkap salah satu anak didiknya tidak masuk ke saf yang ada. "Kayak anak kecil aja. Udah, Leo ke depan."

"Yes!" ujar Lavendra pelan. Begitu Leo berjalan dan melewatinya, Lavendra diam-diam menjulurkan lidah.

"Tim Black Man di belakang ikut pemanasan juga," ujar Kak Eka sambil berjinjit sedikit, meatanya menerawang ke belakang. "Bentuk saf baru di belakang."

"Siap, Kak!"

Gara-gara seruan itu, Lavendra jadi menoleh ke belakang. Hari ini latihan bareng black man? batinnya saat melihat tiga laki-laki dan dua perempuan yang baru masuk GOR.

Tim aerobik akan memakai banyak properti besar saat olimpiade antar fakultas nanti. Dan mereka butuh Black Man untuk memindahkan properti di lapangan sesuai waktu yang ditentukan. Mereka disebut Black Man sebab saat hari H mereka akan mengenakan kaus hitam.

Namun kali ini, mereka mengenakan kaus berwarna navy—sama seperti Lavendra dan anggota tim aerobik lainnya.

Lavendra tidak tahu siapa saja para black man aerobik sampai detik ini. Kedua matanya menangkap laki-laki berkulit sawo matang dan bertopi hatchback putih yang ia kenal sebagai Bang Jordi, kakak pembimbingnya saat masa pengenalan fakultas.

Lavendra lanjut mengamati orang di sebelah Bang Jordi—tapi tunggu sebentar. Sablon kaus yang dikenakan orang di sebelah Bang Jordi sangat-sangat familiar bagi Lavendra.

Seekor singa berdiri gagah di atas puncak gunung. Kepala singa itu dilengkapi mahkota keemasan. Kedua tangannya memegang tombak dan perisai, siap bertempur. Tulisan Jina Jagadhitta, Badra Bhirawa di bawah maskot melengkapi desain kaus.

Lavendra menatap kaus yang ia kenakan. Kaus mereka sama persis.

Nggak, nggak mungkin. Lavendra berusaha menolak apa yang dia lihat sekarang. Namun, kenyataannya tidak ada orang lain yang punya kaus itu selain mereka berdua di sini.

Siapa lagi alumni SMA Badra Bhirawa di kampus ini selain Lavendra dan Magenta?

Tiga bulan setelah fieldtrip selesai, Lavendra baru bertemu Magenta lagi. []

Fieldtrip, KatanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang