Sudah hampir tiga puluh menit [Name] berdiri di tempat itu, menundukkan kepala agar Mikey yang berdiri di sampingnya tidak menyadari jika saat ini ia tengah menangis.
Walaupun begitu, Mikey tetap tahu jika kakak iparnya itu sedang menangis. Mikey mengelus punggung gadis kecil yang tertidur di gendongannya, gadis itu adalah anak [Name] dan Shinichirou.
[Name] memandangi nisan dengan tulisan makam keluarga Sano di depannya. "Aku merindukanmu."
Waktu berlalu begitu cepat. Terhitung sudah lima tahun berlalu sejak Shinichirou pergi meninggalkannya. Padahal baru kemarin rasanya [Name] merasakan dekapan hangat Shinichirou sebelum benar-benar terlelap.
Kini, tidak ada lagi pelukan hangat yang [Name] dapat sebelum tidur.
Mikey hanya diam. Menangis di depan orang bukanlah hal yang dapat ia lakukan. Mungkin nanti setelah kembali ke rumah, sebelum tidur, laki-laki itu akan menangis karena sama-sama merindukan Shinichirou seperti [Name].
"Padahal kau sudah berjanji tidak akan meninggalkan ku."
Hari sudah mulai gelap, tetapi [Name] masih enggan untuk kembali ke rumahnya. Mengabaikan rasa dingin akibat hembusan angin yang sedikit lebih kencang.
"Nee-san?" Panggil Mikey seraya meraih tangan kanan [Name], kemudian tersenyum ke arahnya. "Ayo pulang!"
[Name] tersadar dari lamunannya. Membalas senyuman Mikey dan juga menganggukkan kepala. [Name] terkejut saat tangan Mikey berganti mengusap air mata yang sempat jatuh membasahi pipinya.
Bodoh, wanita itu justru nampak tidak berdaya di depan adik iparnya yang masih kecil jika di banding dengan umurnya.
[Name] keluar dari area pemakaman, tangannya kembali di gandeng oleh sang adik. Gadis kecilnya juga masih senantiasa berada di gendongan Mikey. [Name] tersenyum. Ia tidak sendiri, masih ada Mikey yang selalu berada di sampingnya.
Selangkah sebelum benar-benar keluar dari tempat pemakaman, [Name] kembali menolehkan kepala ke belakang. Merasa jika Shinichirou ada di dekatnya dan sedang tersenyum ke arahnya.
"Aku mencintaimu, Shinichirou."
- end -