Cԋαρƚҽɾ 12: Nσ Pαιɳ Nσ Gαιɳ [END]

15 2 0
                                    

PRANGGG

Nampan yang dibawa Mey terjatuh tepat saat netranya menemukan sesosok pria yang amat sangat dikenalinya tertidur pulas dengan posisi menyimpuh di sofa ruang tamunya.

"Mommy!" Arik yang kaget mendengar suara benda logam jatuh cepat-cepat keluar dari kamar mandi ̶ dengan bagian tubuhnya dari pusar ke bawah masih dibalut handuk.

Mey terjerembap jatuh ke lantai dengan sekujur tubuhnya gemetaran. Ditutupinya mulut yang ternganga, dengan mata bergelimang bulir-bulir air.

"Ayahmu ...."

Arik yang tubuhnya masih dibasahi tetesan air itu diam membeku di tempat.

"MOMMY BILANG APA?!"

"I-itu almarhum ayahmu," lirih Mey sambil tergagap. Detik berikutnya ia lemas, bola matanya berputar sebelum kelopaknya menutup dan jatuh tak sadarkan diri.

Arik buru-buru melesat untuk menangkap ibundanya sebelum mmebentur lantai. "Aduh Mommy!" Pandangannya berubah tajam pada sosok lain di ruangan itu yang kini memandang dengan netra antara bingung dan khawatir. "Tuan, apa maksudnya?"

"S-saya ̶ ,"

Cring ... Cringgg ....

Suara bising bel peri di depan pintu rumah menghentikan atmosfer tegang yang ada di dalamnya. Tak diragukan lagi, suara bel itu pasti datang dari salah satu elf. Arik segera membaringkan ibundanya di sofa dan bergegas membuka pintu.

"Arik! Arik!!!"

Rupanya Kayli. Peri kecil itu terbang dengan napas terengah-engah dan wajahnya yang memerah. Nampaknya snagat terburu-buru menuju ke rumah Arik.

"Kenapa?"

"Itu di monitor ...." Kalimatnya terputus sesaat karena ia harus mengambil napas panjang ̶ membuat Arik siap pasang telinga lebar-lebar. "Ada tanda-tanda pergerakan."

.•¤֎¤•.

"Di situ!" seru Kayli menunjuk ke satu titik berkedip-kedip pada layar monitor.

"Biar saya pergi menjemputnya, " ucap Tuan Diyyaz dengan inisiatif nya yang tidak punya kata lelah.

Arik pun merasakan sengatan hormon serotonin yang membuatnya ingin ikut pergi sekarang juga.

Begitu pula dengan Kayli dan makhluk magis lain yang mendengar kabar baik itu.

Tuan Diyyaz sudah siap berangkat lengkap dengan koper tenteng, mantel coklat, dan topi tudung lebarnya lagi.

Menatap langkahnya yang tegas, Arik melamun sesaat memikirkan kejadian pagi tadi. Mau dipikir bagaimanapun terlalu konyol jika almarhum ayahnya tiba-tiba muncul di hadapannya dengan kondisi sehat wal afiat. Bahkan setiap tahun Arik dan Mommy-nya berziarah ke makam tempat peristirahatan terakhir sang ayah. Akan tetapi, ada satu ha yang terlewatkan olehnya.

"Eh loh, papa. Nama papa siapa ya?"

Arik jadi mendelik sendiri, heran. Bagaimanabisa tiba-tiba ia lupa. Tak mau mencap diri sendiri sebagai anak durhaka, Arik segera menggelengkan kepalanya—menyapu bersih segala anggapan tentang almarhum ayahnya. Pasti hanya khayalan Mommy-nya semata, mungkin ia kelelahan atau semacamnya.

"Tuan! Saya mau ikut!"

"Kamu lihat peta seismik nya?"

Arik mengangguk dua kali.

"Sebenarnya Tuan Fantasi berada di titik daerah yang berbahaya," terang Kayli menyela perbincangan, raut wajahnya sendu.

"Tapi Tuan ... tidakkah terlalu berbahaya jika pergi sendirian?"

Dear Mr. Fantasy [END]✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang