Cԋαρƚҽɾ 9: Gσ Gҽƚ Sσɱҽ Hҽʅρ

38 10 35
                                    

TET TET TET

Netra Kek Seno sibuk memindai satu-persatu angka dari buku telepon untuk dimasukannya ke dial landline phone ̶ ia berusaha menghubungi seorang teman jauhnya.

Ngingg ....

Kek Seno menunggu nada dering di seberang sana dengan suasana hati gundah karena panggilan tak kunjung diangkat. Dalam paniknya, ia sibuk menengok-nengok ke luar rumah di mana belahan cahaya langit tampak makin tak karuan bentuknya. Sampai akhirnya nada dering yang sedari tadi menjadi penantiannya itu berakhir, namun tetap saja belum diangkat juga.

"Gimana Kek?" cemas Arik melangkah masuk ke rumah bersama Kayli.

Kek Seno hanya menggeleng hampir putus asa. Sedangkan Arik yang energinya tidak pernah habis itu sangat optimis. Ia menyemangati Kek Seno untuk menelpon lagi. "Telpon lagi aja kek, Arik yakin kok nomornya masih sama." Kayli ikut mengagguk yakin

Pria tua yang berada di ambang kekacauan itu mengikuti saran Arik. Sekali lagi ditekannya tombol call pada dial pad ̶ menghubungi nomor yang entah masih aktif atau tidak. Nada dering berdengung lagi, Kek Seno menyalakan loud speaker agar jikalau ada sambungan Arik dan Kayli bisa langsung ikut mendengarkan. Saking kalutnya menunggu, mereka bertiga sampai menahan napas.

Satu ... dua ... tiga ....

"Krsksksk halo?"

Ketiganya terkejut bukan main mendengar sahutan dari gagang telepon kabel yang dipegang Kek Seno. Arik dan Kayli otomatis memberikan tatapan lebar agar Kek Seno segera menanggapi teleponnya.

"Halo ... Tudung Gelap?"

"Tuan Seno?"

"Iya. Kode darurat."

Tak ada balasan suara dari seberang sana, maka Kek Seno melanjutkan.

"Kamu bisa datang sekarang?"

Belum ada balasan lagi. Kek Seno dan yang lain jadi cemas lagi.

"H-hal ̶ ."

"Aku datang 30 menit lagi."

Mendengar itu, ketiganya menghela napas lega.

"Baik, terimakasih."

TET.

Panggilan pun terputus. Kek Seno nampak ngos-ngos an namun lega, begitu juga dengan Arik dan Kayli. Cekatan di kerongkongan mereka perlahan hilang namun tidak jadi ketika beranjak keluar rumah dan melihat keadaan langit yang makin genting.

"Semoga 30 menit itu terasa cepat, Tuan Tudung Gelap cepatlah sampai," harap Kayli berdoa terus-menerus.

Kek Seno menyerahkan landline phone-nya pada Arik. "Kamu jagain dan tunggu sampai dia dateng. Kakek perlu ke paviliun untuk siapin beberapa perkakas alat dan mesin."

Arik mengangguk cepat ditinggalkan Kek Seno yang segera beranjak. Sebenarnya ia sedikit takut karena belum tahu siapa sosok yang ditunggunya ini, apalagi ditambah Kek Seno dan Kayli yang memanggilnya dengan julukan 'Tudung Gelap'.

"Kayli ... si Tudung Gelap ini sosoknya kayak gimana?" tanya Arik menginterupsi doa Kayli.

"Kamu tunggu aja," balas Kayli tidak tergrubis dan melanjutkan permohonannya.

Arik jadi mencebik kesal dengan respon tak memuaskan Kayli.

.•¤֎¤•.

Setibanya di paviliun Kek Seno ternganga melihat tidak banyak yang tersisa disana. Ratu benar-benar gila hanya meninggalkan set martil, gerinda, dan mesin bubut sementara setengah dari alat-alat istimewa ciptaan Kek Seno lenyap dari penglihatan. Akan tetapi setidaknya Kek Seno bersyukur ̶ karena kira-kira ia masih bisa membuat keajaiban dengan perkakas yang tersisa.

Dear Mr. Fantasy [END]✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang