A_12

26 8 0
                                    

Jika harus jujur, dia juga sebenarnya masih ragu dengan perasaannya sendiri.

■■■

Suara shower yang terus saja mengalir, memang dihidupkan oleh Lala dengan sengaja. Dia melakulan hal itu, agar menyamarkan suara makian-makian yang ditujukan untuk dirinya sendiri.

"Bodo! Bodo! Bodo!" makinya pelan. Dia terus sama berkacak pinggang sambil menggingit bibir bawahnya gugup.

"Ngapain Lala? Lo ngapain gugup kayak gini?" Dia diam sejenak. "Kenapa lo gak bisa nyembunyiin rasa deg-degan lo?!" Lala menghentakkan kakinya berkali-kali.

Dia lalu menghela nafasnya kasar. "Oke!" tenangnya. "Lo bisa, lo kesini bukan karena lo sendiri yang mau kan, La? Lagian, kenapa lo jadi kek ngejauh sama Aksen, sih?" tanyanya heran terhadap diri sendiri. Selama ini, dia baru menyadari kenapa dirinya bisa begitu menjauhi laki-laki yang notabene-nya orang yang dikaguminya. Kenapa bisa? Padahal Aksen tidak pernah berbuat salah.

Lala menyipitkan matanya, mengingat beberapa waktu yang lalu dimana semua ini berawal. Dari mulai Aksen yang membantunya dan mengaku sebagai pacar, lalu laki-laki itu bilang 'Jangan salah paham' bukankah itu biasa? Bisa saja memang niatnya hanya ingin membantu, bukan karena hal lain. Kenapa Lala bisa semarah ini?

Beberapa saat kemudian, dia baru mengerti--baru paham. "Astaga, gue kepedean, ya?" timpalnya malu.

Perempuan itu Lantas mematikan shower. "Oke! Gue mau memberanikan diri terus minta maaf sama dia!" Lala bergegas. Dia memegang knop pintu dan membukanya secara perlahan. "Udah itu, gue gak bakalan berharap lagi sama dia karena gue malu udah kepede--"

"Udah?"

Lala mendongakkan kepalanya. Menatap kaget terhadap seseorang yang sedang berdiri tegap di depannya yang berjarak 1,5 meter darinya.

Laki-laki itu bergeser. Menyandarkan tubuhnya di wastafle yang tidak jauh darinya, lalu menyilangkan tangannya di depan dada. "Beneran cuci muka?" tanyanya. Lala hanya mengangguk.

"Iya, maaf ya kalau lama. Silahkan kalau lo mau--"

"Maafin gue!" potong Aksen to the point, yang mampu membuat Lala lagi dan lagi membulatkan kedua matanya. Tadinya, Aksen akan meminta maaf pada Lala di sekolah--besok, namun karena Lala datang lebih dulu, tidak ada salahnya jika melakukannya sekarang, kan?

"Kok, minta maaf? Emang lo ada salah apa sama gue? Perasaan gak ada."

Aksen hanya bisa menghela nafasnya pelan. Dia harus mulai darimana untuk berbicara, dan meminta maaf pada Lala? Dia tahu, perkataannya yang waktu itu, memang menggantung di telinga Lala, bahkan menggantung di lidah Aksen. Dia juga tidak tahu kenapa dia bisa mengatakan hal semacam itu.

"Intinya maafin gue!" pinta Aksen lagi. Dia mendongakkan kepalanya ke arah langit-langit lalu menatap Lala tajam, meminta jawaban.

"Maafin yang mana, Sen? Kata gue juga lo gak ada salah sama gue!"

"Kenapa ngejauh?" tanya Aksen tatkala melihat Lala melangkahkan kakinya, seperti menghindari pembicaraan ini. "Kalau gue gak salah, kenapa lo ngejauh?" tanya Aksen lagi. Mengingat belakangan ini, Lala memang seperti menjauh darinya.

AKSEN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang