A-15

43 7 0
                                    

"Maksud kamu apa? Kakek tidak habis pikir!"

Deni berdiri. Mengepalkan tangannya di belakang tatkala Aksen baru saja memasuki rumah kakeknya tersebut. "Maksud kakek?"

"Laura nangis! Dia bilang sama kakek kalau kamu udah nyakitin hati dia!"

Aksen hanya bisa menautkan alisnya heran. Apalagi ini? Akting lagi? Cih! Padahal Aksen sudah terburu-buru dan meninggalkan latihan soalnya demi panggilan terdesak dari kakeknya ini, dan sekarang? Ternyata masalahnya tentang Laura.

"Dia pinter, baik, perhatian, bisa segalanya, bisa-bisanya kamu nolak--"

"Kakek dibayar berapa?"

"Maksud kamu apa? Jangan asal bicara, Aksen!"

"Aksen gak ngasal." Aksen membuka jaketnya lalu menyampirkannya di punggung kursi. "Jadi ini maksud kakek?"

"Apa yang kamu bicarakan ini Aksen?"

"Kakek nyuruh Aksen kesini." Kalimatnya menggantung. "Kenapa bahasannya harus dia?" Dia menggantungkan ucapannya untuk kedua kalinya. "Ada bahasan lain yang lebih penting?"

"Ini penting buat--"

"Aksen yang gak habis pikir!"

"Jangan memotong pembicaraan orang tua!" Deni terlihat menahan nafasnya sejenak lalu menghembuskannya dengan berat. "Kakek hanya kawatir sama kamu, Sen. Laura anak yang baik, dia sudah cocok sama kamu--"

"Nyuruh-nyuruh kakek?" ucapnya. "Maksa kakek buat nurutin dia?" tambahnya lagi. "Itu baik, Kek?"

"Sifat dia memang seperti itu, sudah dari lahir. Kakek yakin dia bakalan berubah setelah nikah sama kamu. Kalian bakalan bahagia."

Aksen membuang mukanya. Merasa muak dengan kalimat yang sudah sering diucapkan oleh kakeknya itu.

"Jadi kakek mohon, cintai Laura selayaknya dia mencintai kamu, Sen. Jangan pilih wanita lain, jodohmu itu sudah tentu--"

"Aksen--" Aksen meremas kepalanya geram. "Aksen gak mau, Kek!"

"Ada alasan yang kuat kenapa kamu gak mau?"

"Aksen udah punya!" Kalimatnya menggantung. "Aksen punya pacar--"

"Itu hanya pacar! Gak tentu bakalan sama kamu, gak tentu dia nerima kamu apa adanya, gak--"

"Kakek pernah yakin dengan seorang perempuan?"

Deni terperanjat. Dia mengerjapkan matanya beberapa kali karena tidak percaya dengan ucapan cucunya tadi.

Pria itu mengangguk. "Ya, Almarhumah nenekmu yang membuat kakek yakin dengan kehidupan ini."

"Itu yang Aksen rasain sekarang--" Aksen menghela nafasnya berat. "Tentang cewek Aksen."

"Kamu juga pasti bisa yakin sama Laura, Sen! Kakek yakin!"

"Gak bisa." Lalu menggeleng pasrah. "Gak akan bisa!"

Pria itu lantas menghampiri Aksen, lalu menepuk bahunya pelan--matanya seakan-akan ada sesuatu yang ingin ditutupi. "Aksen ..." ucapnya terdengar lirih. "Bagaimanapun juga kamu akan tetap dijodohkan dengan Laura, sekuat apapun kamu menolak!"

Aksen hanya bisa membuang muka. Rasanya ingin menutupi telinganya untuk beberapa saat.

"Demi kebaikan kakek." Suaranya melemah. "Demi kebaikan kamu juga," lanjut Deni, yang membuat raut wajah Aksen seketika berubah menjadi heran.

"Kalau itu tujuannya ... " kakinya mundur, mengambil jaket yang tersampir di kursi. "Aksen lebih baik jatuh daripada nerima dia!"

Kakinya sontak melangkah dengan cepat, meninggalkan kakeknya itu yang tengah berteriak memanggil namanya. Aksen tidak peduli. Tidak ada pentingnya juga dia berada disini jika kakeknya itu terus saja membahasa Laura--perempuan yang tidak akan pernah Aksen terima sampai kapanpun juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 12, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKSEN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang