A_4

37 7 0
                                    

Dia tidak bisa lagi! Laki-laki itu berhasil membuat tubuhnya merasakan 2 emosi sekaligus, marah dan bahagia.

■■■

Di hari Jumat yang berkah, ketika matahari sedang sibuk menyinari bumi, dan bumi sendiri sedang sibuk menghidupi manusia, tapi manusianya malah sibuk untuk menyimpan sampah dimanapun kau berada kakanda.

Alana. Dialah orangnya. Tolong culik ajalah, soalnya ya gitu. Agak memalukan wak :v 

"Iya, itu yang bersih ya saep, pinterr!!!" Alana mengacungkan jempolnya di hadapan xaevi, maklumlah lidah Indonesia agak melenceng sedikit. Xaevi yang sejak tadi lelah mendengar celotehan Alana hanya bisa menahan amarahnya sampe tua nanti. Karena merasa kasian jika perempuan itu harus disakiti sejak dini.

"Hmm Lala, kamu jangan berdiam diri sahaja. Itu tolong bawakan tas saya."

Lala menghentikan aktivitasnya yang sedang menyapu lantai. Melihat sekeliling ruangan yang tengah disibukkan dengan kegiatan bersih-bersih lalu berkacak pinggang. "KM bukan, kepala sekolah bukan, anak tidak berguna iya. Na, bantuin beresin bangku apa kek gitu yang bermanfaat, diem aja lo!"

"Aku sedang berganti kulit."

"Kulit BAPAK KAU!" Lala mendengus. Tubuhnya berbalik Lalu berjalan ke arah luar untuk mengambil sesuatu.

Alana tidak peduli. Dia melanjutkan kegiatannya yang sedang mengorek-ngorek telinga lalu sedikit membungkuk karena saking nikmatnya, sampai-sampai dirinya tidak tahu bahwa orang-orang disekelilingnya telah merubah citra Alana dari si anak bodoh menjadi si anak tidak berguna. Perempuan itu membuang korek kupingnya di sembarang tempat hingga menyebabkan dirinya diarak masa sampai alam semesta.

"ALANA! BUANG SAMPAH ITU DI TEMPATNYA!"

"Gue bener loh, tumpukkan sampah kan lagi disapuin sama lo, nanti dia merasa terkucilkan." Alana mengacungkan kedua jempolnya seakan-akan perkataannya itu adalah sesuatu yang sangat bijaksana.

Lala yang merasa tertekan pun hanya bisa menarik nafas panjang. Mencoba tenang dengan melanjutkan lagi kegiatan sapu-menyapunya.

"La, kata Andre samperin dia." Terdengar seseorang di belakang Lala. Dia membalik ke arah lawan bicaranya lalu menaikkan satu alisnya sebagai tanda ada apa, kapan, dan bagaimana. "Gue digaji ga kalau nyamperin dia?"

"Yaelah, gue juga gak tau lah. Cepetan, kata dia darurat."

Lala sontak memberikan sapunya pada Kiya, lawan bicaranya tadi. Kemudian membereskan rok nya yang tidak kotor dan berjalan menghampiri si Andre yang sedang panjat Jendela karena membersihkan kaca kelas.

"Heh, apa? Kata Kiya gue suruh nyamperin lo?"

Andre melirik. Dia langsung turun dari jendela dengan hati-hati ketika mendapati Lala sedang berkacak pinggang disana. Kakinya bergerak menghampiri Lala. "Eh iya, La. Pembersih lantai kelas kita habis, lo mau ambilin, kan? Gue nyuruh yang lain malah langsung akting sakit kepala dan badan linu-linu, padahal kerjaannya cuma intruksiin gue bebersih."

Lala merotasikan matanya. "Dimana? Beli keluar?"

"Di ruang OSIS. Tadi kata Pak Deni ada disana."

"Sip, habis ini gue gak kerja lagi, ya?!" Lala menaik-turunkan kedua alisnya guna mendapat belas kasihan dari Andre, sang ketua kelas. Mengingat sudah banyak sekali aktivitas yang sudah Lala kerjakan agar kelasnya itu terlihat bersih.

Andre setuju. Dia mengacungkan jempolnya. "Iyadah, lo udah capek dan tidak berdaya kayaknya."

■■■

AKSEN [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang