Entah keberapa kalinya hal ini terjadi pada Lala. Dia lagi dan lagi terlambat datang ke sekolah. Bukan karena Afka yang tidak mengantarkannya, ataupun Afka yang lagi-lagi hampir membakar dapurnya. Tapi karena Lala yang semalaman tidak bisa tidur memikirkan bagaimana caranya untuk menjawab Aksen.
"Hampir aja!" ucapnya pelan sambil sesekali melihat ke arah pagar yang baru saja ditutup. Untungnya, Lala datang tepat ketika Pak Satpam hampir saja mengunci pagar sekolahnya itu. Nasib baik emang!
Kakinya sesekali terangkat karena sepatunya yang belum terpasang rapi. Tangannya sibuk membenarkan dasi dan rambut yang terus saja menghalangi pandangannya. Sampai ketika dia tiba di ujung lorong menuju kelasnya, langkahnya tiba-tiba terhenti lalu berbalik.
"Gawat gawat!" Lala menaikkan tali tasnya lalu berlari dengan pelan untuk menghindari seseorang yang baru saja diliatnya.
"Jangan lari!" teriak seseorang dibelakangnya. "Gak capek?" tambahnya lagi dengan derap kaki yang semakin mendekat. Dia tiba-tiba berada tepat di belakang Lala yang mampu membuatnya terlonjak.
Hembusan nafas berat yang sangat jelas menembus telinga Lala, berhasil membuat bulu kuduknya sedikit meringis. Dia meremas roknya sambil berusaha seberani mungkin untuk berhadapan dengan Aksen--yang tengah menyandarkan dirinya di dinding.
"Lo telat juga, ya?" ucap Lala menepikan pertanyaan Aksen. "Kenapa gak masuk ke kelas? KBM udah mulai tuh!"
"Kenapa lari?"
Lala sedikit terhentak. Dia menggeleng.
"Gak papa."
Keduanya terdiam. Suara cicitan burung yang ramai seakan-akan menandakkan bahwa di lorong kelas 12 itu tengah terjadi pembekuan pembicaraan. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka.
"Masih betah?" ucap Aksen memecah keheningan. Dia mendekati Lala yang sedang menatap kedua manik matanya tidak mengerti.
"Maksudnya? Sekolah disini? Betah-betah aja tuh, gak ada--"
"Ngediemin gue ... "
"Hah? Maksud--"
"Ngehindar dari gue ... "
Lala semakin bergelut dengan pikirannya. Apa yang dimaksud Aksen? Ada apa dengan dia?
"Nunggu itu--" ucapnya sengaja dihentikan. Lantas Aksen maju, memperkikis jarak diantara mereka.
"--susah."Lala sedikit terkesiap. Dia mengerti--sangat mengerti dengan topik pembicaraannya sekarang. Memang diakui, menunggu jawaban dari seseorang dengan kurun waktu kurang lebih seminggu memang memuakkan.
"Langsung aja, maksud lo apa?" tanya Lala yang malah balik bertanya. Ada niat lain yang baru saja muncul di dalam benaknya.
"Gue yakin lo tau," jawab Aksen yang menghentikan langkahnya. Diikuti dengan langkah mundur Lala yang juga berhenti.
Keduanya lantas saling bertukar pandang dengan matanya yang memancarkan sesuatu dari masing-masing pikirannya.
"Jadi?" Aksen memfokuskan netranya terhadap Lala yang sedang memiringkan kepalanya--heran.
"Jadi apa? Gue--"
"Hubungan kita."
"Maksudnya?"
Aksen mengusap rambutnya ke belakang. "Jangan bohong." Lagi dan lagi dia memperkikis jarak diantara mereka sampai keduanya terhenti, karena tersudut di dinding. "Lo pasti ngerti maksud gue."
"Oke oke! Tapi lo bisa munduran dikit gak?" Lala membenarkan posisi tubuhnya saat laki-laki itu sedikit mundur. "Gue ngerti, Sen! Ngerti banget maksud lo apaan."

KAMU SEDANG MEMBACA
AKSEN [ON GOING]
أدب المراهقينTidak semua orang jatuh cinta dari pandangan pertama. Nyatanya, Aksen terpaksa untuk merasakan hal itu untuk menghindari sesuatu yang benar-benar dibencinya. -2021