Seulgi melangkah gontai menuju balkon kamarnya. Ia merasa sesak, perlu sedikit lebih banyak udara untuk pasokan paru-parunya. Dibukanya pintu kaca itu secara perlahan, tidak ingin membuat gaduh di tengah malam, terlebih lagi ketika istrinya sudah tertidur.
Malam ini terlihat begitu kelam. Tidak ada bintang dan tidak ada bulan. Satu-satunya penerangan hanyalah melalui lampu-lampu taman yang mengelilingi rumahnya. Angin juga sedang tidak bersahabat, berhembus kencang seolah-olah sedang meluapkan banyak emosi. Meski begitu, tidak ada satupun hal di atas yang mampu mengurungkan niat Seulgi untuk berdiri di sana.
Tangannya mulai menyilang di depan dada, pandangan matanya mulai berlabuh pada pemandangan kota yang bisa ia dapatkan dari atas sini. Rumahnya memang terletak di dataran yang lebih tinggi, sehingga mampu memberikan pemandangan klasik yang indah seperti saat ini.
Pemandangannya boleh saja indah, tapi hal itu tidak cukup membuat Seulgi merasa lebih tenang. Ia tetap merasakan kegelisahan itu masih hinggap di dalam hatinya. Terlebih lagi ketika ia melihat jelas bagaimana ekspresi Jennie tadi.
"Jennie. Sebelum kau melihat ini, aku ingin kau berjanji," ucap Seulgi sambil mengangkat sebelah tangannya, dimana ia sedang membawa sebuah map berwarna cokelat.
Perasaan Jennie yang sejak tadi sudah merasakan kegelisahan besar menjadi semakin tidak karuan saat ini. Matanya menatap lurus pada sebuah map yang berada di tangan Seulgi. Ada apa dengan sebuah map? Kenapa setiap kali ia memiliki kesempatan untuk melihat map, perasaannya semakin kacau? Jangan sampai setelah ini ia memiliki ketakutan untuk melihat map. Itu akan terlihat aneh.
"Untuk apa?"
Seulgi menghela napasnya pelan. "Berjanjilah untuk menyikapinya secara dewasa. Sesuatu yang ada di dalam sini bukanlah sebuah kebenaran, tapi sebuah pertanyaan yang perlu mendapatkan jawaban dari Chaeyoung. Jadi, tolong dapatkan jawaban itu terlebih dahulu sebelum kau bertindak. Bisa?"
Meski ragu, Jennie tetap mengangguk. Ia akan berusaha untuk memenuhi janjinya, jika hatinya masih kuat. Karena berdasarkan feeling-nya, ini bukanlah sesuatu yang bisa diterima oleh hatinya begitu saja.
"Ingat, rumah tangga itu terdiri dari dua kepala. Jika kau mencerna semuanya hanya dengan satu kepala, maka yang terjadi selanjutnya adalah sebuah kesalahpahaman."
Untuk kedua kalinya, Jennie mengangguk ringan. "Aku akan berusaha, unnie."
Seulgi mengangguk kemudian menoleh ke arah istrinya yang sedari tadi menemaninya. Mencari jawaban dari keraguannya tentang apakah ia harus memberitahu Jennie atah tidak. Tapi kemudian, Joohyun mengangguk. Mengizinkan.
Setelah meyakinkan hatinya atas tindakan ini, Seulgi meletakkan map itu di atas meja dan mendorongnya sampai tepat di depan Jennie. Untuk beberapa saat, map itu belum tersentuh oleh Jennie. Dibiarkan menganggur dan ditatap oleh tiga kepala di satu waktu. Membuat suasana kian menegang di setiap helaan napas.
"Jangan dibuka jika kau tidak yakin," ucap Seulgi yang tidak tahan melihat kegelisahan Jennie.
Sebelum Seulgi sempat menarik kembali map itu, tangan Jennie mengambilnya lebih cepat. Setelah menghela napasnya dua kali, Jennie mulai membuka map itu dan menarik isinya. Hal pertama yang ia lihat adalah kop surat, yang menandakan jika isi dari kertas ini adalah asli.
Jennie kembali menarik kertas itu sedikit demi sedikit. Hingga jajaran nama pasien muncul secara perlahan dalam rupa tabel.
"Aku tidak menemukan nama Chaeyoung," ucap Seulgi sedikit memberikan jeda untuk kalimat selanjutnya. "Tapi salah satu dokter kandungan dengan marga Choi di sana memiliki pasien bernama Lee Hyeri. Kau bilang, itu nama seseorang yang mengirim pesan pada Chaeyoung 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
P R A G M A
RomanceOUR LOVE SEASON 2 Kedua hati yang mengalami berbagai rintangan dalam pesta percintaannya bisa bersatu dalam ikatan sebuah pernikahan yang suci. Tidak mudah dan tidak mustahil. Mereka berhasil meleburkan kedua hati mereka untuk menjadi satu kekuata...