END -

1.6K 238 175
                                    

BERANTAKAN. Menjadi satu kata yang mampu untuk mewakili keadaannya. Semuanya hancur, semuanya hilang, dan semuanya pergi. Meninggalkan luka yang masih terlalu menganga. Terbuka lebar tanpa tahu harus ditutup dengan apa. Untuk pertama kalinya, luka itu terus terasa perih bahkan di setiap detik. Tak memberikan kesempatan untuk bernapas barang sebentar saja. Sesak. Tercekik oleh keadaan.

Dan Rosé terlalu sering mengalami hal itu. Hal yang ia pikir terbaik, namun berakhir sebaliknya. Ia terlalu naif, berpikir jika semua akan baik-baik saja ketika ia melakukannya sendiri, tersakiti sendiri.

Mungkin hal itu terbiasa Rosé lakukan sejak kecil. Tapi ia lupa jika di dalam rumah tangga yang berhasil ia bangun, terdapat dua kepala di dalamnya. Mereka mungkin bisa menyatukan hati mereka, namun tidak dengan pikiran mereka.

Siapa yang tidak marah jika tidak dilibatkan ketika dirinya perlu ikut andil?

Wajar bukan jika Jennie merasa sangat tidak dihargai? Dibohongi tidak ada yang enak. Lagipula, wanita bermata kucing itu juga merasa tidak berguna karena tidak berhasil membuat Rosé mau untuk berbagi dengannya. Selalu saja ada yang ditutupi darinya.

Bertemu kembali dengan malam yang sendu. Dimana Rosé hanya akan menghabiskan waktunya untuk berpikir dan berpikir. Merenungi kesalahannya, menikmati rasa penyesalan, dan memikirkan jalan untuk memperbaiki hubungannya dengan Jennie. Namun, malam ini terasa berbeda dari sebelumnya. Beban pikiran tupai itu semakin bertambah disertai dengan rasa takut yang mulai menguasai dirinya.

Kwon Ji Yong.

Kehadiran pria itu berhasil membuatnya merasa terancam. Berpikir negatif dan membuka kembali luka lama ketika bayangan-bayangan di masa lalu lagi-lagi datang. Sialnya, haruskah pria itu menjadi Kim Jongin kedua? Tidak cukup kah satu kali saja? Perlukah Rosé kembali bersaing dengan orang ketiga? Tidakkah itu sangat melelahkan?

Bukannya tidak mau.

Sekali lagi, bukannya tidak mau kembali bersaing.

Rosé menangkup wajahnya dan memejamkan mata sejenak. Ah, kedua mata itu sudah terlihat begitu kelelahan dengan kantungnya yang mulai menghitam. Sebetulnya, kapan terakhir kali Rosé dapat tidur?

Sebentar kemudian, tangan itu semakin naik hingga menelusup ke sela-sela rambutnya. Mencengkeram rambutnya sendiri, melampiaskan emosinya di sana. Rasa-rasanya, kepalanya seperti ingin pecah.

Namun, di saat seperti tidak adakah yang bersedia datang dan memeluknya? Atau.. sekedar mendengarkannya?

Tidak ada.

Tidak ada siapa pun. Teman, pekerjaan, dan keluarga yang ia impikan selama ini diambil lagi. Apa yang salah dengan hidupnya? Apa yang salah dengan kisah percintaannya?

Hatinya terluka, penyesalan sudah menjadi temannya, dan ketakutan terus menghantuinya. Tapi dibandingkan itu semua, hal menyedihkan yang pernah ia rasakan adalah ketika ia sadar jika dirinya hanya sendirian.

Rosé menghela napasnya panjang. Sedetik kemudian, ia mendorong tubuhnya sendiri ke belakang hingga terlentang di atas ranjang. Sebagai gantinya, ia menatap langit-langit kamarnya saat ini. Kepalanya mendadak sakit dan pandangannya berputar. Untuk sejenak, Rosé mulai memejamkan matanya. Biarkan dia untuk istirahat sejenak di tengah-tengah kondisinya yang tidak baik, entah fisik ataupun hatinya.

Tiba-tiba saja dalam satu detik, suara notifikasi yang berasal dari ponselnya terdengar. Rosé yang rasanya baru memejamkan mata kini sudah kembali membukanya. Terdiam sebentar sebelum ia meraih ponselnya yang terletak tidak jauh dari jangkauannya.

Baru saja membuka isi pesannya, Rosé langsung merubah posisinya menjadi kembali duduk. Meringis sebentar ketika kepalanya semakin terasa sakit akibat gerakan tiba-tibanya tadi. Setelah itu, ia kembali menatap isi pesan tersebut.

P R A G M ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang