Setelah lama dicari, hingga menjelang subuh akhirnya keberadaan Joko ditemukan. Dan ternyata Ia disembunyikan oleh makhluk halus Dipojokan depan pagar tanaman teh-tehan di salah satu rumah warga disini. Saat baru ditemukan, Joko sama sekali belum bisa berbicara dan terlihat seperti orang yang kehilangan ingatannya.
Dan setelah diberikan air yang sudah di do'akan oleh Ustadz, barulah Joko bisa berbicara dan mendapatkan kembali ingatannya. Menurut penuturan Joko, dia dibawa makhluk semacam Wewe Gombel dan ditaruh di pojokan salah satu rumah warga saat dia ingin bersembunyi. Dia bisa melihat orang-orang yang mondar mandir dan meneriaki namanya, namun anehnya warga desa sama sekali tidak melihatnya ataupun mendengar suara jeritannya.
Aku memegang leherku yang berlapis hijab, Aku merasakan bulu kudukku berdiri seketika.
"Lan, gimana nih?" Aku memegang erat lengan Wulan, tanpa sadar Aku mencengkram tangannya begitu kuat. Ia meringis kesakitan melepaskan cengkraman tanganku darinya."Oke, yang harus kita lakukan sekarang yaitu bersikap tetap tenang, jangan panik!" sebisa mungkin Wulan bersikap tetap tenang walau Aku tahu bahwa Ia juga ketakutan.
"Tapi Aku takut" rengekku padanya, Aku kembali menggandeng tangannya agar rasa takutku sedikit berkurang. Aku memang Anak yang sangat penakut, Aku tidak bisa bersikap tenang dan sebetani Wulan.
"Kita jalan aja lagi pelan-pelan gimana?" Wulan melihat ke arahku meminta persetujuan, Aku langsung mengangguk setuju dengan usulan Wulan, disaat seperti ini otakku tak mampu berfikir dengan logis.
Sebelum kembali berjalan, Wulan menancapkan ranting pohon ke tanah, agar mengetahui bahwa jalan ini sudah kami lewati. Disini Aku melihat bahwa semua jalan terlihat sama, kiri dan kanan hannya ada ilalang yang sudah tumbuh dengan liar.
Setelah berjalan cukup lama, Wulan memintaku untuk berhenti untuk istirahat. Ya ampun anak ini, bagaimana bisa Ia beristirahat dengan keadaan seperti ini. Karena Aku takut jika jalan sendirian, akhirnya Aku mengikuti Wulan yang sedang duduk di atas tanah tanpa alas apapun, Ia membenarkan kembali rambutnya yang sudah betantakan dan sedikit basah karena keringatnya.
Pandanganku tanpa sengaja tertuju sebuah ranting yang tertancap ditanah itu, mataku seketika membola. Bukankah itu ranting yang di tancapkan Wulan sebagai pertanda bahwa kami sudah melewati jalan ini. Wulan dengan sedikit aneh, Ia mengikuti arah pandanganku. Tak kalah terkejutnya denganku, Wulan pun terbelalak dengan seketika, wajahnya yang semula tenang mendadak menjadi tegang.
Ternyata dugaan kami benar, kami hanya berputar-putar saja dan tak menemukan jalan keluar. Kami mencoba berjalan kembali dengan mengambil jalan yang berbeda, dan tetap saja ujungnya kami juga bertemu dengan kayu yang wulan tancapkan ditanah. Mengapa bisa begini? Bukankah Aku sudah sering melewati jalan ini? Aku lahir dan besar didesa ini, mengapa Aku bisa tidak tahu jalan pulang kembali kerumah.
Mataku sudah tak mampu lagi membendung air mata ini, perlahan-lahan kedua mataku basah karena air mata ini. Wulan mencoba menengkanku bahwa sebentar lagi kita akan keluar dari hutan ini. Aku bukan Anak kecil lagi yang dengan mudah bisa dibohongi, bagaimana bisa Ia begitu yakin bahwa bisa keluar dari sini sedangkan dirinya sendiripun tidak yakin dengan ucapannya.
Aku duduk lemas ditanah dengan kaki ku selonjorkan, Aku menyerah, Aku capek, Aku takut. Aku menangis sejadi-jadinya sambil memanggil Ibu dan bapakku. Apakah seperti ini yang dirasakan oleh joko? Apakah kami akan ditemukan menjelang subuh nanti? Dan apakah kami akan bertemu dengan makhluk itu? Kepalaku sampai sakit memkirkan pertanyaan-pertanyaan yang tak henti-hentinya keluar dari pikiranku.
Wulan berjongkok di dekatku, Ia meletakkan tangannya dipundakku berniat menyalurkan semangatnya untukku.
"Heiii!" tersengar suara teriakan seseorang dari kejauhan
Aku melihat ke arah Wulan, apakah Ia mendengar suara itu atau hannya halusinasiku saja. Ternyata Wulan juga mendengarnya, berarti ini bukan halusinasiku saja, syukurlah kami bertemu dengan seseorang Aku bisa bernafas sedikit lega melihatnya.
"Nak, ngapai maghrib-maghrib disini?"
Kakek tua itu berjalan mendekat ke arah kami. Kami langsung berdiri dan berjalan mendekat juga ke kakek itu."Kami dari tadi muter-muter terus kek" Aku langsung menjawab pertanyaan kakek tua itu ketika sudah berada didepannya.
Dilihat dari jarak sedekat ini terlihat wajahnya penuh dengan kriput dimana-mana, rambutnya yang sudah memutih sepenuhnya, dan.... Tunggu dulu ada yang aneh dengan kakek ini, Ia sama sekali tidak memikiki lekukan yang berada di pertengahan antara bawah hidung dan atas bibirnya itu. Selain itu Aku juga belum pernah sama sekali melihat Kakek tua ini, padahal Aku bisa mengenali semua orang yang tinggal didesa ini. Tapi siapa Kakek tua ini? Apakah Ia penduduk baru didesa ini? Atau berasal dari desa lain yang sedang berkunjung ke desa ini untuk melihat sanak saudara?
Dia tersenyum kearah kami
"Ikuti Kakek!" Ia langsung membelakangi kami dan terus berjalan kedepan.Wulan pun mengangguk patuh dan mengikuti kakek itu, sebelum itu Aku menarik tangan Wulan. Pandanganku terus masih menatap punggung Kakek tua itu, Wulan melihatku dengan mengkerutkan dahinya pertanda Ia bertanya kenapa?
Sebelu Aku membuka mulutku untuk berbicara, Kakek tua itu berbalik badan dan menatap kami yang masih diam ditempat."Jangan takut, ayo ikut Kakek kalau mau keluar dari sini!"
Dengan ragu Aku mengikuti kakek ini, entah kenapa berada didekat Kakek ini aku merasakan bulu duduk ku berdiri kembali. Kakek itu berhenti dan berbalik ke arah kami
"Nah sudah sampai, dari sini kalian bisa pulang sendirikan?"
Kami berdua saling pandang satu sama lain, merasa tidak yakin dengan apa yang kami lihat, kami berputar-putar melihat sekeliling memastikan bahwa kami sudah kekuar dari hutan itu. Dan ternyata apa yang kamilihat ini adalah nyata, kami sudah keluar dari hutan ini dalam waktu kurang dari lima menit? Dan ternyata jarak kami dengan tempat berhenti kami begitu dekat, tapi bagaimana bisa kami tidak melihatnya.
"Iya kek, trimakasi banyak kek"
Kakek itu tersenyum ramah ke arah kami
"Yaudah kek, kami pulang dulu ya" Wulan segera berpamitan, Ia berniat meraih tangan keriput Kakek itu berniat untuk menyalaminya sebagai rasa trimakasi. Tau apa yang ingin dilakukan Wulan, Ia pun memberikan tangan kanannya untuk disalami oleh Wulan.Setelah Wulan bersalaman, Ia menyenggol lenganku agar Aku juga mengikuti seperti apa yang Ia lakukan tadi. Dengan ragu Aku mendekat dan meraih tangan kakek itu untuk menyalaminya. Kakek itupun langsung memberikan tangankananya, Aku menjabat tangan Kakek itu.
Degg
Dingin banget tangan kakek ini seperti baru saja mandi air es, Jantungku kembali berdetak dengan cepat, Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku sendiri. Tanganku bergemetar dengan tiba-tiba, cepat cepat Aku menciup punggung tangannya itu.Setelah berpamitan kami langsung kembali berjalan dengan sedikit tergesa-gesa. Aku tahu aku anak yang penakut, tapi Aku begitu penasan dengan kakek itu, Akupun kembali menoleh kebelakang dan tidak menemukan keberadaan kakek itu, bagaimana bisa? Padahal kami hannya berjalan beberapa langkah saja darinya. Aku berniat memberi tahu Wulan, tetapi saat Aku melihat kearanya Wulan sudah berjalan jauh diluan. Akupun langsung berlari mendekatinya.
_____________________________________________________
See you next Sohib👋
KAMU SEDANG MEMBACA
I am Strong [On Going]
Teen FictionPLAGIAT DILARANG MENDEKAT Cerita ini ditulis untuk dibaca bukan untuk ditulis ulang. Saya memang tidak tau, tapi ingat Allah maha tau. Kelak kau akan dimintai pertanggung jawaban atas semua yang kau lakukan, termasuk menjiplak karya orang lain tanpa...